Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tips Menjalankan Bisnis Keluarga

14 Juli 2021   08:15 Diperbarui: 14 Juli 2021   08:21 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis keluarga (sumber: sindonews.com)

Menurut survei  yang dilakukan oleh Price Waterhouse pada tahun 2014, terdapat 95% perusahaan keluarga di Indonesia, dan rata-rata tergolong perusahaan kelas menengah keatas. Terdapat dua jenis perusahaan keluarga, yakni yang dimiliki dan dipimpin oleh anggota keluarga dan yang dimiliki.oleh keluarga tetapi dipimpin oleh profesional. Bila ditanya, mana yang lebih baik? Secara profesional tentu perusahaan yang dikelola secara profesional jauh lebih baik daripada perusahaan yang dikelola oleh anggota keluarga, meski secara finansial perusahaan yang dikelola keluarga, kekayaan akan berputar dilingkungan keluarga dan tidak dinikmati oleh orang lain.

Sebuah perusahaan keluarga pada umumnya dirintis dan dibesarkan dengan susah payah dan bertahun-tahun oleh generasi pertama. Banyak terjadi generasi kedua yang telah menuntut ilmu lebih tinggi, mampu mengembangkan skala bisnis menjadi lebih besar. Bahkan generasi kedua seringkali memperbaiki kelemahan generasi pertama dengan lebih berani menerapkan teknologi. Ironisnya, perusahaan yang telah dibesarkan selama bertahun-tahun ini sering kali dihancurkan oleh generasi ketiga, meski tidak mutlak. Hal ini disebabkan anggota keluarga makin banyak yang terlibat dalam pengelolaan bisnis, sehingga sering timbul konflik.

Perintis dan pengelola bisnis keluarga pada generasi pertama lazimnya lebih tangguh dalam mengatasi konflik, karena konflik pada umumnya terjadi pada manager atau direktur yang rata-rata merupakan profesional. Berkat pengalaman jatuh bangun dalam mengelola bisnis keluarga, generasi pertama lebih mampu dan mudah mengatasi dan menyelesaikan konflik, apalagi bila konflik terjadi pada profesional, yang dinlai kurang profesional dengan mudah dipecat atau dikeluarkan dari perusahaan.

Sedangkan pada generasi kedua dan ketiga, jajaran direktur dan manager lebih banyak didominasi anggota keluarga. Anggota keluarga yang menerima warisan jabatan atau merupakan putera mahkota sering tidak atau belum memiliki sense of conflict, karena mereka tiba-tiba diangkat menjadi direktur, akibatnya mereka tidak memiliki pengalaman mengatasi konflik.

Itulah sebabnya, pendahulu disarankan segera memilih putra mahkota sejak dini, sehingga dapat dilatih dan digembleng dalam waktu ysng cukup panjang, agar mereka memahami trick mengatasi konflik. Putera mahkota dapat ditugaskan magang pada setiap lini bisnis agar memperoleh pengalaman yang lengkap, baik di perusahaan sendiri mulai dari aras rendah hingga ke aras puncak, atau diminta belajar di petusahaan orang lain. Jadi, putera mahkota benar-benar memperoleh pengalaman nyata dalam menyelesaikan setiap.konflik.

Hal ini berbeda, bila putera mahkota dipersiapkan dengan terburu-buru dan langsung diangkat menjadi CEO, maka mereka tidak pernah merasakan jatuh bangun dari posisi rendah ke puncak, akibatnya malahan sering menimbulkan konflik dengan direktur atsu manager yang sudah cukup loyal pada generasi sebelumnya. Hal ini dapat mengecewakan orang-orang lama yang sudah berpengalaman dan pelan-pelan akan meninggalkan perusahaan keluarga, karena terjadinya konflik dengan pengelola puncak yang baru.

Belum lagi, jajaran direktur dari anggota keluarga  yang cukup banyak, seringkali mengeluarkan kata-kata kasar bahkan berkelahi seperti halnya di rumah. Bila generasi pertama masih hidup dan bisa menjadi mentor, konflik ini dapat diatasi. Namun anggota keluarga sering kali metasa tidak senang karena merasa dibawah bayang-bayang generasi pendiri. Sebaliknya bila generasi pertama sudah meninggal dunia, konflik yang terjadi harus diselesaikan sendiri meski tanpa pengalaman yang mendalam.

Kasus lain yang menjadi beban generasi pertama adalah ketidakbersediaan generasi penerus untuk melanjutkan bisnis keluarga yang sudah dirintis sejak lama. Hal ini disebabkan anak tidak disiapkan sejak dini, srhingga passionnya belum terbentuk. Menunjuk secara buru-buru dapat berakibat fatal. Bila Anda tidak mempersiapkan sejak dini, lebih baik perusahaan tetap dikelola oleh profesional, dan go public atau perusahaan dijual.

Itulah sebabnya, seorang CEO perusahaan selain bisa membuat sukses bisnisnya tetapi juga harus mampu menyerahkan tampuk kepemimpinan hingga tuntas atau suksesi yang mulus.

Nah, bagi Anda yang merintis dan memiliki perusahaan keluarga bersiap-siaplah melakukan kaderisasi sejak dini, agar perusahaan keluarga yang Anda rintis tidak harus berantakan ditangan generasi berikutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun