Sadarkah Bapak, setiap kebungkaman Bapak atas narasi negatif tentang Bapak dan di sisi lain Bapak membangun narasi negatif yang sama atas orang lain, hal itu telah membuat kami anak bangsa menjadi terpecah belah. Dan tanpa sadar, kami pun bingung harus membedakan mana fakta dan mana dusta. Tak jarang, beberapa di antara kami pun harus diciduk karena diduga ikut menyebarkan berita dusta yang berasal dari lingkaran Bapak.
Ketahuilah Pak, sikap Bapak yang kata orang Minang bak anguak anggak geleng amuah, unjuak nan indak babarikan (sifat seseorang yang tidak suka berterus terang dan tidak suka ketegasan dalam sesuatu) telah menimbulkan banyak perpecahan di dalam masyarakat. Mungkinkah visi besar Bapak mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur bisa terlaksana, sementara Bapak tidak jujur dengan diri Bapak sendiri dan orang-orang yang setia mendukung Bapak.
Di tempat atau di daerah lain mungkin cara Bapak ini masih diterima, tapi tidak dalam budaya kami orang Minang. Bapak mungkin bisa tanyakan kepada keluarga Bapak yang terlibat PRRI, bagaimana kami orang Minang menetukan pilihan memilih pemimpin. Budaya dan agama bagi masyarakat Minang berjalan beriringan. Bagi kami pemimpin itu hendaknya harus memegang 4 hal, yakni sidiq (benar perkataan dan benar perbuatannya), fathanah (cerdas dalam menyampaikan visinya), amanah (benar-benar bisa dipercaya), dan tabligh (menyampaikan atau tidak menyembunyikan sesuatu).
Mulai detik ini, kami tidak peduli Bapak akan melakukan apa dan berbuat apa untuk kepentingan pribadi Bapak. Bagi kami, sikap Bapak yang tidak mau berterus terang adalah sebuah pengkhianatan bagi perjuangan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Minang yang telah berjuang mati-matian untuk Bapak. Semoga lekaslah hari pembalasan itu tiba. Sejarah akan membuktikan, tidak ada tempat bagi pengkhianat di dalam perjuangan.