Mohon tunggu...
A.S.Su.santi
A.S.Su.santi Mohon Tunggu... Freelancer - I hear I see

Perempuan yang gemar berkelana dalam imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SMS dan Sebuah Ingatan

31 Oktober 2020   13:22 Diperbarui: 31 Oktober 2020   17:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum magrib lampu sudah padam. Satu jam sudah namun belum ada tanda-tanda lampu akan menyalah. Mati lampu dan sendiri di rumah. Betul-betul kolaborasi yang perfect.
Sendiri membuatku banyak melamun. Pekat mengundang sepihan-serpihan kenangan dan menyatukannya dalam sebuah ruang. Mengenang adalah sebuah apresiasi terhadap masa lalu. Dan aku menyukai aktivitas yang satu ini.
Banyak ekspresi yang tercipta. Mulai dari senyum, tertawa, jengkel, gregetan dsb.
Kali ini sebuah ingatan yang muncul tak kalah sebuah sms masuk yang isinya seperti ini:
"Tumben statusnya Kak' S***t masuk akal." Sebelum membalas sms itu aku intip status yang dia maksud itu. "OOOooooo..." Tanggapku setelah membacanya. Kemudian aku balas sms itu " Mungkin pikirannya lagi waras...baru dapat hidayah dari Sang Khalik maybe.....palingan bentar lagi kembali ngawur......sepertinya dia sangat merasa kehilangan....perilakunya selama ini merupakan bentuk protesnya."
Entahlah opiniku tentangnya benar atau tidak. Tapi itu yang aku tangkap darinya selama ini. Aku mengenal sosoknya melalui komunikasi yang selama ini kami bangun. Banyak cerita yang ia bagi. Termasuk kehilangan yang sangat menyakitkan yang pernah ia alami.
Ekspresinya kala itu datar-datar saja ketika ia menyampaikan berita itu. Namun suaranya tak mampu membohongiku bahwasanya ia amat kehilangan.
Kepergian ayahnya tak pernah ia sangkah sebelumnya. Waktu itu kebetulan ia pulang kampung namun bukan di tempatnya melainkan di daerah lain. Kebetulan ada kegiatan yang diadakan organdanya. Di tempat itulah ia dikabari bahwasanya ayahnya telah berpulang. Merupakan pukulan yang berat memang. Apa lagi menurutnya, ayahnya itu tidak ada riwayat sakit yang berat sebelumnya.
Setelah kejadian itu aku melihat banyak perubahan yang terjadi padanya. Meski cuma sekilas lalu tapi aku cukup merasakan perubahan itu. Ia semakin tak terkendali dalam bertingkah. Mungkin ia merasa pincang dengan keadaannya sekarang.
Tingkahnya yang amburadul sepertinya merupakan bentuk protesnya atas keadaan yang ia alami. Semakin larut dan terpenjara di dalamnya. Tanpa ada usaha untuk mengubah gaya hidupnya menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.
Tidakkah dia sadar bahwa dia merupakan tumpuan harapan orang tuanya. Sebagai anak tertua yang harusnya bisa menjadi panutan bagi adik-adiknya. Tidakkah dia memetik hikmah atas skenario Tuhan terhadap hidupnya. Mungkin Tuhan ingin mengajarkan bagaimana caranya mengemban amanat yang orang tua berikan. Tapi mungkin ia belum menyadarinya. Ah tidak......mungkin belum "mau" menyadari.
Biarkan kesadaran itu berproses dengan waktu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun