Mafhum, secara bahasa, shaum (puasa) memang bersinonim dengan imsak yang artinya menahan. Ramadhan merupakan wahana berlatih menahan diri dari segala macam godaan baik material maupun nonmateriil yang bisa membuat kita lupa diri. Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum, inilah proses penempaan diri. Pelajaran pentingnya adalah bila kita kuat (dalam pelatihan) menahan diri dari yang halal, maka akan lebih kuat menahan diri dari yang haram.
Taqwa merupakan derajat tertinggi tingkat kemuliaan manusia sehingga setiap khutbah Jum'at khatib mengingatkan tentang ketaqwaan. Sebagaimana firman Allah "Inna akramakum 'indallhi atqokum". Dalam konteks ini, puasa Ramadhan mengajarkan strategi jitu, bagaimana cara menghalahkan nafsu yaitu dengan lapar dan dahaga. Karena sejatinya taqwa adalah pengendalian diri, dan pengendalian nafsu.
Kualitas taqwa kita menjadi indikasi kesuksean dari berpuasa kita. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an yang menjelaskan ciri-ciri orang sebagai winner dari puasanya:
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarr' (senang) dan pada saat dlarr' (susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS Ali Imran: 134)
Sebagaimana ayat di atas ada 3 ciri khusus orang-orang bertaqwa yaitu:
Pertama: 'Dermawan', gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi lapang maupun sempit, senang ataupun susah, mudah atu sulit. Orang bertaqwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri, Ia pribadi yang berjiwa sosial, memiliki empati kepada sesama, serta rela berkorban untuk orang lain tak terbatasi oleh keadaan. Bahkan, ia tidak hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya saja, tapi juga kepada semua orang yang membutuhkan.
Mulai awal puasa pelatihan dermawan sudah diajarakan, dengan diberikan janji pasti lipatan pahala tiada terhingga, memberi makan orang yang berpuasa mendapatkan pahala yang sama dengan yang diberi, kemudian muthi'mul ji'an (memberi makanan kepada orang yang lapar) menjadi salah satu kelompok yang dirindukan surga. Dan pada akhir puasa ditendai dengan zakat fitrah sebagai symbol kelulusan atau diterimanya ibadah puasanya. Â
Sifat dermawan atau peduli di atas tumbuh karena kemampuan menahan diri (shaum, atau imsak) dari sifat serakah, kikir, dan egois.
Kedua: 'Sabar', orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Walau marah merupakan gejala manusiawi. Tapi orang yang bertaqwa tidak akan menuruti nafsu dengan mengumbar marah sejadi-jadinya. Al-kadhim (orang yang menahan) memiliki kedekatan makna dengan Al-kadhimah (termos). Keduanya mempunyai fungsi membendung; yang pertama membendung amarah, yang kedua membendung air panas. Sebagaimana termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas di dadanya sehingga orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun ketaqwaan mencegahnya melampiaskannya karena paham akan mudlarat yang bakal timbul. Belajar dari termos, ia hanya menuangkan air panas pada saat tepat dimana jelas maslahat dan urgensi peruntukannya.
Ciri kedua ini sangat jelas bahwa hal tersebut adalah perwujudan dari shaum atau imsak, menahan amarah.