Suasana hangat, semangat, interaktif, dan saling mengedepankan argumen dalil dalam setiap pemaparan maupun sanggahan, namun tetap akrab diselingi dengan canda tawa ranyah, demikian kiranya untuk menggambarkan agenda Rutin Selapanan Syawir Kitab yang dimotori oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU dalam jalur silsilah MWCNU Karangrejo. Syawir Kitab yang dilaksanakan di Masjid Darul Huda Dusun Karangsono Desa Sukowiyono Kecamatan Karangrejo Tulungagung ini mengambil pokok bahasan bab Shiyam (puasa).
Rundown dimulai dengan pembukaan oleh pengendali acara K. Imam Qurtubi, dilanjutkan dengan sambutan-sambutan mulai dari Ketua Takmir Masjid, disambung sambutan dari MWCNU Karangrejo oleh KH Asrori (Katib Syuriah).Â
Memasuki agenda inti malam ini (Senin, 10 Pebruari 2025) suasan terasa seperti masuk dalam sebuah pesantren salaf, ketika mendengarkan K Muhammad Toha membacakan kitab yang dikaji. Mustami' terhanyut dalam nuansa merdu suara dan irama pembacaan kitab oleh Sang Qori'.
Setelah tuntas pembacaan kitab, agenda diteruskan dengan paparan penjelasan oleh Rois Syawir oleh Kang Faqih. Baliau menjelaskan masing-masing item dengan bahasa lugas, dan jelas sehingga semua mudah untuk memahami muatan inti dalam kitab. Â Selanjutnya Rois memberi kesempatan luas kepada mustami' untuk bertanya.
Tak disangka ternyata responnya luar biasa, mustami' perempuan yang bertanya tentang haid pertama terjadi dua hari keluar, dua hari bersih, terus menerus hingga selama dua bulan. Apakah ini haid atau istihadloh? Karena ini diluar konteks tema kajian, maka tema ini akan diagendakan khusus untuk syawir pada kesempatan lain.
Selanjutnya pertanyaan datang dari jamaah laki-laki, beliau menanyakan bagaimana hukum puasanya orang yang diinfus?Â
Pertanyaan ini membuat diskusi begitu hidup, masing-masing pihak membawa argumen yang menguatkan, saling lontar pendapat terjadi begitu baik, karena semua berdasarkan ilmu. Setelah melalui proses adu argumen yang cukup alot, akhirnya disimpulkan bahwa orang yang menggunakan infus puasanya dihukumi batal, karena infus itu memasukkan nutrisi sebagai pengganti makanan. Walaupun tidak melalui 5 lobang alami yang dimiliki manusia, tapi hal ini bertentangan dengan makna dan tujuan hakikat puasa untuk menahan diri.Â
Tuntas membahas pertanyaan kedua, dibuka lagi sesi bertanya, kali ini kembali seorang ibu bertanya, bila kita membatalkan puasa kemudian melakukan hubungan suami-istri (jimak disiang hari) apakah kena hukum kafarat sebagaimana yang dijelaskan tadi? Kemudian mandi besarnya dilakukan kapan yang benar?
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa 'Kafarat' yang harus dibayarkan jika berhubungan suami istri di siang hari saat bulan Ramadan adalah (secara berturut-turut) (1) Memerdekakan seorang hamba sahaya perempuan. Â Bila tidak ada, tak mampu, atau tak memungkinkan, maka (2) Berpuasa dua bulan berturut-turut. Bila masih juga tidak mampu melakukan, maka (3) Memberi makan 60 orang miskin (sesuai ketentuan syari'at agama).Â
Dalam paparan di atas tidak menyebutkan apakah ia berpuasa atau tidak, tapi melakukannya di bulan puasa, artinya semua kena funishmen hukum syar'i sebagaimana di atas. Masih ditambah mengoqho puasa yang ditinggalkan atau yang batal.