Mohon tunggu...
Suselo Suluhito
Suselo Suluhito Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satu Tangis Sri Mulyani Untuk Ratusan Juta Senyuman Rakyat Indonesia

15 November 2012   08:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:19 2560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibu Pertiwi bisa tersenyum manis sekarang. McKencsey, konsultan manajemen dunia, mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi salah satu dari 7 negara maju baru di tahun 2030. Ditambah lagi ramalannya yang mengatakan Gross Domestic Product(GDP) Indonesia sebentar lagi akan menyalip Jerman, senyum Indonesia makin lebar.

Pujian McKensey bukan basa-basi. Kita memang bisa menjadi negara maju. Lihat saja, dua tahun lalu kita baru saja menyalip GDP Belanda. Tahun 2008 kita juga menjadi negara yang paling tangguh dalam menghadapi krisis global. Disusul tahun 2012, ditengah krisis eropa amerika, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan terbesar kedua dunia.

Rakyat patut berbangga dengan prestasi pemerintah. Ditengah-tengah korupsi yang masih merajalela, negara ini bisa perkasa di bidang ekonomi. Betapa hebatnya Indonesia jika disaat yang bersamaan korupsi berhasil dihilangkan.

Dibalik capaian ekonomi yang gemilang ini, saya jadi teringat sosok Sri Mulyani Indrawati. Menteri keuangan yang paling saya kagumi, meskipun sangat kontroversial. Ibu Sri Mulyani inilah aktor utama pengambil kebijakan ekonomi negara yang menjadikan Indonesia superior.

Saya paham kasus dana talangan Bank Century yang menjerat beliau. Bank Century ini bukan kasus korupsi seperti yang kita dengar selama ini. Ini adalah kasus salah kebijakan. Disebut salah kebijakan karena satu hal, pemilik Bank Century mencuri uang nasabah sekaligus uang negara. Sri Mulyani sendiri juga mengakui bahwa dia merasa ditipu saat rapat pengambilan keputusan. Andai tidak ada pencurian oleh pemilik Bank Century, maka kasus ini tidak akan pernah ada.

Dulu saya menganggap Sri Mulyani kehilagan akal sehat saat membuat keputusan bailout Century dari dana APBN. Rakyat Indonesia dikorbankan hanya karena kesalahan sebuah bank kecil. Tapi saya percaya Sri Mulyani bekerja profesional. Dia bukan menteri dari kalangan partai politik yang mudah terjebak kepentingan golongan.

------------------------------------------------------

Sebagai orang yang lahir di generasi 90an, rekaman krisis ekonomi Asia tahun 1997 dan krisis Indonesia tahun 1998 pasti sangat membekas. Diantara krisis saat itu ada 2 yang paling menyakitkan, yaitu krisis politik dan krisis ekonomi. Krisis ekonomi ini kemudian disebut krisis moneter, yang salah satu dampaknya tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar naik lebih dari 5 kali lipat menjadi 13.000 rupiah dari sebelumnya hanya 2.500 rupiah.

Pada umumnya bank menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan kembali ke pembangunan melalui kredit. Tapi tiba-tiba beberapa bank kolaps gara-gara pengelolaan keuangannya salah dan tidak wajar. Bank yang kolaps bukan hanya bank kecil, tapi juga bank-bank besar.

Dana yang dihimpun di bank tidak 100% likuid dan bisa ditarik kapan saja karena sebagian uang nasabah masih tersalurkan dalam bentuk piutang. Tapi saat itu masyarakat berbondong-bondong menarik uang simpanannya karena panik dan takut banknya ikut bangkrut. Kas bank tidak cukup untuk mengembalikan uang nasabah yang sangat banyak itu. Alhasil, bank yang dikelola dengan benarpun ikut-ikutan kolaps. Bahkan waktu itu hampir tiap minggu Bank Indonesia mengumumkan sebuah bank bangkrut di media massa.

Disinilah krisis moneter berawal. Krisis ini yang memaksa Indonesia meminjam uang dari IMF untuk merestorasi kekacauan negara. Sebuah pinjaman yang membolehkan IMF menginterupsi kebijakan negara. Untungnya utang IMF bisa dilunasi tahun 2005. Walaupun pelunasannya juga melalui pinjaman baru, tapi pinjaman baru ini tidak seenak jidat mengatur kebijakan negara seperti pinjaman IMF.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun