Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Blind Optimistic

4 Januari 2013   02:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:32 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13572661231557966893

Ingin menjadi juara adalah satu hal.Benar-benar merebut piala adalah hal lain.Bila keduanya berbeda, iadisebut “gagal".Itu yang dialami tim nasional (timnas) sepakbola Indonesia ketika mengikuti“2012 AFF Suzuki Cup”, November tahun lalu.Turnamen sepakbola 2 tahunan untuk negara-negara Asia Tenggara ini, menjadi kalendar penting bagi PSSI untuk membuktikan bahwa sepakbola Indonesia sudah dikelola dengan baik dan benar.

Kali itu, PSSI gagal lagi, gagal lagi.Alasannya sangat jelas.Persiapan menuju ke sana, dilakukan seadanya.Boikot dari KPSI yang tidak mengirim pemain LSI, menjadi sebab utama.Plus hal-hal lain yang menumpuk menjadi satu, membuahkan kegagalan tadi.Jangankan juara, lolosdari babak penyisihan pun tidak dicapai.Pemain timnas pulang sebelum babak semi final dimulai.

Membahas kekalahan tim sepakbola Indonesia nyaris tak ada gunanya.Common news is not a news.Karena biasa kalah, maka suatu kekalahan bukan berita.Nanti - entah kapan - kalau timnas menang, baru berita.Yang akan menjadi bahan renungan kali ini bukan kekalahan PSSI, tetapi sikap masyarakat sebelum turnamen dimulai.Tak hanya official timnas, tetapi masyarakatIndonesia baik yang ada di sini mau pun di Malaysia meramalkan bahwa timnas Indonesia akan menjadi juara."Dari sisi teknis, mental, dan komposisi pemain, Indonesia bisa bersaing dengan tim-tim lain. Kami yakin bisa juara," ujar Habil Marati, manajer Timnas Indonesia, sesaat sebelum berangkat.

Nampaknya, kita masih sulit membedakan antara “keinginan” dan “kenyataan”.Semua orang sadar, bahwa kali ini masih sangat sulit timnas Indonesia menang dalam turnamen AFF 2012.Tetapi keinginan untuk menjadi juara, mengubur rasionalitas dan realitas yang ada.Dari sanalah kemudian lahir apa yang disebut sebagai “Blind Optimistic”.Masyarakat sepakbola Indonesia tidak mengakui realita yang ada, dan lebih memilih bersikap “optimis buta”.

“Keinginan” memang beda dengan “kenyataan”.Dalam praktek,manusia susah memisahkan antara mana “wants” dan “reality”.Keduanya bercampur aduk dalam alam bawah sadar dan muncul dalam bentuk sikap dan pemikiran yang tidak rasional.Blind Optimistic lahir bila seseorang tidak mempunyai pengetahuan dan latar belakang yang memadai tentang subyek yang disikapi.“Being optimistic without basic knowledge of the subject”.

Paradigma Optimis Buta tidak hanya menjangkiti pecandu bola saja.Ia juga merata ke semua aspek kehidupan.Di dunia politik, sebuah partai sesumbar akan menang dalam pemilu 2014.Mereka seolah lupa bahwa elektabilitasnya anjlog ke titik nadir, gara-gara banyak pengurusnya ditahan KPK.Masih bisa dicatat bagaimana masyarakat bingung karena angan-angan pemimpin di bidang sosial, agama dan ekonomi sering tidak sesuai dengan realitas sekelilingnya.Blind Optimistic diderita merata karena ego tinggi yang didekap di dada manusia Indonesia.

Menjadi seseorang optimis yang pas, optimis yang beralasan, optimis yang realistis bukan hal yang sederhana.Tetapi, ia bisa dibantu dengan mencoba merasionalisasikan semua aspek dari subyek yang dituju.Meramalkan timnas juara di piala AFF 2012 tentunya bukan pas, tanpa alasan dan tidak realistis.Menargetkan Jakarta bebas macet dan banjir di akhir tahun 2013 idem dito.Itu sama persis dengan mengangankan Indonesia bebas korupsidi tahun depan.Semuanya pasti dilakukan hanya karena keinginan semata.Ia tidak didasari pengetahuan akan kondisi persepakbolaan Indonesia, kota Jakarta atau sejarah penguasa di Indonesia.Mereka hanya berpikir agar keinginannya bisa segera terwujud.Biasanya, orang seperti ini cepat kecewa karena kegagalan sudah menghadang di depan sana.

Itulah sebabnya membuat resolusi pribadi di awal tahun juga tidak mudah.Di tataran organisasi, menyusun “Key Performance Indicator” (KPI) adalah aktivitas yang paling sulit dari seluruh proses managemen.Ia mensyaratkan agarobyektif perusahaan menjadi parameter utama, dan cita-cita individu tidak boleh dilupakan untuk terlibat.Belum bila harus mengingat variabel-variabel diluarnya yangmelingkupi dan sulitdikontrol.

Sebelum membuat resolusi atau KPI, hendaknya kita melengkapi dengan pengetahuan tentang apa yang akan dihadapi pada masa mendatang.Apa yang kita inginkan harus dikompromikan dengan apa yang mampu kita lakukan.Memasukkan faktor wantssemata-mata tidak akan menuntun kita pada pencapaian obyektif yang realistis.

Tak heran, Presiden Amerika Barack Obama lebih senang menggunakan istilah “harapan”.Harapan mengandung keyakinan bahwa jalan hidup manusia tidak ditulis untuk kita, tetapi harus oleh kita.Harapan adalah sesuatu yang ada di dalam diri kita yang dengan jujur kita pertaruhkan untuk kita raih.

Hope is not blind optimistic.It is not ignoring the enormity of the task ahead or the roadblocks that stand in our path.It is not sitting on the side lines or shirking from a fight. Hope is that thing inside us that insists that something better await us if we have the courage to reach for it, and to work for it, and to fight for it.Hope is the belief that destiny will not be written for us, but by us, by the men and women who are not content to settle for the world as it is, who have the courage to remake the world as it should be”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun