Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiap Musim Durian Teringat Ini

11 September 2022   00:39 Diperbarui: 11 September 2022   00:45 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto durian kiriman Bu Hajjah

Setiap kali musimn durian, ingatanku selalu melayang ke masa lalu, tahun 1993 hingga 2006. Kala itu, aku masih menjadi guru di daerah pelosok. Orang mengatakan pedalaman. Kami tinggal di tepi Sungai Rawas, sungai besar yang bermuara di Sungai Musi. 

Nama desa tempat tinggalku pada saat itu adalah Batu Kucing, Kecamatan Rawas Ilir, Kabupaten Musi Rawas (sekarang Musi Rawas Utara). Transportasi satu-satunya pada saat itu adalah kendaraan sungai: sekoci/speedboat, perahu getek, dan sampan/biduk. 

Sekoci di Sungai Rawas (blogsusanto.com)
Sekoci di Sungai Rawas (blogsusanto.com)

Mengapa setiap musim durian ingatanku melayang ke masa lalu? Tidak lain adalah 'ritual' tahunan anak-anak. Anak-anak bergantian memohon izin tidak masuk sekolah. 

Sendiri atau bersama orang tua mereka meminta izin untuk tidak masuk sekolah karena akan "ngadang dian". Ngadang dian, atau terjemahan bebasnya menghadang durian adalah kegiatan menunggu durian jatuh di kebun durian milik keluarga. Buah durian yang lebat pada musimnya, ditunggui bergantian antarkeluarga keturunan si penanam durian. 

Aku tidak bisa menahan mereka untuk tetap bersekolah. Tenaganya diperlukan untuk membantu orang tuanya mengumpulkan durian-durian masak yang berjatuhan. Selain itu, mereka menjadi teman bermalam orang tuanya di pondok kebun yang jauh dari perkampungan.

Rata-rata, mereka tidak masuk sekolah selama dua hari. Pada hari ketiga, mereka masuk sekolah. Sore harinya, sang orang tua mengantar durian. Katanya, berbagi rezeki. Durian hutan besar-besar. Durian yang diberikan kepadaku pun durian yang besar. Kadang satu buah. Kadang dua buah durian diantar anak-anak ke rumah. 

Jika panen tiba, kami guru pendatang ikut panen tanpa membeli atau bersusah payah menunggu durian runtuh di kebun tengah hutan. Pernah sekali diajak nunggui durian di kebuh di tengah hutan. Aku tidak tahan. Nyamuk di hutan sangat banyak Lagipula jika bukan malam libur atau malam Minggu keesokan harinya pasti mengantuk di sekolah.

Tidak Doyan Durian Tapi Doyan Ini

Sayangnya, istriku tidak doyan durian. Aku pun hanya tahan memakan paling banyak tiga biji durian atau satu juring saja. Jika lebih dari satu juring biasanya durian itu aku masak menjadi bubur atau untuk campuran kopi panas. 

Durian yang menumpuk di pojok dapur, jumlahnya puluhan butir. Semakin hari semakin matang. Baunya menyengat. Sebagian kulitnya pun mulai membuka. Jika kulit durian mulai merekah, pertanda buah di dalamnya tidak enak lagi dimakan karena udara sudah masuk ke dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun