Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tantangan bagi Pendidik Indonesia

15 Mei 2021   23:06 Diperbarui: 15 Mei 2021   23:06 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya, hari ini menemukan video yang diunggah oleh akun Twiter Terselubung Layar Kaca @BungLaca. Status yang dapat dilihat pada https://twitter.com/BungLaca/status/1392368686455877632 mengusik saya selaku pendidik.

Anak Jepang gagal melompati penghalang empat kali. Lihatlah reaksi teman sekelasnya. Tidak ditertawakan. Justru saling menguatkan. BUDAYA suatu negara dibangun dan dikembangkan di ruang kelas. Demikian pengantar twit pada akun tersebut.

Setelah melihat tayangan, yang menurut pengunggah terjadi di Jepang, apakah Anda berpikir itu settingan? Misalnya diatur sesuai skenario: kamu melompat sebanyak tiga kali gagal, lalu teman-teman sekelas akan mengerumuni dan memberikan kata motivasi, dan lompatan keempat kamu harus berhasil. Apakah demikian?

Anda boleh saja berasumsi seperti itu sebab gambar atau video di media sosial memiliki kemungkinan adanya rekayasa. Namun terlepas dari itu semua, adakah pelajaran yang kita petik dari peristiwa tersebut yang kata kita orang Indonesia menyebut sebagai hikmah?

Komentar Netizen

Saya membaca beragam komentar pada cuitan itu. Ada yang berkomentar dengan nada bergurau seperti: 1) Penduduk indo selera humornya tinggi, jadi sekecil apapun kesalahan tetep diketawain, 2) Di kita bakal diketawain atau dibully, biar mentalnya jd lebih kuat, 3) Klo di negara kita, anak itu akan ditertawakan 2 hari 2 malam.. Beda memang, 4) bahkan sampe reunian pun bakal jadi tertawaan, dan 5) sejak kejadian itu nama panggilannya pun akan berubah.

Komentar bernada negatif dan ada kecenderungan pesimis misalnya: 1) Ini kaya teatrikal drama gak sih? Emang udah dikonsep kaya gini, 2) Hidup di Indonesia berat bung, kamu berhasil bukan karena dukungan orang orang, tapi berhasil karena bisa bangkit dari cemooh orang2, 3) Masalahnya "Kegagalan org lain adalah kegembiraan bagi kita", itu yg masih menjadi budaya sebagian dari kita ini. Jika "budaya nyinyir akan kesuksesan orang lain" bisa kita hilangkan, saya yakin kita akan punya generasi spt dalam video itu, 4) Maaf, budaya orang kita saling menjatuhkan. Anaknya kecilnya udah diajarin rasis. Yang bangkotan semakin rasis. Ada yang ngajak bener malah dikeroyok rame" dianggap salah. Ntah kapan mau berubah, dan lain sebagainya.

Secara pribadi saya senang dengan komentar yang bernada optimis dan positif, jauh dari sifat nyinyir. Misalnya komentar seperti ini: 1) Seharusnya tontonan seperti itu diperbanyak karena secara tidak langsung akan memberi motivasi, sugesti dan energi positif apalagi pada anak- anak. Semoga kita termasuk orang yang memberikan kebaikan pada orang lain, 2) Mental juara,.. gagal, kalah, jatuh utk bangkit bangun dn bergerak brusah trs ,dgn dukungan srta BUDAYA sling menguatkan bkn malah menjtuhkan aplagi menghinakan, salute utk JEPANG , 3) Tks atas pencerahan video nya utk bisa saling menguatkan walaupun toh kita harus belajar dari seorang anak kecil ..Semoga kita juga menyikapi dan mempraktekan dalam kehidupan yg positif agar bangsa kita menjadi bangsa yang kuat.

Pendidikan Karakter

Sebagai pendidik, tidak munafik, kadang muncul rasa kesal ketika anak didik kita tidak mampu melakukan sesuatu yang secara umum bisa dilakukan teman-temannya. Reaksi yang kerap muncul, jika tidak mengejek, mencela, ya itu ... menertawakan.

Tidak teralalu salah, warga net yang mengatakan bahwa selera humor kita tinggi. Jangankan hal yang bernuansa lucu, hal serius dan berbahaya pun kadang dijadikan bahan ledekan atau lelucon. Termasuk ketidakmampuan teman mengerjakan sesuatu pun dianggap lucu hingga ditertawakan. Tidak lucu banget, ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun