Mohon tunggu...
Apriana Susaei
Apriana Susaei Mohon Tunggu... Administrasi - senang menulis apa saja

sedikit pengalaman, kurang membaca, jarang belajar dari orang lain, banyak merenung, masih belajar dan senang menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Ada Ular di Kamar

4 Oktober 2022   05:56 Diperbarui: 4 Oktober 2022   21:55 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ular (Pixabay.com/TheDigitalArtist)

Ular selanjutnya yang ku temui berwarna hijau batik, dia serupa Sanca yang sedang berjemur memanjang diatas padang rumput, dia ku belai lembut, tidak ada takut ku rasa, hari berikutnya tersiar khabar istriku mengandung anak kedua.

Bala bantuan telah datang, Udin dan Watno tetangga sebelah datang menenteng tongkat bambu setelah istriku mendatanginya meminta pertolongan. Mereka bergegas masuk kamar menemuiku sendiri diatas kasur.

“Sebelah mana pak ularnya?” tanya Udin.

“Itu dibawah bantal”, jawabku pelan.

“Pak Watno sebelah sana pak, biar kita kepung,” pinta Udin kepada Pak Watno untuk berdiri di sudut kamar.

Aku mulai memberanikan diri turun dari kasur, tanpa sedetik pun ku lepas penggaris panjang yang sejak tadi ku pegang.

Udin mulai menyibak bantal, jantungku mulai berdetak kencang, dag-dig-dug. Keringatku pun mulai keluar membasahi kening. Ular itu kaget, Ular itu adalah Ular kobra sebesar jari kaki orang dewasa, dia memasang kuda-kuda untuk minggat, kepala ditekuk seperti akan mematuk. Tongkat yang dibawa Udin dia abaikan seolah-olah dia tahu untuk apa tongkat itu digunakan.

Dia menggeliat pergi ke balik lemari, secepat kilat.

“Bunuh saja Pak!” ujarku tegas.

Udin lalu mengintip ke balik lemari sambil mengorek-ngorek lantai menggapai badan ular. Watno yang dari tadi hanya berdiri mulai berjaga di ujung lemari, dia berusaha mencegat. Ular itu keluar dari balik lemari, tongkat Watno yang dia pegang untuk memukul tak mengenainya, ular itu berlari menghindar, mendesis kencang, marah, seakan tak mau diganggu.

Sesaat tongkat Watno tak mengenainya, dia melompat mendatangiku, secepat kilat hampir tak bisa kulihat, tiba-tiba dia sudah dekat dengan kakiku, aku menjerit, dia menggigit. Gigi taringnya tajam menghujam kulit seperti jarum suntik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun