Kementerian ESDMÂ tahun 2021 memaparkan, Indonesia memiliki potensi EBT yang melimpah terutama solar, diikuti oleh hidro, bioenergi, angin, panas bumi, dan lautan, dengan total potensi 648,3 GW, termasuk potensi uranium untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Hingga saat ini, baru 2% dari total potensi yang telah dimanfaatkan.
Investasi Hijau berkelanjutan
Melalui presidensi G20 tahun ini, Indonesia memiliki peluang membangun kerja sama dan mencari dukungan dari negara-negara G20 terutama pendanaan dalam mencapai target nir emisi pada tahun 2060.
Bagi Indonesia, pendanaan transisi energi merupakan investasi hijau berkelanjutan karena berfokus pada aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik atau environment, social, dan governance (ESG), yang tujuannya menjaga kelangsungan perekonomian dan kehidupan di muka bumi.
Seperti yang kita tahu, transisi energi ditujukan untuk mengurangi emisi CO2 (dekarbonisasi) guna menanggulangi perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkannya. Investasi hijau dapat mendukung pertumbuhan hijau yang merupakan paradigma baru pertumbuhan ekonomi dan menggabungkan teknologi baru, produk keuangan dan industri yang mempertimbangkan lingkungan, efisiensi energi, dan pengurangan emisi.
Untuk mengantisipasi hal ini, Bank Indonesia sendiri secara umum telah menyusun kebijakan ekonomi hijau agar tidak kehilangan beberapa peluang diantaranya: (1) peluang untuk ekspor terhambat karena tidak memenuhi standar hijau, (2) investasi rendah karbon akan beralih ke negara lain, (3) akses keuangan global yang masuk ke Indonesia akan terbatas.
Menurut Kementerian Keuangan (2022), sebagai pemantik investasi dari swasta, pemerintah telah menunjukkan komitmennya melalui pendanaan publik. Saat ini pemerintah Indonesia telah melakukan climate budget tagging dalam APBN, walaupun baru 34% kebutuhan mitigasi perubahan iklim yang dipenuhi dengan APBN.
Untuk mendukung upaya dan komitmen dalam menanggulangi perubahan iklim, inovasi pendanaan telah dilakukan oleh pemerintah melalui green sukuk dan green bonds. Lebih lanjut, pemerintah juga sedang menggodok aturan teknis pajak karbon yang telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sedangkan menurut Tinjauan Kebijakan Pembiayaan dan Investasi Energi Bersih Indonesia yang dikeluarkan OECD tahun 2021, untuk mewujudkan energi bersih, Indonesia perlu menggalang investasi swasta dalam jumlah lebih besar, termasuk dari sumber asing. Walaupun kenyataannya, Penanaman Modal Asing (PMA) pada sektor energi bersih saat ini masih jauh lebih kecil dibandingkan penanaman modal pada sektor bahan bakar fosil.
Masih dalam tinjauan kebijakan yang sama, OECD merekomendasikan kerangka investasi yang kuat dan menyamakan kedudukan PMA dengan PMDN serta mendorong proses investasi yang transparan, jelas dan dapat diprediksi.
Untuk mendukung Sustainable Financing Instrumen ekonomi hijau, Bank Indonesia menyusun strategi antara lain: Pertama, mengembangkan instrumen keuangan dan investasi hijau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Kedua, membangun ekosistem instrumen keuangan berkelanjutan, termasuk menggunakan taksonomi hijau yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketiga, program pembangunan kapasitas dan bantuan teknis berkelanjutan peningkatan pemahaman dan keahlian seluruh pihak.