Mohon tunggu...
Suryono Brandoi Siringoringo
Suryono Brandoi Siringoringo Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku bukan seorang optimis yg naif yg mnghrapkan harapan-harapanku yg dkecewakan akan dpnuhi dan dpuaskan di masa dpan. Aku juga bukan seorang pesimis yg hdupnya getir, yg trus menerus brkata bhw masa lampau tlh mnunjukan bhw tdk ada sesuatu pun yg bru dbwah matahari. Aku hanya ingin tmpil sbg manusia yg membwa harapan. Aku hdup dgn kyakinan teguh bhw skrng aku bru mlhat pantulan lembut pd sbuah kaca, akan tetapi pd suatu hari aku akan brhdpan dgn masa dpn itu, muka dgn muka.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tak Ada yang Sia-sia dalam Menulis

21 Maret 2012   15:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_177619" align="alignnone" width="347" caption="Ilustrasi (visimaya.com)"][/caption] Menulis pada hakikatnya adalah bertujuan untuk mengungkapkan segala memori yang tersimpan dalam naluri. Mengubah memori tersebut dalam sebentuk kalimat yang tersusun secara rapi dan indah dalam alur sistemik. Yang memiliki kapasitas positif dan kebermanfaatan bagi pembaca. Tentu pula dengan memiliki nilai jual yang bermanfaat. Berbagai ulasan yang membentuk sebuah artikel, apapun jenisnya tersusun dari bangunan dan kerangka yang pada prosesnyamembutuhkan tingkat kejelian yang matang. Seorang penulis tak serta merta menuangkan segala gagasannya tanpa melalui proses editing yang cukup selektif. Kematangan emosional tersaji lewat pemikiran dan daya imaji yang dalam terlepas tulisan dalam bentuk apapun (sajian fakta maupun fiktif). kecermatan berpikir, keluwesan wawasan pengetahuan, pemahaman sosial kultural, dan (bahkan) kematangan mental si penulisnya. Beberapa waktu yang lalu Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran nomor 152/E/T/2012 kepada seluruh rektor/ketua/direktur perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia tentang publikasi karya ilmiah. Dalam Surat edaran tersebut isinya bahwa mulai Agustus 2012 harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. pertama; untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Kedua; untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional diutamakan yang terakreditasi Dikti. Ketiga; untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional. Tak pelak lagi, kebijakan itu menjadi topik hangat di media dan jejaring sosial. Berita itu cepat beredar. Mahasiswa dan kalangan perguruan tinggi atas keputusan ini menunjukkan mereka umumnya terkejut. Ada suasana kecemasan yang terasa. Keadaan ini cukup beralasan. Karena memang Minat Menulis dikalangan Mahasiswa kita sangatlah rendah , Menulis Skripsi saja sudah begitu Susahnya apalagi di jurnal ilmiah, Sehingga Jurnal Ilmiah adalah hal yang masih asing bagi mahasiswa. Menurut pandangan Penulis,kebijakan baru pemerintah tentang Kelulusan Perguruan tinggi tak perlu lah terlalu di cemaskan.Di sini lah seharusnya mahasiswa mendorong dirinya untuk mentradisikan diri menulis. Menulis merupakan kemampuan yang perlu diasah oleh mahasiswa.Bukankah mahasiswa memiliki ilmu, gagasan, pemikiran, aspirasi, dan pengalaman yang bisa membantu untuk dituliskan? Yang barang tentu, apa yang dituliskan mahasiswa bermakna bagi dunia pendidikan dan masyarakat. [caption id="attachment_177620" align="alignnone" width="387" caption=" Mahasiswa Menulis lah (annida-online.com)"]

1332342046909262226
1332342046909262226
[/caption] Namun Mahasiswa tampaknya belum mau dan mampu memberdayakan otak kreatifnya. Dengan kata lain, Selama ini, paradigma mahasiswa hanya puas sebagai konsumen tulisan. mahasiswa memposisikan dirinya sebagai pengguna dan pemanfaat dari tulisan-tulisan orang lain. Faktanya, saat tugas akhir, penulis sering mendapati banyak mahasiswa yang browsing internet demi terpenuhinya tugas. Jelas sudah mahasiswa menyandang sebagai predikat tukang plagiat dan konsumen belaka. Bagaimana pun mahasiswa Sebagai kaum intelektual muda harus mampu membiasakan menulis. Sudah bukan masanya lagi mahasiswa dikatakan sebagai konsumen, dan plagiarisme. Mahasiswa kini harus menjadi produsen tulisan dengan menjadikan menulis sebagai tradisi. Karena Tak ada yang sia-sia dalam menulis. Selain mendapatkan honor dan popularitas, penulis akan dianggap sebagai orang intelektual.Jika ditemui kesalahan dalam menulis, itu bisa menjadi media belajar mahasiswa untuk menulis lebih baik. Peluang menulis sebenarnya besar. Mahasiswa bisa menulis artikel ilmiah populer di surat kabar, artikel ilmiah untuk jurnal, buku, dan lain sebagainya. Ruang-ruang bagi mahasiswa menuangkan ide, gagasan lewat tulisan tak terbatas. Sehingga jika Mahasiswa telah terbiasa dengan dunia tulis menulis, Apapun alasan yang dikemukakan, kebijakan pemerintah harus segera ditindaklanjuti. Semua yang terkait dengan masalah kewajiban menulis, tidak perlu kebakaran jenggot merespons kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang Jurnal Ilmiah yang akan diberlakukan Mulai Bulan Agustus Tahun ini. Sekarang saatnya proses menuju sarjana penulis itu dimulai. Dengan menulis sejarah akan dicatat, dengan menulis peradaban akan dibangun dan dengan menulis pula masa depan akan lebih berwarna.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun