Kita tahu Bangsa Indonesia sejak dahulu lebih dikenal dengan tradisi lisan daripada tradisi menulis. Kultur asli bangsa Indonesia itu bisa lihat misalnya di tengah-tengah masyarakat dengan menjamurnya tempat tongkrongan. Jika di desa kita akrab dengan istilah ‘diskusi kedai kopi’, di kota-kota besar, sebut saja Medan, tempat tongkrongan tersebut tumbuh ibarat jamur di musim hujan. Hal tersebut mencerminkan masih kuatnya tradisi lisan di Indonesia. Maka tidak salah jika penulis berpendapat bahwa tradisi menulis masih belum melekat pada masyarakat Indonesia.Terlebih jika kita melihat dalam dunia pendidikan kita,bisa dikatakan hanya orang tertentu saja yang gemar menulis.
[caption id="attachment_176053" align="alignnone" width="250" caption="Ilustrasi: Rendahnya Minat Menulis di kalangan Mahasiswa (Okezone.com)"][/caption] Melihat kondisi itu jika pada tanggal 27 Januari lalu Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran nomor 152/E/T/2012 kepada seluruh rektor/ketua/direktur perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia tentang publikasi karya ilmiah. Dalam Surat edaran tersebut isinya bahwa mulai Agustus 2012 harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. pertama; untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Kedua; untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional diutamakan yang terakreditasi Dikti. Ketiga; untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional. Sesungguhnya kita sangat mengapresiasi kebijakan yang sangat jitu oleh pemerintah republik ini dalam mengembangkan kualitas lulusan perguruan tinggi dan memperkuat daya saing bangsa dengan negara lain. Sedikitnya ada tiga alasan utama yang melandasi gebrakan ini (Kompas.com, 03/02/12). Pertama, sebagai seorang ahli, sarjana dinilai harus memiliki kemampuan menulis secara ilmiah. Termasuk menguasai tata cara penulisan ilmiah yang baik. Kedua, seorang sarjana yang sudah mahir membuat karya ilmiah, ke depannya dinilai tak akan kesulitan untuk mengerjakan hal serupa. Harapannya, aturan ini dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas karya ilmiah yang dihasilkan oleh Indonesia. Yang terakhir, aturan ini sengaja dibuat untuk mengejar ketertinggalan kita dalam hal pembuatan karya ilmiah. Berdasarkan data Kemendikbud, jumlah karya ilmiah yang dihasilkan perguruan tinggi Indonesia sejak 1996-2011 dalam jurnal internasional saat ini masih rendah hanya 12781 buah, jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia yang mencapai 53691 buah (Kompas.com, 06/02/12). [caption id="attachment_176054" align="alignnone" width="480" caption="Daftar Jurnal ilmiah (mbahwo.com)"]