Mohon tunggu...
Surya Asri Simbolon
Surya Asri Simbolon Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan Kolom Air

selalu pengen mempelajari hal baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbagai Cara untuk Kesejahteraan Masyarakat Pulau Terluar

20 Februari 2017   14:23 Diperbarui: 20 Februari 2017   14:44 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan suatu yang asing lagi jika kita mendengar kalimat “Membangun Indonesia dari Pinggiran”. Satu kalimat yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dan dimaktubkan dalam Nawacitanya pada poin ketiga. Membangun dari pinggiran, satu kata yang begitu banyak mengandung makna dan jika diartikan secara sederhana maka harapan baru bagi mereka yang tinggal di pelosok negeri, atau sering disebut pulau terluar.

Pulau kecil terluar dulunya sering diabaikan dan dianggap tidak menjadi sebuah lokasi yang wajib untuk diperhatikan. Terkadang hanya dianggap sebagai pelengkap dari ribuan pulau yang ada di Indonesia. Hanya sebagai gundukan-gundukan yang dapat memperindah lautan luas atau hanya dianggap sebagai daratan tumbuhnya ribuan pohon kelapa saja. Masih sangat jauh dari kata prioritas dan bahkan jauh dari pembahasan pembangunannya. Kalaupun ada hanya sekedar pembangunan Tugu perbatasan saja.

Data pertengahan tahun 2016 berbicara, ada 92 pulau kecil terluar dimana 31 diantaranya dihuni oleh manusia (berpenduduk). 31 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke ini  berada pada garis terluar Indonesia. Ya, tepat bersebelahan dengan negara tetangga.

Nawacita membangun Indonesia dari pinggiran harusnya memberikan sebuah angin segar khususnya bagi 31 pulau terluar ini. Jika ditelaah semakin jauh maka nawacita ke 3 itu di khususkan untuk mereka yang berada di pinggiran negeri yang memang sangat membutuhkan perhatian pemerintah dan lembaga lainnya.

Sejauh ini sudah banyak bantuan yang diberikan dan itu fakta adanya. Banyak bangunan-bangunan seperti Pabrik es, Desalinasi air, PLTS, PLTD dan bahkan sampai Pos penjaga perbatasan. Dengan banyaknya bantuan tersebut tidak sedikit diantara telah menjadi monumen kenangan saja atau sebagai bukti dan saksi bisu bahwa ada bantuan disini. Selain bantuan yang bersifat fisik, ada juga bantuan yang bersifat non fisik seperti menempatkan para pengajar muda, perawat atau dokter muda bahkan fasilitator pendamping program pemerintah lainnya. Tapi semua itu hanya sementara dan dengan waktu yang relatif singkat.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mencoba mengambil bagian dalam pembangunan pulau terluar. Berbagai progran dilakukan dan salah satunya memberikan bantuan desalinasi air laut di setiap pulau terluar yang notabene memiliki kesulitan mendapatkan air bersih layak konsumsi. Desalinasi ini diharapkan dapat menjawab salah satu permasalahan yang ada di pulau terluar yaitu sulitnya mendapatkan air bersih layak konsumsi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga ikut bergabung ambil bagian memberikan warna baru di pulau terluar. Melalui program pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) Kementerian ESDM memberikan cahaya di gelapnya PPKT. Bukan hanya 2 Kementerian itu saja, masih ada Kemendes, Kemenhub, Kemensos dan beberapa universitas melalui program adopsi pulau juga ikut bersama-sama mewujudkan Nawacita Presiden Jokowi.

 Tidak tanggung-tanggung, bantuan yang telah diberikan dan dibangun akan dikawal oleh para relawan/fasilitator lapangan dari setiap program. Fasilitator yang memberikan penjelasan terkait bantuan dan mengajak masyarakat untuk bersifat pro aktif dan mau memanfaatkan serta menjaga bantuan yang ada. Tetapi Fasilitator yang jangka masa baktinya hanya sementara tidak dapat berbuat banyak, mereka dibatasi oleh waktu penugasan (masa kontrak kerja). Setelah masa penugasan berakhir, maka fasilitator harus kembali ke instansi/lembaga pelaksana program.

Disinilah segalanya berubah. Masyarakat belum sepenuhnya paham apa yang akan mereka lakukan tanpa bimbingan dari fasilitator. Masyarakat belum sepenuhnya bisa mandiri dan dapat berjalan sendiri melanjutkan program. Mereka masih membutuhkan fasilitator yang siap membantu mereka untuk membangun kepercayaan diri, kemampuan organisasi sampai kemampuan leadership.

 Memang sudah menjadi tugas dari seorang Fasilitator untuk membentuk dan menciptakan masyarakat yang siap menjalankan dan melanjutkan program serta memiliki kemampuan dan semangat membangun negeri, tetapi kembali lagi semua itu dibatasi oleh waktu. 8 bulan memang waktu yang cukup lama dalam penantian, tapi 8 bulan merupakan waktu yang sangat singkat membentuk karakter dan pribadi yang memiliki sumber daya manusia yang baik.

Berbagai cara yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk membangun pulau terluar Indonesia, khususnya dalam periode 3 tahun terakhir, tetapi kembali kita lihat bersama apakah nawacita pada poin ke 3 sudah terjawab.?. Permasalahan demi permasalahan telah dicoba untuk memberikan solusi. Permasalahan pendidikan ditengarai dengan program SM3T, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun