Mohon tunggu...
Ahmad Suryani
Ahmad Suryani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hasrat Menembus Batas

4 Januari 2019   00:45 Diperbarui: 4 Januari 2019   00:55 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cita cita merupakan sesuatu yang pastinya di inginkan oleh setiap orang dalam mengejar impian dan harapan, hingga berlomba lah hasrat dan tindakan untuk mecapai impian tersebut. mengambil contoh pada kenyataan yang saya jalani dalam hidup, di mana saya memiliki dua orang keponakan yang masing masing memiliki cita cita luar biasa, dan semangat nya untuk menggapi cita cita bisa saya katakan tidaklah sama dengan sebagian besar anak anak seusianya yang seharusnya menikmati dunia nya dan larut dengan permainan.

Ristiardi Taharat 

Keponakan saya yang saat ini masuk kelas 3 SMK , berdomisili Bekasi Timur. semenjak umur 1 tahun sampai dengan saat ini, saya selalu memperhatikan , sikap, tindakan , maupun tata cara beliau bercakap. anak kedua dari 3 bersaudara,  pendiam, berfikir, dan fokus pada apa yang ingin di capai nya. keras prinsipnya untuk menyelesaikan masalah / pekerjaan rumah yang di berikan pada guru sekolahnya sebagai rasa tanggung jawab sebagai seorang pelajar.

Suatu waktu , saat mengerjakan pekerjaan rumahnya, di saat kami sedang berkumpul bersama keluarga besar tercinta, terlihat asyik Ristiardi / Tiar mengerjakan pekerjaan rumahnya , tanpa menghiraukan percakapan kami yang sedang membahas tentang jalan hidup, dan terkadang membawa canda tawa riang , dan menjadikan daya tarik keponakan keponakan saya yang lain untuk melibatkan diri dalam percapan tersebut.

Tiba tiba , Ristiardi menangis , terisak isak, membuat kami semua yan sedang asyik dengan pembicaraan terhenti dan memperhatikan Ristiardi , dan bertanya tanya , ada apa gerangan , apa yang membuat Tiar menangis. singkatnya , ternyata Tiar berusaha untuk menjawab pekerjaan rumah pelajaran matematika, dan tidak menemui jawaban yang terlihat dari coretan coretan tangan membuat rumusan jawaban pada pekerjaan rumahnya tersebut.

Saya perhatikan soal pada lembaran buku yang ada, ternyata saya pun bingung dengan soal tersebut, tidak mampu saya jawab bukan hanya karena saya seorang yang tidak cakap dalam ilmu matematika, mengingat masa sekolah dahulu matematika adalah pelajaran yang membosankan untuk saya dengan hapalan rumus rumus dan acapkali terkena hukuman dari guru pembimbing pelajaran matematika yang tidak pernah saya selesaikan dengan sempurna.

Pelajaran anak sekolah dasar kelas 5 ( pada saat itu ). sambil berfikir bagaimana cara untuk membantu Tiar menyelesaikan sementara saya sendiri pun tidak mampu. Perlu saya menjawab saya tidak mampu di hadapan ponakan, tentunya saya akan mematahkan semangat Tiar dan semakin bertambah putus asa jika saya menjawab ketidak mampuan saya, sementara saya perhatikan wajah tiar yang tidak henti meneteskan air mata , sama sekali tanpa mengeluarkan sepatah kata.

Mencoba menenangkan dengan mengarahkan Tiar istirahat untuk tidur sebentar , dan kita coba bahas bersama keluarga untuk membantu mencari jalan keluar , dan ternyata bukan hanya saya sendiri yang tidak mampu, kesemua yang ada pun tidak satupun mampu menjawab soal tersebut. buntu , dan fokus pembicaraan menjadi mengarah pada materi pelajaran Tiar , hingga sebagian besar mengatakan tidak sepantasnya anak kelas 5 sekolah dasar menerima pelajaran tersebut.

Selang berapa jam berlalu, kami tersibuk dengan pembicaraan yang tidak jelas dan intinya menyalahkan pelajaran tersebut. Tiar bangun dari tidur nya dan kembali pada mejanya dengan wajah yang terlihat tenang dan tidak ada raut kesedihan di wajahnya lagi. Kami semua yang ada bingung untuk menjelaskan dan bagaimana mencarikan jalan keluar pada Tiar, dan yang saya perhatikan sikapnya , tidak menuntut kami dengan bisa nya menjawab soal yang dia tidak mampu menyelesaikan nya.

Tenang dia ulang mencoret coret selembar kertas, dia ulang dan ulang coretannya. Beberapa menit kemudian terlihat wajah nya berubah menjadi sumringah, tersenyum dan bahagia lepas , mampu Tiar selesaikan pekerjaan rumahnya sendiri, kami semua pun ikut merasakan kebahagiaan yang Tiar rasakan, namun tidak mampu memberikan kata kata lebih selain semangat dan ikut melebur berbahagia bersama Tiar.

Alvin Raihan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun