Mohon tunggu...
Suryadin Laoddang
Suryadin Laoddang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Konsultan Digital Marketing - Pemerhati Budaya Bugis

Lahir tahun 79 di Sulsel. Kini menetap di Yogyakarta sejak 97. Latar belakang pendidikan ekonomi, tetapi lebih tertarik ke masalah Budaya. Khususnya sastra Bugis berupa GALIGO, ELONG-KELONG, DARARI, AKKE ADA, dll.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Berani Melawan Perokok

7 Oktober 2011   09:08 Diperbarui: 4 November 2015   01:19 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

BERANI MELAWAN PEROKOK

Suryadin Laoddang

 

Saat menulis tulisan ini dalam otak, muncul keraguan. Rasa tidak enak atau mawewe dalam bahasa Bugisnya (Jawa : Pekewoh) muncul bersamaan. Saat tulisanan ini kusempurnakan dan kujadikan notes ke-100-ku, yakin dan percaya pasti banyak teman-teman faacebook yang kemudian “tersungging”. Wajar mereka merasa tidak nyaman, karena notes ini berisi ikhwal perlawanan saya sebagai perokok pasif. Perokok yang tak punya rokok tapi dipaksan “menikmati” racun rokok yang lebih mematikan dibanding dengan racun yang dihirup oleh perokok aktif itu sendiri. Semoga anda tidak! Tidak perokok aktif, tidak juga pasif dan lebih penting lagi tidak tersinggung dengan notes ini.

 

Perlawanan saya terhadap rokok bermula dari rumah sendiri, saat masih bujang. Kala itu, sedikitnya ada 11 orang kerabat yang ikut hidup serumah dengan saya, ada yang sudah bekerja ada juga yang masih kuliah. Karena saya adalah penguasa tunggal dirumah tersebut, dengan otoriternya saya bikin maklumat. Pertama, yang tinggal dirumah ini hanyalah mereka yang tidak merokok. Kedua, jika kedapatan merokok, silahkan keluar dari rumah ini. Kejam memang, tapi demikianlah adanya. Dari pengamatan saya, sesungguhnya banyak kerabat yang tersiksa dengan aturan ini. Maka tak jarang mereka kucing-kucingan untuk merokok, kala saya tak dirumah. Salah satu pelakunya akan saya tagg dalam notes ini. Perlawanan kedua saya adalah dengan menempel tulisan satir didinding ruang tamu kami, “Maaf, kami belum mampu membeli ASBAK”.

 

Cara ini terbukti efektif, banyak diantara kerabat dan kolega kami yang paham dan maklum jika kami tidak suka jika ada bau rokok dirumah kami. Terhadap pepatah “tamu adalah raja”, dengan tegas saya katakan “bukankah sang raja itu datang ke gubuk kami dengan membawa rokok sendiri, bukan disediakan oleh pelayannya, jadi suruhlah sang raja mengantongi abu rokoknya dan menelan semua asap rokoknya, tidak usah berbagi dengan sang pelayan”.

 

Meski demikian, tetap saja ada satu atau dua tamu yang kukuh, kokoh dan keukeh menyalakan rokoknya dirumah kami. Pelaku juga akan di tagg dalam notes ini. Berikut adalah perlawanan saya yang terjadi secara beruntun. Kejadian ini terjadi saat mudik lebaran ke Jepara pada lebaran tahun ini. Pasca perjalanan panjang dengan bis berpendingin udara dari Jogja ke Semarang, berikutnya kami harus menumpang bis angkutan umum, bis mini tersebut adalah satu-satunya moda transportasi umum yang melayani rute Semarang – Jepara. Hebatnya meski terbilang mini tapi daya angkut penumpangnya serupa dengan bis besar yang kami tumpangi dari Yogyakarta tadi. Penumpang penuh sesak, beruntunglah kami sekeluarga yang masih mendapatkan tempat duduk, karena naik dari terminal. Bagi mereka yang naik di tengah perjalanan, harus rela berdiri.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun