Mohon tunggu...
Suryadi
Suryadi Mohon Tunggu... -

Saya menulis dengan sikap rendah hati. Saya hanya berharap dari apa yang saya tulis, orang lain akan beroleh manfaat, walau mungkin hanya secuil. Dan saya berharap dari manfaat yang diperoleh orang lain dari tulisan saya itu, Tuhan Yang Maha Kuasa akan berkenan membalasnya dengan menunjukkan jalan kebenaran dalam hidup saya. (Personal page: http://www.universiteitleiden.nl/en/staffmembers/surya-suryadi).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Catatan Lancong #5: Berlayar di Kanal-kanal Giethoorn

22 Agustus 2016   06:52 Diperbarui: 23 Agustus 2016   01:26 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah-rumah Belanda dengan arsitektur tradisional seperti ini dapat dilihat di sepanjang kanal di desa Giethoorn. Interior dan bagian luar rumah-rumah itu sangat bersih dan tertata rapi. (Foto dok. Suryadi)

Sahibul hikayat, pada suatu hari yang cerah-cerah berawan pada tanggal 16 Agustus lalu, kami pergi menukar-nukar pemandangan mata ke Giethoorn, sebuah desa Belanda (banget) di Provinsi Overijssel yang terletak di wilayah Belanda bagian agak ke utara. Giethoorn adalah salah satu desa tujuan wisata favorit di Belanda.

Desa Giethoorn dapat dicapai dengan kereta api dari Amsterdam atau dari lapangan terbang antarbangsa Schiphol. Sekedar maklumat bagi kawan-kawan dari dunia sebelah sono yang ingin berkunjung ke Giethoorn, dari bandar udara Schiphol, misalnya, Saudara bisa naik kereta api yang menuju ke destinasi terakhir Leeuwarden. Setelah melewati stasiun Amsterdam Sloterdijk, Duivendrecht, Almere Centrum, Lelystad Centrum, Zwolle, dan Meppel, maka sampailah 'ular kuning' di stasiun Steenwijk, satu stasiun yang sedikit agak besar sebelum stasiun Leeuwarden, destinasi terakhir. 

Maka turunlah Saudara di Stasiun Steewijk itu. Kemudian pergilah Saudara ke stasiun bus Zwartsluis yang letaknya tidak jauh dari stasiun kereta Steenwijk. Naiklah bus nomor 70 di platform B. Dalam waktu 19 menit bus akan sampai di Halte Wanneperveen Blauwe Hand. Turunlah Saudara di sana, dan di seberang jalan sudah terlihat mulut desa Giethoorn.

Bila Anda hendak pergi ke Giethoorn dari bandara Schiphol atau Amsterdam, naiklah kereta api ke arah destinasi terakhir Leeuwarden, lalu turun di stasiun Steenwijk. (Foto dok. Suryadi)
Bila Anda hendak pergi ke Giethoorn dari bandara Schiphol atau Amsterdam, naiklah kereta api ke arah destinasi terakhir Leeuwarden, lalu turun di stasiun Steenwijk. (Foto dok. Suryadi)
Arkian, Desa Giethoorn, yang terkenal dengan sebutan "het Hollands Venetië in noordwest Overijssel", menjadi sangat terkenal dan dikunjungi oleh banyak pelancong mancanegara karena keunikan topografinya: desa itu 'dicabik-cabik' oleh kanal-kanal yang bersilang siur yang beberapa ujungnya bermuara di sebuah danau yang bernama Bovenwijde. 

Pelancong dapat menyewa boat berkecepatan rendah yang digerakkan dengan mesin listrik yang tenaganya berasal dari accu/aki. Ini disengaja karena banyak pelancong mancanegara belum semahir orang Belanda dalam mengendalikan jalannya boat-boat sewaan mereka. Jadi, akan berbahaya kalau boat-boat itu dilengkapi dengan mesin tempel Yamaha berkecepatan tinggi. Sebaliknya, bagi orang Belanda, mengendalikan jalannya perahu, boat, jacht, atau kapal, seperti minum air putih saja.

Di mulut desa Giethoorn, boat-boat sewaan aneka warna sudah menunggu para pelancong. (Foto dok. Suryadi)
Di mulut desa Giethoorn, boat-boat sewaan aneka warna sudah menunggu para pelancong. (Foto dok. Suryadi)
Kami pun menyewa sebuah boat dan alhamdulillah sang 'Kapten' dapat menjalankannya dengan cukup baik walaupun belum begitu pas bila terpaksa memundurkannya. Ini berkat kursus singkat selama tidak lebih dari dua menit yang selalu diberikan oleh petugas penyewaan boat kepada setiap penyewa sebelum boat dilayarkan.

Kami pun menyewa sebuah boat dan mulai 'mengeksplorasi' kanal-kanal di desa Giethoorn. (Foto dok. Suryadi)
Kami pun menyewa sebuah boat dan mulai 'mengeksplorasi' kanal-kanal di desa Giethoorn. (Foto dok. Suryadi)
Boat-boat sewaan yang sibuk hilir-mudik di kanal-kanal desa Giethoorn. (Foto dok. Suryadi)
Boat-boat sewaan yang sibuk hilir-mudik di kanal-kanal desa Giethoorn. (Foto dok. Suryadi)
Ketika sudah sampai di Danau Bovenwijde, 'Kapten Muda' Farel yang menyertai kami dan bertugas membaca peta rute pelayaran mengambil alih kemudi boat. Kami berlayar selama dua jam dengan sewa boat sebesar 60 euro (kalau datang lagi akan ada korting). Kami menelusuri kanal-kanal desa Giethoorn sampai ke Danau Bovenwijde, berhenti di sebuah ceruknya untuk makan siang di sebuah restoran pinggir danau, sebelum melanjutkan lagi pelayaran hingga sampai kembali di 'pangkalan'.

Boat sewaan kami sampai di Danau Bovenwijde. (Foto dok. Suryadi)
Boat sewaan kami sampai di Danau Bovenwijde. (Foto dok. Suryadi)
Berhenti di sebuah restoran di pinggir Danau Bovenwijde untuk makan siang. (Foto dok. Suryadi)
Berhenti di sebuah restoran di pinggir Danau Bovenwijde untuk makan siang. (Foto dok. Suryadi)
Sambil berlayar, kami melihat pemandangan yang indah, dan kami terkagum-kagum pada kepintaran orang Belanda menjadikan negerinya sumber uang dari pariwisata. D kanal-kanal dan danau hidup dengan bebas bebek, angsa, dan unggas liar lainnya. Desa kecil Giethoorn hari itu tidak hanya dipenuhi oleh turis-turis mancanegara, tapi juga para pelancong lokal dan regional. 

Orang-orang hilir mudik, sendiri atau berombongan: yang berkodak berkodak juga, yang berlayar berlayar juga, yang letih berhenti di restoran mengisi perut sambil bercengkerama dengan suara seperti lebah buncah, yang lain ke luar masuk museum dan gereja tua.

Bebek-bebek liar berenang bebas di sela-sela boat, tak ada tangan-tangan usil yang mengganggu. (Foto dok. Suryadi)
Bebek-bebek liar berenang bebas di sela-sela boat, tak ada tangan-tangan usil yang mengganggu. (Foto dok. Suryadi)
Kebanyakan wisatawan dari Eropa menyewa boat dan mencoba menjalankannya. Sebaliknya, para pelancong dari Asia, seperti Cina, Jepang dan Korea, kecuali mungkin orang Indonesia dan mereka yang berasal dari Jazirah Arabia dan sekitarnya, tampaknya tidak berani menyewa boat, karena mereka tidak biasa menjalankan boat di air. Ini akan membuat mereka bikin 'kekacauan' di kanal-kanal yang relatif sempit itu, karena mereka akan menabrak boat-boat lain dan mencla-mencle ke pinggir sana dan pinggir sini dari kanal-kanal itu.

 Kebanyakan pelancong dari Asia Timur itu lebih suka naik boat besar yang dijalankan oleh pengemudi setempat di mana mereka bisa berlayar sambil minum dan menyantap makanan kecil. Harga tiket untuk naik boat besar itu tidak lebih dari 6,5 euro. Kami juga berjumpa dengan sebuah keluarga Indonesia yang juga menyewa boat. Tampaknya mereka betul-betul akan 'mengeksplorasi' Giethoorn seharian: mereka membawa bekal makan-minum yang cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun