Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Melihat Langit dari Ujung Sedotan

4 Desember 2018   17:42 Diperbarui: 4 Desember 2018   21:12 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: nationalgeographic.grid.id

Namanya Luna, anak biasa yang mimpinya tidak sederhana dan sebiasa penampilannya. Ia pencinta langit, awan dan segala jenis benda benda ajaib yang bertebaran di angkasa. 

Ia mengagumi bintang karena terangnya yang luar biasa walaupun jaraknya menurut buku yang ia baca ratusan kilometer dari bumi, ia juga menyukai bulan, benda kuning besar yang memiliki warna yang indah dan yang bahkan kata beberapa orang bisa menyebabkan kebutaan.

"Astronot..."

"Kerja di NASA,"

"Penemu bintang..."

Begitu jawab Luna kecil ketika ayahnya bertanya apa cita-cita Luna ketika Luna sedang asik meneropong langit melalui sedotan di atas sebuah bangku kayu panjang yang menjadi tempat tidur ayahnya. Ayahnya hanya bisa tertawa masam mendengar mimpi Luna, malu karena sebagai orangtua ia merasa tidak akan mampu mewujudkan impian anaknya.

Keluarga Luna bukanlah keluarga yang berada, mereka hanya tinggal di sebuah tanah lapang mirip sebuah perusahaan swasta yang temboknya di jebol dan sering di jadikan tempat pembuangn sampah bagi warga sekitar. 

Sampah yang merupakan emas bagi Luna dan keluarganya, di mana setiap hari ayah dan ibunya mengais sampah di sana demi mendapatkan barang barang yang bisa di jual agar Luna dan keluarganya bisa makan.

Lambat laun Luna sadar, bahwa mimpinya hanyalah khayalan. Uang mulai menjadi prioritas dalam hidupnya, sekolah Luna tetap jalan walau mungkin nilai Luna berantakan. Meski begitu, Luna tidak pernah menghentikan kebiasaannya.

Ia mencintai langit lebih dari uang yang ia dapat dari hasi memulung setiap pulang sekolah. Setiap malam, ia selalu meneropong langit dengan sedotan, dari mulai di bangku panjang hingga kini ia lebih memilih di bantaran kali yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya. 

Ya, Luna enggan membuat ayahnya yang mulai tua bergadang menungguinya tiduran di bangku kayu -yang notabene menjadi tempat tidur ayahnya- sampai ia puas melihat bintang dan teman temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun