Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mau Mengabdi atau Memenuhi Ambisi

22 Februari 2018   08:44 Diperbarui: 22 Februari 2018   09:14 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.beritasatu.com

Pertanyaan itu terlontar di benak saya ketika menyaksikan acara mata najwa kemarin, rabu 21/02/2018 live di studio 41 Trans7. Dalam acara tersebut muncul pengakuan yang sebenarnya sudah menjadi rahasi umum, namun jarang mau di ekspose ke publik mengenai mahar (atau bahasa halusnya sumbangan) yang di minta parpol untuk para kader atau mungkin mereka yang menginginkan surat rekomendasi untuk maju di kontestasi politik seperti Pilkada atau mungkin Pileg.

Dalam acara tersebut, seorang dari kader Partai Politik mengakui bahwa ia di minta 350 juta per kursi oleh salah seorang pengurus di Partainya untuk maju di Pilkada tahun ini, dimana Partainya sendiri memiliki 5 kursi di legislatif. Jika 5 kursi tersebut di kali 350 juta per kursinya, maka kita akan mendapatkan angka 1.750.000.000 (baca : satu milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah !!).Angka yang bisa dibilang sangat besar, tapi mungkin akan menjadi kecil jika saja para caleg itu menang di Pilkada dan berniat menggerus kas negara.

Selain itu dalam acara kemarin, ada juga seorang narasumber yang dengan santainya mengakui bahwa ia termasuk yang menghitung jumlah 'sumbangan' (jika tidak mau di bilang mahar) tersebut dengan alasan sedih melihat kadernya yang menurutnya berpotensi. Bawaslu sendiri yang di undang dalam acara tersebut mengatakan mereka butuh alat bukti yang kuat untuk menindaklanjuti temuan temuan ini, sementara KPK yang juga di undang dalam acara tersebut siap membantu, namun sepertinya terbentur oleh undang undang partai politik yang menyebutkan bahwa Partai Politik berhak menerima dana "sumbangan" (yang anehnya di patok) untuk keperluan Pilkada.

Saya sendiri tidak mengerti mengapa seseorang mau mengeluarkan uang segitu besarnya untuk menjadi kepala daerah jika memang niat mereka mau memajukan daerah mereka. Memang patut di akui bahwa ongkos politik di negara yang katanya demokrasi ini cukup mahal, tapi untuk mengeluarkan uang dengan angka yang tidak jelas dari mana asal muasalnya dan untuk keperluan dan budgeting yang seperti apa, bukankah harus di pikir dua kali ? Kasarnya, jika uang pribadi saja ia rela keluarkan untuk keperluan yang tidak jelas, bagaimana mungkin ia bisa bertanggung jawab terhadap uang negara yang masuk ke kas daerah.

Patut digaris bawahi, bahwa menjadi kepala daerah adalah soal mengabdi, bukan ongkang ongkang kaki atau malah menjadi calo proyek hingga berakhir di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kepala daerah harus bisa mengadministrasi keadilan sosial seperti yang di amanatkan dalam Pancasila pasal yang kelima sehingga bisa mempersempit jurang antara si miskin dan si kaya dan rakyat bisa merasakan kehadiran negara melalui kebijakan kebijakan yang di keluarkannya. Indonesia butuh negarawan yag mau bekerja keras siang malam untuk kepentingan bangsa, bukan politisi yang akan menjadi sapih perah bagi partai atau mungkin cukong cukong yang telah menyokongnya. Ongkos politik memang mahal, tapi bukankah itu sudah menjadi konsekuensi. Jika memang benar benar mau mengabdi, bukankah harusnya mereka sudah siap dengan segala konsekuensi.

Kalau berambisi ??

Jakarta 22/02/2018  pukul 08:41

gbr : 1

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun