Mohon tunggu...
Surtan Siahaan
Surtan Siahaan Mohon Tunggu... Penulis -

Berbahagialah orang yang tidak sukses, selama mereka tidak punya beban. Bagi yang memberhalakan kesuksesan, tapi gagal, boleh ditunggu di lapangan parkir: siapa tahu meloncat dari lantai 20. -Seno Gumira Ajidarma-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membuat Hoaks dan Ujaran Kebencian Tak Lagi Punya "Gaung"

4 Agustus 2018   16:16 Diperbarui: 4 Agustus 2018   16:23 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ujaran Kebencian dan Hoaks Bisa Sangat Merusak/Sumber Foto: Pixabay.com

Saya yakin, media konvensional memiliki jangkauan pembaca/pengguna yang tidak kalah luas dibandingkan media sosial. Untuk media online/platform blog grup kompas, misalnya, traffic (pengunjung) Tribunnews.com, Kompas.com dan Kompasiana mencapai masing-masing 225 juta, 115,6 juta dan 16,6 juta (data diperoleh dari Simmilar Web mengacu pada traffic bulan Juni 2018).

Dengan daya jangkau tersebut, ide-ide kebhinekaan bisa lebih jauh menjangkau banyak orang.

Dalam kerja sama ini, saya tidak hanya berhenti pada eduksi wartawan melainkan mendorong sesuatu yang lebih konkrit. Misalnya, menjalin kerja sama antara media dan Kemenag untuk membuat fitur pemeriksa fakta (fact checker). 

Pada fitur ini, kabar hoaks yang tengah jadi perhatian langsung mendapat klarifikasi dengan cepat dan akurat.

Di Indonesia, hal ini sebenarnya sudah dilakukan Facebook bekerja sama dengan media online Tirto.id. Namun, jika Kemenag bisa mendorong munculnya fitur yang sama di seluruh media online/platform blog besar di Indonesia, dampaknya akan lebih terasa mengingat potensi traffic yang dimiliki media konvensional masih sangat besar.

Pasukan Siber Kemenag

Seperti yang kita tahu, konten kebencian dan permusuhan yang beredar di media sosial tidak muncul secara alami. Ada dugaan, terdapat pihak tertentu yang bermain menciptakan dan menyebar hoaks untuk memecah belah bangsa.

Oleh karena itu, perlawanan yang dilakukan pemerintah, khususnya Kemenag harus semakin sistematis. Jika ada kelompok yang bekerja menyebarkan konten negatif, maka harus ada pula kelompok yang bekerja untuk meredamnya.

Sebagai Menteri Agama RI, kelompok saya ini akan saya sebut sebagai pasukan pemburu hoaks. Salah satu contoh pekerjaan dari kelompok pemburu hoaks ini adalah mencari dan melakukan serangan balik terhadap konten negatif yang ditemukan di media sosial.

Misalnya, melalui sebuah penelitian terungkap bahwa grup Facebook menjadi tempat yang sering dijadikan sasaran menyebar kebencian.

Jika menemukan grup seperti ini, pasukan pemburu hoaks bisa ikut bergabung dengan grup tersebut dan mematahkan kabar bohong dan kebencian yang disebar. Atau, pasukan ini bisa juga membuat grup tandingan yang tujuannya mengklarifikasi tuduhan-tuduhan dari grup tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun