Mohon tunggu...
Surtan Siahaan
Surtan Siahaan Mohon Tunggu... Penulis -

Berbahagialah orang yang tidak sukses, selama mereka tidak punya beban. Bagi yang memberhalakan kesuksesan, tapi gagal, boleh ditunggu di lapangan parkir: siapa tahu meloncat dari lantai 20. -Seno Gumira Ajidarma-

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Obrog Pantura, Saat Via Valen Ikut Membangunkan Sahur

5 Juni 2018   16:06 Diperbarui: 5 Juni 2018   16:42 2112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Via Vallen, Penyanyi Dangdut Cantik yang Sedang Naik Daun/Sumber Foto: news.bbmessaging.com

Pantura, sebuah penamaan yang mengacu pada jalur jalan di sisi utara pesisir Jawa, merupakan bahan perbincangan yang tak ada habisnya.

Selain terkenal karena jalannya yang kerap rusak parah, Pantura yang meliputi kota-kota seperti Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Losari, Palimanan dan lain sebagainya juga terkenal akan budaya serta tradisinya yang kaya dan unik.

Salah satu tradisi khas Pantura yang berkaitan dengan bulan Ramadan adalah pawai Obrog. Dulu, pawai yang dilakukan keliling kampung ini terdiri dari serombongan orang yang membawa Genjring, sebuah alat musik tabuh yang dilengkapi simbal-simbal kecil, kentongan bambu hingga beduk masjid. Tujuannya untuk membangunkan orang saat sahur.

Nah, asal nama Obrog sendiri berasal dari bunyi yang dikeluarkan peralatan musik tersebut. Orang Cirebon dan Indramayu, menyebut aktivitas pawai obrog dengan istilah Ngoprek.

Saat saya masih kecil sekitar awal tahun 1990, pawai Obrog biasanya membunyikan kentongan sambil menyanyikan lagu-lagu qasidah dan shalawat nabi. Umumnya, anggota rombongan terdiri remaja dan pria dewasa. Di sekitar tahun-tahun itu di Cirebon, hampir tidak pernah saya melihat seorang perempuan dalam rombongan Obrog.

Namun, zaman berubah. Pada pertengahan tahun 1990, booming musik tarling dangdut di seantero Pantura membuat pawai Obrog mengganti wajahnya. 

Jika semula alat musik yang digunakan untuk Obrog hanya alat musik tabuh tradisional, rombongan ini mulai menyisipkan pemain suling dan gitar elektrik lengkap dengan sebuah pengeras suara yang diletakkan di atas gerobak.

Lagu yang dimainkan juga tidak hanya yang bernafas Islami, melainkan lagu dangdut Cirebonan. Sedangkan penyanyinya adalah seorang biduan. Saya masih ingat, saat itu tidak ada seorang pun di rumah yang masih tertidur lelap ketika Obrog-obrog melintas di depan rumah.

Suara biduan yang mendayu-dayu, diiringi raungan gitar listrik dan alunan suling sukses membuat seisi kampung terjaga. Nah, lagu-lagu yang dinyanyikan rata-rata lagu berlirik galau tentang hubungan asmara yang kandas. Saya yang saat itu masih kecil tentu tidak paham, namun kebanyakan orang dewasa yang mendengar akan mesem-mesem dan tak jarang ikut berdendang. Berikut ini salah satu petikan syairnya.

Wis percuma aja ditangisi

Bati gawe lara ning ati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun