Mohon tunggu...
Santi Harahap
Santi Harahap Mohon Tunggu... Administrasi - Berjuang menegakkan kebenaran walaupun dengan Do'a

Berbagi walaupun hanya dengan satu kata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Terjepit dalam Arus Terorisme

8 Maret 2016   19:07 Diperbarui: 8 Maret 2016   19:13 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="No Teroris"][/caption]

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 14 Januari 2016 warga Jakarta  dihebohkan dan sedikit dibuat ketakutan oleh aksi beberapa orang nekat yang sudah bosan hidup dengan melakukan bom bunuh diri dan penembakan. Dalam ingatan warga Jakarta, mungkin masih belum lupa bagaimana aksi teror itu terjadi. Aksi teror di wilayah ibu kota di mulai tahun 2000 dengan pengeboman Kedubes Filipina, teror bom Kedubes Malaysia dan bom Gedung Bursa Efek. Aksi teror berlanjut di tahun 2001 dengan peledakan bom di Gereja Santa Anna dan HKBP  serta peledakan bom di kawasan Plaza Atrium Senen. Pada tahun 2003, Indonesia bahkan dunia dikejutkan dengan bom yang diledakan di Hotel JW Marriott yang memakan korban tewas berjumlah puluhan dan ratusan lebih orang lainnya menderita luka-luka. Begitu juga publik Indonesia tidak lupa dengan pemboman di Kedubes Australia pada tahun 2004. Lima tahun kemudian tepatnya tahun 2009, dua bom diledakkan secara bersamaan di Jakarta tepatnya JW Marriott dan Ritz-Carlton. Jika teror yang lalu-lalu dilakukan di dalam bangunan, aksinya tertutup serta targetnya jelas, namun pada tahun 2016 aksi teror sudah menggila dengan terang-terangan tanpa target yang jelas dan membabi buta. Siapa saja bisa menjadi korban.

Dalam benak kita sering bertanya-tanya, kenapa kok sampai tega orang berbuat keji sedemikian rupa tanpa mempunyai rasa kemanusiaan sedikitpun. Apakah pelakunya sudah kemasukan “Jin” atau sedang mabuk atau bahkan banyak psikolog bilang mereka sudah dicuci otaknya sehingga dalam aksinya tidak menyadari apa yang sedang diperbuat. Penulis meyakini, jika dalam keadaan  sadar orang yang masih normal pasti akan memperhitungkan apa yang akan diperbuatnya.

Teroris sekarang sudah semakin radikal, teror yang mereka lakukan mengatasnamakan Islam. Bagi mereka, manusia yang berada di luar kelompoknya adalah kafir, halal darahnya. Manusia yang tidak mendukungnya boleh dibunuh. Orang yang tidak berbai’at terhadap pemimpinnya telah murtad dan keluar dari agamanya. Negara yang berada di luar Khilafah Islamiyyah wajib diperangi. Berbagai alasan pembenaran atas perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan atas nama agama yang seharusnya menjadi “rahmat bagi semesta alam”. Rahmat yang berarti “kasih” terhadap sesama manusia bahkan untuk hewan, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda lain.

Sejarah telah mencatat, bahwa awal mula teroris atas nama Islam bermula saat setelah Amerika dan sekutunya menyerang Irak untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Saddam Husein. Dari titik inilah awal mula teroris dalam Islam bersemi karena dendam terhadap para penjajah Barat yang telah menyebabkan anak, istri, suami, bapak, ibu, saudara hingga teman dan sahabat tewas dalam peluru dan rudal-rudal Amerika dan sekutunya serta yang mendukungnya dalam kaitan satu agama. Dendam terhadap Barat dilampiaskan dengan membom target-target yang dijadikan tempat berkumpul warganya seperti Kedutaan Besar, cafe dan hotel oleh orang-orang yang baru kembali dari perang di Timur Tengah. Tetapi sayang, target dan sasarannya berada di negara yang sebenarnya tidak terkait seperti halnya Indonesia yang masih dalam kawasan perlindungan bangsa Indonesia menurut hukum internasional yang berlaku. Head to head akhirnya terjadi antara teroris dengan warga dan aparat Indonesia tidak bisa dielakan. Teroris tidak pandang bulu siapa korbannya, baik warga mana, negara mana maupun agama apa selama melindungi aset Barat dan bekerja sama dengannya akan menjadi sasaran teror. Indonesia mau tidak mau ikut dalam proyek perlawanan terhadap terorisme global.

Allah memberikan takdir kepada bangsa Indonesia dalam keanekaragaman agama, suku, budaya dan bahasa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Takdir Allah sama seperti Allah mentakdirkan negara lain seperti Amerika dan sekutunya dengan liberalismenya serta Saudi Arabia dan kebanyakan Timur Tengah dengan Syariat Islamnya.  Dan itu sudah menjadi takdir Allah dalam penciptaan bangsa-bangsa dengan identitas masing supaya saling mengenal satu sama lainnya. Tidak akan mungkin bisa menjadikan dunia ini dalam satu negara dengan satu identitas karena hal tersebut sesungguhnya mustahil dan menolak kehendak Allah yang sudah menakdirkan berbagai bangsa-bangsa. Sama mustahilnya seperti manusia yang berkeinginan menjadikan manusia seluruhnya berada dalam satu agama, karena Allah sudah menakdirkan manusia untuk bebas memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk. Dari hal tersebut, manusia yang satu dengan yang lain akan berkreasi dan berkeinginan sehingga timbulah agama yang berbeda atau bangsa dan negara yang berbeda. Tinggal manusia tersebut mempertanggungjawabkan apa yang dipilihnya.

Situasi terakhir dikawasan Timur Tengah semakin tidak menentu. Perang bergolak memperebutkan kekuasaan dan memperebutkan sektarian yang merasa paling benar. Perang bertambah besar dengan adanya negara pendukung bagi penguasa dan negara dengan paham yang sama, apakah akan terjadi perang dunia ketiga???. Pendukung penguasa perang tidak tanggung-tanggung, mulai dari negara super power Amerika dan negara pesaing era perang dingin Rusia. Timur Tengah seperti kue yang menjadi rebutan banyak negara karena kaya akan minyak bumi dan paham yang wajib dibela. Bangsa Indonesia yang berada pada posisi netral dan berharap sebagai penengah dengan umat muslim terbesar di dunia justru diharapkan menjadi pendukung salah satu pihak yang bertikai. Jika Indonesia tidak ikut berperang membela penguasa perang, maka akan dicap telah mendukung lawan perangnya dan dianggap musuh. Disisi lain jika Indonesia tidak ikut membela paham yang sama dengan mayoritas Muslim di Indonesia maka akan dibilang Indonesia kafir karena telah membela paham yang sesat dan menjadi musuh paham yang benar. Itulah dilema bangsa ini. DIBUTUHKAN SUATU KEBIJAKAN YANG TEPAT UNTUK MENJADIKAN INDONESIA KELUAR DARI SITUASI YANG SULIT BERKAITAN DENGAN PENANGANGAN TERORISME GLOBAL.

Di dalam negeri sendiri, Indonesia sedang sibuk-sibuknya mengatasi masalah teroris yang sudah lama dan belum ada titik terang untuk bisa diatasi oleh pihak keamanan, program deradikalisasi yang belum dilaksanakan secara maksimal, dan tidak jelasnya revisi UU teroris semakin membuat negara ini berada dalam arus teroris baik dalam maupun luar negeri. Tapi yang jelas bangsa ini adalah bangsa yang besar yang dapat menyelesaikan masalah bangsa atas kekuatan sendiri, dan juga perlu diingat negara ini bukanlah milik salah satu agama, bukan Islam, bukan Kristen, bukan Hindu, bukan juga Budha. Negara ini dibangun atas dasar Ketuhanan yang Maha Esa dan persatuan bangsa yang kuat, marilah bersama-sama kita perangi teroris di negara yang kita cintai ini, jangan sampai negara ini menjadi sarang teroris, yang seenaknya membunuh manusia yang tidak berdosa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun