Mohon tunggu...
Sur Aji
Sur Aji Mohon Tunggu... Ilmuwan - Environment, Conservation and Marine Planning Specialist

Bekerja membidangi: konservasi ekosistem dan pengelolaan kawasan konservasi perairan, konservasi keanekaragaman hayati, perencanaan ruang laut kawasan strategis nasional pada Kementerian Kelautan dan Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Jejaring Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

4 Januari 2010   07:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:38 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengertian konservasi, khususnya konservasi sumberdaya ikan telah dipahami sebagai upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan. Nyata bahwa konservasi bukan hanya upaya perlindungan semata, namun juga secara seimbang melestarikan dan memanfaatkan berkelanjutan sumberdaya yang ujung-ujungnya tentusaja untuk kesejahteraan masyarakat. Upaya Konservasi sumberdaya ikan dilakukan pada level ekosistem, jenis dan genetik.

Penetapan Kawasan konservasi perairan merupakan salah satu upaya konservasi ekosistem yang dapat dilakukan terhadap semua tipe ekosistem, yaitu terhadap satu atau beberapa tipe ekosistem penting untuk dikonservasi berdasarkan kriteria ekologis, sosial budaya dan ekonomis. Kawasan Konservasi Perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

Kata kunci pengelolaan kawasan konservasi perairan adalah DIKELOLA DENGAN SISTEM ZONASI dengan tujuan untuk perikanan yang berkelanjutan. Paling tidak, ada 4 (empat) pembagian zona yang dapat dikembangkan di dalam KKP, yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Melalui pengaturan zonasi serta perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, ini merupakan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat khususnya nelayan. Kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan yang disinyalir banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan maupun zona lainnya), misalnya untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata bahari dan lain sebagainya. Pola-pola seperti ini dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu (sentralistis) hal ini belum banyak dilakukan.

Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan yang musti dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan. Data direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (KTNL) menyebutkan bahwa sampai bulan Mei 2009 tercatat seluas 13,5 juta hektar kawasan konservasi perairan laut di Indonesia. Jumlah ini melampaui target kawasan konservasi, sebagai komitmen pemerintah indonesia yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu 10 juta hektar kawasan konservasi pada tahun 2010. Dari jumlah luasan tersebut DKP menginisiasi dan memfasilitasi + 8,1 juta hektar, sedangkan inisiasi Dephut + 5,4 juta hektar. Luasan 8,1 juta hektar tersebut terdiri dari sebuah taman nasional perairan laut sawu seluas 3,5 juta hektar dan 35 lokasi kawasan konservasi laut daerah (KKLD) yang luasnya mencapai 4,6 juta hektar. Pada dasarnya Luasan kawasan konservasi itu sendiri bukan merupakan target utama, Target ke depan adalah melakukan pengelolaan kawasan konservasi tersebut secara efektif mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Kawasan konservasi perairan (KKP) laut secara individu maupun jaringan merupakan alat utama dalam melindungi keanekaragaman hayati perairan laut. Namun, kesepakatan tentang seberapa besar habitat yang harus dilindungi keanekaragaman hayati lautnya dalam menjamin konektivitas ekologi belum ada kata putus. Di Indonesia, diharapkan sedikitnya 10 persen dari luasan KKP dijadikan zona inti untuk perlindungan mutlak habitat sumberdaya ikan. Lebih lanjut, dengan pengelolaan yang konsisten selama beberapa tahun diharapkan mampu menyokong hasil tangkapan ikan di luar kawasan konservasi meningkat 40 persen.

Pengelolaan kawasan konservasi tersebut dikelola oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Dalam hal ini dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Jadi, pengelolaan kawasan konservasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat saja, tetapi juga oleh pemerintah provinsi dan kabupaten sesuai kewenangannya. Ditingkat pusat, DKP telah membentuk Unit Pelaksana Teknis, yaitu Balai Kawasan Konservasi Perairan (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang dan Loka Kawasan Konservasi Perairan (LKKPN) yang ada di Pekan Baru. Sedangkan di Daerah, untuk mengelola KKLD, dapat pula dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau bahkan dalam pengelolaan keuangannya dapat ditingkatkan dengan menggunakan pola pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) jika memang kegiatan konservasi di wilayah tersebut cukup menjanjikan sehingga perlu dikelola secara professional dan memenuhi syarat-syarat pengelolaan BLUD.

Sebagai upaya tindaklanjut pengembangan kawasan konservasi perairan (laut) dilakukan penguatan manajemen maupun keterkaitan ekologis antar kawasan konservasi dalam bentuk jejaring kawasan konservasi. Jejaring adalah merupakan keterkaitan antara kawasan konservasi laut (KKL) yang mempresentasikan daya lenting spesies dan habitatnya untuk mencapai keseimbangan ekosistem melalui pengelolaan bersama. Jejaring (network) antar KKP mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Beberapa alasan dalam membuat jejaring antar KKP diantaranya adalah untuk: (1) menggambarkan, menjaga dan memelihara keanekaragaman hayati; (2) memberikan model pemanfaatan KKP yang mendukung ekosistem setempat; (3) menjaga atau melindungi tempat biota laut yang dilindungi dari berbagai ancaman; (4) menjaga keberadaan potensi sumberdaya perikanan laut, serta (5) upaya memperluas dan meningkatkan ketahanan KKP.

Keterkaitan (connectivity) merupakan kata kunci pengembangan jejaring kawasan konservasi perairan. Adanya keterkaitan bioekologis merupakan pertimbangan dasar untuk mengelola beberapa KKP dalam satu sistem pengelolaan bersama untuk mewujudkan KKP yang tahan (resilient) terhadap ancaman dan dapat berfungsi efektif untuk mendukung perikanan berkelanjutan.

Jejaring KKP sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, Pasal 19 dinyatakan bahwa dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan dapat dibentuk jejaring kawasan konservasi perairan, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun global. Jejaring KKP tersebut dibentuk berdasarkan keterkaitan biofisik antar KKP disertai dengan bukti ilmiah yang meliputi aspek oceanografi, limnologi, bioekologi perikanan, dan daya tahan lingkungan. Jejaring KKP pada tingkat lokal maupun nasional dilaksanakan melalui kerja sama antar unit organisasi pengelola, sedangkan di tingkat regional maupun global dilaksanakan melalui kerja sama antar negara. Yang dimaksud dengan jejaring KKP pada tingkat regional adalah kawasan konservasi perairan yang terdapat dalam suatu hamparan ekoregion yang mencakup dua atau lebih negara bertetangga serta memiliki keterkaitan ekosistem. Sedangkan jejaring KKP pada tingkat global adalah kawasan konservasi perairan yang terdapat dalam suatu hamparan beberapa ekoregion yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan ekosistem secara global dan mencakup beberapa negara.

Sampai saat ini keberadaan kawasan konservasi perairan (laut) belum terintegrasi antara KKP satu dengan KKP lainnya. Pada dasarnya diantara beberapa KKP tersebut terdapat suatu keterkaitan jejaring yang sangat kuat baik dalam aspek ekologis maupun pengelolaan. Penyusunan keterkaitan jejaring KKP berdasarkan 2 (dua) kriteria dasar yaitu; (1) Kriteria Ekologis; Kriteria ini menunjukkan bahwa antara KKP satu dengan lainnya terdapat keterkaitan dalam hal ekologis (Ekoregion), keterkaitan (network) ini berupa secara fisik dan biologis. (2) Kriteria Pengelolaan; Kriteria ini menunjukkan bahwa antara KKP satu dengan lainnya terdapat keterkaitan dalam hal pengelolaan. Bentuk jejaring pengelolaan berupa sistem pengelolaan bersama terhadap KKP tersebut.

Dalam pengelolaan KKP secara bersama beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu: Keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan bersama KKP sangat penting dalam mendukung terlaksananya pengelolaan yang baik. Masing-masing stakeholders mempunyai peran dan tugas dalam pengelolaan tersebut. Selain itu, dalam upaya pengelolaan KKP diperlukan suatu lembaga/badan/dinas pengelola yang akan menyusun program dan kegiatan kerja, pengusulan anggaran, pengelolaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan, penyelesaian permasalahan dan penyampaian informasi. Selain itu tugasnya adalah melibatkan berbagai stakeholders lain dalam pengelolaan KKP. Guna pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan, pendanaan kawasan konservasi merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan, oleh karena itu berbagai mekanisme pendanaan yang ada dapat digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi yang dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun