Mohon tunggu...
Su Rahman
Su Rahman Mohon Tunggu... -

Hanya manusia biasa yang sedang mencari jalan untuk pulang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mentauladani Bima Membangkitkan Ruh Kejayaan Nusantara

1 Juli 2010   12:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:09 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

“Nandur pari jero” adalah suatu sikap yang sudah seharusnya mengakar dalam pribadi generasi muda Indonesia. Maksud dari ungkapan itu adalah menanam padi yang dalam dan lama waktunya membutuhkan ketelatenan, kesabaran, waktu dan biaya yang akhirnya menghasilkan padi yang lezat rasanya. Sikap mental seperti itulah yang harusnya menjadi akar bagi pemuda dan pemudi Indonesia, bukannya sikap mental mie instan yang ingin langsung jadi dalam sekejap. Bima adalah tokoh yang memang sejak lahir memilki potensi untuk menjadi manusia sempurna, namun potensi itu tetap hanya akan menjadi potensi tanpa adanya upaya dari Bima sendiri. Bima senantiasa mentauladani sikap hidup sabar. Kesabaran Bima teruji dalam lakon Bima mencari Air kehidupan. Lakon itu membuktikan bahwa Bima bukanlah generasi mie instan. Saat ini kita sebagai generasi muda terlalu banyak makan mie instan, saatnya kita memberdayakan diri, salah satunya dengan mentauladani Bima guna membangkitkan Ruh Kejayaan Nusantara. Berikut ini beberapa simbol ketauladanan Bima yang dikenakan sebagai busana oleh Bima. A. Sumping Pundhak Sinumpet : yang artinya Bima selalu menguasai ilmu kesempurnaan hidup syariat, tarikat, hakikat, makrifat, tetapi tidak pernah menyombongkan diri, dia sering pura-pura bodoh. Hal itu karena di dalam diri Bima telah tumbuh tanaman cinta Mohabbat. Mohabbat merupakan buah dari syariat, tarikat, hakitat dan marifat. Meski telah menemukan pencerahan Bima tidak menganggap dirinya sebagai seorang Spiritualis hebat yang sibuk mengatai-ngatai mereka yang masih dalam perjalanan yang konon khabarnya ada di cakra tengah kebawah adalah spiritual palsu. Bima juga tidak menyombongkan diri dengan mempertontonkan cakra mata ketiganya, tidak!, Bima tetap rendah diri, terkadang Bima berpura-pura bodoh. B. Pupuk Mas Rineka Jarot Asem : yang artinya Bima mempunyai watak budi pekerti yang luhur dengan selalu mengasah kebenaran dan pengetahuannya. Think and Re-Thingking itu lah Bima, Bima selalu mengeplorasi, selalu tumbuh tidak menutup diri. Bima senantiasa siap belajar segala sesuatu, syarat agar manusia dapat terus belajar adalah kerendahan diri. Bagaimana jika diri sudah merasa paling benar dan paling tahu dapat belajar ?. Saat ini ada sebagian kecil yang ingin menutup pintu ijtihad dengan mengkopi apa-apa yang ada di jaman Rasul, dengarkanlah bung Karno yang sudah melihat bahwa uapaya-upaya untuk mematikan pintu itijhat akan berdampak kemunduruan dalam segala bidang termasuk keagamaan dan spiritualitas. “Siapa yang mukannya angker, siapa yang tangannya bau kemenyan, siapa yang matanya dicelak dan jubahnya panjang dan mengenggam tasbih yang selalu berputar, dia, dialah yang kita namakan Islam. Astagfirullah! Inikah Islam ? Inikah Agama Allah ? Yang menghafirkan pengetahuan dan kecerdasan, mengkafirkan radio dan electriciteit, mengkafirkan kemoderenan dank e up-to-date-an?. Yang mau tinggal dimusium saja, tinggal kuno saja, tinggal terbelakang saja, tinggal ‘naik onta’ dan ‘makan zonder sendok’ saja seperti jaman Nabi dan Khalifahnya?” Bima tidak pernah menutup pintu itijhat, Bima selalu beritijhat karena Bima menyadari bahwa segala sesuatu sedang bergerak dan Bima harus ikut bergerak termasuk pengetahuan dan kesadarannya. Oleh karenanya Bima tetap hidup hingga saat ini, karena Bima adalah semangat pemuda-pemudi Indonesia. C. Gelang Minangkara Cinandhi Rengga Endhek Ngarep Dhuwur Mburi : yang artinya senantiasa waspada terhadap dirinya sebagai hamba yang harus pasrah dan berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan yang Tunggal, bukan konsep tuhan yang terpecah-pecah. Melainkan Tuhan Yang Tunggal, banyaknya agama sedang menuju ke Tuhan yang Tunggal ini. Bima sudah tidak mengkotak-kotakan manusia kedalam golongan cakra tengah kebawah atau cakra mata ketiga keatas. Bima merasakan kesatuan dari setiap cakra, bahwasanya setiap cakra adalah seperti detak jarum jam yang saling berhubungan. Bahwasanya setiap agama, adalah jalan adalah aliran sungai kehidupan yang sedang menuju samudera Illahi Yang Maha Esa dan Maha Tunggal. Dengan mentauladani Bima kita dapat membangkitkan Ruh Kejayaan Nusantara dengan cara bergotong-royong seperti apa yang disampaikan oleh bapak Anand Krishna lewat Sandi SUTASOMA terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama. “Bergotong-royonglah membangun kembali negeri ini. Gotong-royong adalah nilai kemanusiaan terpenting dalam budaya kita. Bergotong-royong berarti bahu-membahu. Bergotong-royong berarti aku menerimamu sebagai saudaraku, saudara kandungku, yang lahir dari rahim ibu yang satu dan sama, Ibu Pertiwi. Aku bertanya kepada Mpu (Tantular) : “Mpu, kau sudah menjerit-jerit, suaramu sampai serak, adakah seorang pun yang mendengar jeritanmu ?” Mpu menjawab :”KAMU!” Refrensi : Sandi SUTASOMA Menemukan Kepingan Jiwa Mpu Tantular – Anand Krishna – PT. Gramedia Pustaka Utama. BUNG KARNO PUTRA FAJAR – Solichin Salam – PT. Gramedia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun