Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Eksistensi Penjilat dalam Mendapatkan Kekuasaan

26 Januari 2023   21:59 Diperbarui: 26 Januari 2023   22:42 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KETIKA sapuan mentari pagi menyapa semesta, beberapa orang dengan berlagak ala preman menyambangi sekolah tempat dimana saya mengajar. Mereka tamu tanpa di undang. Pakaiannya serba necis ala pegawai bank. Mereka tampak gagah dan berjalan begitu pede. Sesampainya di depan ruang guru, tanpa memberi salam, mereka bertanya keberadaan kepala sekolah. Seorang guru lalu mengarahkannya ke ruang kepala sekolah di sudut gedung.

Di dalam ruangan yang tidak seberapa besar itu, mereka berbincang tanpa satu pun guru mengetahuinya. Setelah mereka pulang, seorang guru mengatakan, mereka adalah tim sukses bupati terpilih. Mereka di 'takuti' oleh banyak pejabat, karena bisa memberi saran kepada bupati agar memindahkan seorang pejabat ke tempat terjauh jika tidak mengindahkan keinginan mereka.

Mereka sangat berkuasa. Sebab, jika ada pejabat seperti kepala sekolah yang tidak bisa 'bermain' dengan pola yang mereka tentukan. Maka bersiap - siaplah untuk mengangkat koper, atau akan di turunkan dari jabatannya sebagai kepala sekolah. Sehingga bagi sebagian kepala dinas dan kepala sekolah, lebih memilih bermain 'cantik' agar kursi kekuasaannya masih bisa ditempati.

Bahkan menurut kabar angin, tidak jarang para pejabat memberikan setoran kepada preman bupati ini. Di sebut preman, karena cara yang mereka lakukan serupa preman di pasar sana. Mengancam. Mengintimidasi. Bahkan tidak jarang memeras korbannya yang disertai ancaman pemecatan. Mereka merasa di atas 'angin' karena dekat dengan kekuasaan.

Kepada mereka, bupati seolah tidak bisa berbuat banyak, karena ada utang budi yang melekat. Bupati bisa menjadi kepala daerah karena perjuangan mereka. Di politik, mereka disebut tim sukses atau tim pemenangan. Ketika jagoannya terpilih, maka mereka dengan leluasa memainkan peran untuk memetik buah dari usahanya selama menjadi tim pemenangan.

Dalam menjaga eksistensinya, mereka tampak serupa 'anjing' penjaga penguasa. Di pujinya bupati setinggi langit, sekali pun sang bupati tidak becus dalam menjalankan roda pemerintahannya. Dan ketika ada pihak yang datang mengkritik bupati, mereka siap pasang badan, juga pasang baliho. Menggonggong serupa 'anjing' kelaparan. Menjaga majikannya dengan segala daya upaya.

Ketika bupati menuntaskan satu program. Maka mereka memujinya setinggi langit. Dan menariknya, bupati senang di puji oleh penjilat seperti mereka ini. Walau pun pujian mereka hanyalah fatamorgana. Jauh dari kata tulus. Ini semua demi menjaga agar eksistensinya dilingkaran kekuasaan tetap langgeng. Kekuasaan di rasa milik nenek moyangnya  sehingga harus dipertahankan dengan cara apa pun.

Kalau di lihat sepintas, mereka penjilat kekuasaan ini tidak memiliki kompetensi apa - apa tentang politik dan pemerintahan. Di  antaranya hanyalah tamatan sekolah dasar, bahkan ketika berbicara bahasa Indonesia serupa gado - gado yang sedang diaduk di dalam bascom. Tetapi ketika bicara politik, mereka serupa lulusan perguruan tinggi dengan jurusan politik di kampus ternama. Modal mereka hanyalah nyali. Tidak lebih. Dengan nyali itulah mereka bisa memainkan banyak kartu di dalam kekuasaan.

Ketika berbicara, tidak jarang melantur kemana - mana. Orang bicara kerbau, ia bicara anjing. Seperti dirinya yang hanya bisa menjilat penguasa. Padahal sejatinya, jangankan lawan bicaranya yang paham apa yang ia sampaikan, dirinya pun kadang tidak mengerti tentang apa yang sedang ia bicarakan. Tapi begitulah penjilat. Kabel malunya sudah putus. Tak penting subtansi apa yang disampaikan, karena yang terpenting dirinya bisa berbicara.

Sebenarnya mereka ini adalah sampah
demokrasi. Tapi tidak jarang mereka ini dipelihara oleh penguasa yang sedang berkuasa. Sebab, jika penguasa tidak bisa menjawab tuntutan publik terhadap kebijakannya yang salah, maka mereka inilah yang dilepas untuk menghadang serbuan publik yang tidak senang pada kekuasaan. Mereka menjadi anjing pejaga yang setia setiap saat untuk menjaga majikannya.

Bisa dibayangkan, lembaga pendidikan yang 'suci' dimana generasi dibentuk yang kelak menjadi benteng bagi eksistensi republik ini, masih berani diancam dengan bau busuk mulut mereka yang tidak pernah disikat dengan pepsodent terbaru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun