Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisi Pemula dan Pemilih Pragmatis: Catatan Wilayah Dompu Selatan

24 Desember 2022   21:13 Diperbarui: 24 Desember 2022   21:22 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERHELATAN pesta demokrasi mulai berdengung. Para calon legislatif dan eksekutif mulai di gadang-gadang. Beberapa nama mulai di rilis. Para pengamat tidak kalah heboh menganalisis para calon.

Mesin politik mulai di panaskan. Partai politik menghangatkan komunikasi, baik internal partai maupun eksternal demi mengharapkan tambahan kekuatan. Semua simpul dimobilisasi. Di aktifkan kembali, mulai dari tingkat bawah hingga pusat. Simpatisan dibentuk. Slogan dibuat sebagai simbol. Atribut sebagai identitas mulai di rilis. Tagar mewarnai media sosial. Buzzer mulai aktif.

Semua calon yang digadang-gadang mulai peduli rakyat dalam diksi-diksinya. Mereka berebut panggung untuk sering tampil serupa juru selamat di tengah himpitan ekonomi dan ketidak pastian arah bangsa di masa mendatang. Para calon ini laksana dewi fortuna yang hadir memberi kemenangan pada kemelaratan masyarakat selama ini.

Para calon ini menjanjikan banyak hal. Bahkan narasi yang pernah disampaikan oleh mereka yang pernah duduk manis di kursi legislatif dan eksekutif sebelumnya, di ulang kembali. Namun, dari sebagian mereka yang pernah di beri amanah itu menjadi penghianat rakyat dengan merampas hak rakyat dengan mengkorupsi uang negara. Dulu, mereka juga menjanjikan banyak hal. Tapi karena nyaman berada di lingkaran kekuasaan, mereka lupa akan janjinya.

Mereka nyaman di ruang ber-AC. Kemana-mana menggunakan mobil kantor tampah harus mengeluarkan uang sendiri untuk ongkos perjalanan. Mereka mengutamakan keluarga dan kepentingannya kelompoknya, tanpa pernah ingat akan janji politiknya terhadap rakyat. Mereka munafik kalau tidak ingin disebut penghianat rakyat.

Fenomena politisi seperti ini sudah tidak asing di negeri yang belum benar-benar 'merdeka' ini. Hal ini diperparah lagi dengan rakyat yang belum benar-benar mampu memilah dan memilih calon pemimpin yang betul-betul peduli terhadap kepentingan hajat hidup orang banyak. Namun beruntungannya, warga +62 tetap melangitkan optimisme setiap pesta demokrasi akan lahirnya calon pemimpin yang amanah.

Itu pula yang mendasari seorang yang mengaku dirinya tokoh masyarakat di sebuah kecamatan di kabupaten  Dompu bagian selatan. Sebuah kabupaten yang berada di tengah Pulau Sumbawa yang di zaman penjajahan masuk dalam wilayah Sunda Kecil. Dalam politik, wilayah selatan ini tidak banyak  menempatkan wakilnya di legislatif. Paling mentok satu orang saja, itu pun harus bersaing dengan para calon legislatif yang datang dari kota lalu mengobral janji sampah setiap mendekati pemilihan.

Sebagai orang yang berdomisili dan mengetahui cultur masyarakat setempat dia merasa percaya diri memenangkan kontestasi politik beberapa tahun mendatang. Ia memetakan kekuatan. Membangun pencitraan dengan mendatangi warga di kampung. Pura-pura belajar mendengar keluhan warga, lalu meyakinkan dengan janji. Belakangan ini waktunya hanya dihabiskan berseliweran ke kampung-kampung. Sok peduli.

Ia tampak serius dan sungguh-sungguh. Baginya tidak ada kerja keras yang sia-sia. Semua akan membuahkan hasil. Setiap pantangan di nikmatinya sebagai pelajaran politik. Semua orang di sapa. Senyum mengembangan. Ia baru belajar politik. Cara-cara politisi sebelumnya di copy paste. Tidak ada yang orisinalitas dengan caranya berpolitik. Metodenya usang, jika tidak ingin disebut basi.

Dia tidak memiliki penasehat politik yang bisa memberikannya arahan seperti apa seharusnya ia bertindak jika ingin mencitrakan diri di depan publik. Setiap pertemuannya dengan rakyat dimana pun ia berkunjung selalu dipostingnya di beranda facebooknya. Ia bahkan tidak segan-segan mengklaim dukungan tanpa hasil observasi yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.

Ia tampak optimis, namun tidak realistik. Dalam politik semua calon bisa saja memiliki segalanya. Uang. Ketenaran. Keturunan. Team sukses walau kadang tidak membawa orang sukses. Tapi jangan lupa, faktor keberuntungan juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Walau politik adalah dunia yang menggiurkan tapi juga sangat kejam dan membunuh. Sebab, tidak kawan yang benar-benar kawan, karena semua dihitung berdasarkan kalkukasi kepentingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun