Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Memilih Menjadi Nelayan di Desa Jala

3 November 2021   20:43 Diperbarui: 3 November 2021   21:35 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LELAKI itu sedang sibuk melerai jaring di atas perahu. Di bagian ujung jaring perempuan memegangnya. Mereka tampak serius dan sesekali terdengar berbincang agar jaring bisa segera dimasukan ke dalam karung. Merapikan untuk dipergunakan lagi. Gelombang sesekali menggeser arah perahu. Tidak terlalu besar. Pelan melambai. Sementara di dalam perahu, dua anak kecil menikmati hempasan gelombang pada perahu yang mereka duduki. Mereka tampaknya generasi yang kelak akan mengarungi rimba raya lautan luas.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Lelaki itu namanya Wildan. Umurnya baru 18 tahun. Dia baru saja satu tahun menjadi nelayan. Mula-mula tidak bisa menjaring ikan. Dia dilahirkan dari orang tua petani di Desa Lepadi, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Tapi sejak resmi menautkan hati dengan wanita pujaannya di Desa Jala, jadilah dia memilih nelayan sebagai profesinya. Mertuanya adalah pelaut ulung. Mengajarinya sabang hari, bagaimana menaklukkan ombak, memperbaiki jaring, serta membaca tanda-tanda alam.

Mertuanya serupa guru yang sabang waktu menghamparkan ilmu pengetahuan di depan puluhan murid-muridnya. Ia patuh. Mengikuti semua arahan demi menguatkan pondasi pernikahannya yang masih seumur jagung. Dia tahu, sebagai suami ada tanggung jawab yang memberinya beban. Menjadikannya lelaki yang harus memastikan uang belanja bagi kekasih halalnya yang selalu menanti kala dia kembali melaut.

Dia sudah merasakan dinginnya malam kala melepas jaring di ruang samudra. Memastikan tangkapan untuk di bawa pulang demi masa depan yang lebih baik. Mengakrabi setiap aktivitasnya yang genting. Jalan hidupnya serupa pemain bola yang banting setir ke olah raga lain. Menjadi petani merupakan hal biasa baginya. Tapi kini, ketika tinggal dan berdomisili di desa pesisir, dia menjadi nelayan yang mengakrabi laut.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Ternyata perempuan yang menemaninya sedari tadi adalah istrinya. Mereka masih tampak muda. Tapi kekuatan cinta telah menautkan  keduanya. Mereka tampak kompak. Bersinergi demi memastikan dapurnya terus mengepul. Mengumpulkan modal untuk mewujudkan mimpi bersama dalam belantara kehidupan yang mulai pelik.

"Mula-mula mabuk laut, tapi minum obat di warung untuk menghilangkan mabuk" Ucapnya singkat

Perahu yang kini digunakannya melaut adalah pemberian bosnya dengan sistem bayar setiap kali mendapat hasil tangkapan. Hasilnya menjaring ikan, harus dijual kepada bosnya. Karena hanya dengan begitu dirinya bisa memiliki perahu sendiri. Ia menyanggupi kesepakatan itu. Dan tidak pernah mengingkari kesepakatan. Pada waktu yang ditentukan dia tetap membayar. Dia terus meyakinkan bosnya bahwa dirinya selalu menempati janji.

Menjadi nelayan memberinya kehidupan. Walau tidak mudah, tampaknya ini yang dinilainya lebih realistik sebagai sumber kehidupannya. Sembari belajar pada semesta dan mertuanya yang selalu setia mengajarinya menjadi nelayan yang yang tangguh.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
'Hasil tangkapan cukup lah untuk keluarga" Ujarnya

Walau belum seberapa lama menjadi nelayan, tapi suka duka mengarungi ruang samudra telah dilaluinya dengan getir. Semua itu tak membuatnya patah semangat. Dirinya tidak memilih harus berpangku tangan. Menyerah pada keadaan, lalu mengutuk nasib. Itu bukanlah jalan petarung. Jalannya kini tetap menjadi pembelajar yang baik, sembari menyelam setiap kepingan peristiwa demi peristiwa. Mengambil itu sebagai kekuatan dalam memantapkan hati untuk terus menyapa ombak yang datang beriring.

"Ketika datang hujan, cuaca buruk menjadi tantangan tersendiri saat berada di laut" Lanjutnya

Selain itu, pengalaman adalah guru kehidupan yang tak pernah berbohong. Selalu mengingatkannya kapan dan tidaknya turun melaut. Bulan sebelas dan dua belas adalah bulan dimana laut tidak bisa diajak kompromi. Angin kencang akan datang menyapa. Gelombang membanting lebih keras dari biasanya. Perahu-perahu harus di dorong dan menepi di atas hamparan pasir.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Saat itu bukan waktu yang tepat melepas jaring. Para nelayan akan menanggalkan semua peralatan tangkap. Jaring, kail, mesin, dan peralatan yang biasa digunakan untuk menangkap ikan. Semua harus sabar menunggu sampai waktunya datang untuk kembali mendorong perahu, menyalakan mesin, lalu menerjang ombak menuju tempat terjauh dari bibir pantai. Kembali melepas jaring hingga memastikan ada hasil yang bisa memberi senyum pada semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun