Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Secangkir Kopi dengan Suasana Semesta yang Damai

13 Oktober 2021   07:44 Diperbarui: 13 Oktober 2021   07:51 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENIKMATI kopi sembari melepas pandang melihat semesta adalah sesuatu yang menyenangkan. Ada pertautan antara nikmatnya kopi dengan suasana yang membingkai perasaan. Keharmonisan itu menyatu dan seirama.

Semesta menyuguhkan panorama alam yang mempesona sementara kopi menghadirkan sensasi kenikmatan. Pertautan yang pas. Sementara memandang semesta membuat decak kagum yang terasa sulit dibahasakan. Ada kedamaian yang menyelimuti hari.

Itulah yang saya rasakan ketika berhenti dan duduk santai sembari menyeruput kopi hitam di atas batu di tengah ladang. Saat itu, 4 Oktober 2021, saya bersama seorang kawan barusan keluar dari dalam hutan. Matahari masih menyengat kulit, tapi sesekali terhalang awan tebal. 

Dengan kopi yang masih mengepul dengan asap yang tersapu angin, saya sejenak duduk santai sembari mengumpulkan energi sebelum melanjutkan perjalanan.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Ladang terlihat gersang. Sisa batang jagung masih terlihat di beberapa titik. Gundukan batu yang menyembul di tanah sejauh mata memandang. Ini dulunya hutan belantara. Tapi setelah di buka sebagai ladang, masyarakat setempat menanamnya dengan padi dan jagung. 

Masyarakat hanya mengandalkan hujan yang turun setiap tahunnya. Dan biasanya warga menanam hingga memanen, menginap di ladang bersama keluarganya.

Di sini saya masih menyaksikan sisa tanaman tahun kemarin. Dalam lelah dan bersimbah peluh, saya menikmati suasana semesta. Dari kejauhan terlihat samudera Hindia yang tak bertepi. Ombak menggulung setinggi rumah bertingkat terlihat jelas di bibir pantai. Suara deburannya samar-samar terdengar dari kejauhan. Birunya laut seolah menyatu dengan warna langit yang menaunginya.

Sesekali saya menyeruput kopi hitam. Seolah lelah minggat tak bertuan. Sejenak berhenti, menarik nafas panjang lalu memaknai setiap jengkal tanah yang pernah di injak. Seakan sedang memberikan pelajaran, bahwa hidup ini adalah sebuah perjuangan. Perjuangan menggapai setiap harapan yang pernah dilangitkan. Hidup tak seindah impian. Tak semudah ucapan. Tapi hidup adalah perjuangan yang tak pernah mengenal kata berhenti.

Sejenak tapi bermakna. Sesaat namun mengandung hikmah. Memaknai setiap inci peristiwa adalah cara terbaik menemukan lapis-lapis pelajaran. Mengambilnya, lalu memberi kekuatan pada setiap langkah yang hendak di tujuh. Jatuh tak lantas terhempas. Salah tak mesti diratapi. Bangkit adalah kekuatan yang sesungguhnya yang perlu tertanam dalam jiwa.

Dalam merawat momen, seorang kawan mengarahkan kamera handphone di tangannya. Dengan santai sambil memegang secangkir kopi dengan latar gunung yang menjulang tinggi, saya terekam jelas dalam beberapa kali jepretan. Bukan objeknya yang terlihat bagus, tapi gunung dengan kerimbunan pohon lah yang terlihat mendamai. Suasananya cukup harmonis.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dari hutan kami menyapa alam. Suasananya cukup adem. Desingan angin melambai dedaunan. Gemericik air dari sungai yang mengalir deras memberi kehidupan bagi semesta. Alam jika benar-benar di jaga. Di rawat. Maka begitu harmonisnya kehidupan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun