Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Secangkir Kopi dengan Suasana Semesta yang Damai

13 Oktober 2021   07:44 Diperbarui: 13 Oktober 2021   07:51 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan mestinya bersinergi satu sama lain. Jika tidak ada kerakusan, kepongahan, keserakahan manusia terhadap alam, maka begitu damainya kehidupan yang tuhan ciptakan ini.

Saya termenung. Membayangkan ladang masih di penuhi pohon-pohon besar menatap langit. Burung-burung masih berkicau manis sembari terbang ke sana kemari. Ranting saling bersentuhan. Diterpa angin melambai. Suasana alam begitu adem. Madu hutan dengan leluasa memilih pohon untuk singgah lalu beranak pinak kemudian airnya diambil, di peras untuk di minum. Alam adalah sahabat terbaik yang selalu memberi kehidupan pada manusia.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Itu dulu. Kini semua terlihat gersang. Pohon telah tumbang di makan kerakusan manusia. Kebijakan itu telah mendorong sebagian orang dengan tanpa bersalah menebang dan membuka ladang. 

Program penanaman jagung dari birokrasi yang berlabel kesejahteraan, membuat gunung sudah menjadi ladang jagung. Program itu menjanjikan kekayaan, kesejahteraan. Sehingga dengan tidak merasa bersalah menghalalkan penebangan. Pembukaan lahan untuk perladangan di anggap sesuatu yang biasa. 

Orang-orang tidak memikirkan dampak jangka panjangnya. Tidak memikirkan nasib generasi. Yang terpenting adalah bagaimana pundi-pundi rupiah bisa mengisi kantong yang kosong.

Tapi saya hanya bisa merenung, sementara nasi sudah menjadi bubur. Meratapinya tak memberi arti. Menyesalinya hanya menyisakan kemuakan. Tak ada seonggok kekuatan yang bisa menghalangi semua yang terjadi. 

Dunia seolah menunggu perintah dari mereka yang duduk manis di tampuk kekuasaan. Kapitalis birokrasi serupa mata uang yang tak dapat di pisahkan. Menentukan, lalu memutuskan. Sehingga apa pun dampak dari kebijakan itu tidak menjadi soal, sepanjang dapat memberi keuntungan.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dunia memang telah berubah. Tidak hanya musim. Namun sayang, perubahan itu telah merampas ruang gerak ciptaan tuhan yang lain. Manusia memang makhluk yang biadab. Kekhalifahannya ditafsirkan sebagai penguasa semesta. 

Sehingga memandang alam harus di tundukkan dan ditaklukkan. Jadilah kehancuran dimana-mana. Alam dilihatnya sebagai objek untuk dicabik-cabik lalu dirampok isinya dengan kata eksploitasi.

Di tempat saya duduk ini, tidak lama lagi pertambangan akan memulai semuanya. Kita mungkin akan menjadi penyaksi yang baik atas kehancuran itu. Tapi kita tidak bisa berbuat banyak karena kita bukan siapa-siapa. 

Secangkir kopi yang saya pegang ini akan hilang nikmatnya kala perasaan mulai menggelayut karena melihat alam mulai di jarah. Tangan ini hanya bisa memegang secangkir kopi dan belum mampu menentukan arah kebijakan di Bumi Nggahi Rawi Pahu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun