Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Desa Cempi Jaya, Kami Ingin Melangitkan Kisah

24 Juni 2021   21:33 Diperbarui: 24 Juni 2021   21:38 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Menunggu hujan redah
Dokpri. Menunggu hujan redah
Dokpri. Suradin/Raden't
Dokpri. Suradin/Raden't
Dokpri. Saat hujan
Dokpri. Saat hujan
Saya melepas pandang. Gunung diselimuti kabut. Hujan membasahi tanah dan memberi kehidupan pada semesta. Nampaknya ada maksud tuhan mengirimkan air dari langit. Hujan adalah anugrah, walaupun ada sebagian manusia menilainya musibah. Dengan air hujan, tumbuh-tumbuhan akan menyela tanah untuk menatap semesta. Alam menjadi hijau. Pepohonan terlihat adem dipandang mata. Dunia kembali segar. Parit-parit terairi menuju muara. Ikan-ikan di sungai girang karena daya jelajahnya yang tak bertepi.

Dokpri. Suasana saat hujan mulai redah
Dokpri. Suasana saat hujan mulai redah
Kami berlindung diri hanya hitungan menit setelah langit sayup-sayup menyisakan gerimis. Kembali kami bergegas pulang. Hati-hati. Kaki kami begitu pelan melangkah karena pematang sawah yang licin. Sesekali kami memilih rerumputan untuk membersihkan sandal dan sepatu yang dikenakan. Tanah lengket di alas kaki tak bisa dielakan. Kami berjalan berurutan karena pematang sawah yang hanya seukuran kaki.

Tapi pemandangan  semesta setelah hujan reda, menyuguhkan kedamaian kala mata melepas pandang pada suguhan alam yang harmonis. Alam begitu indah, walau senja temaram belum bisa menyapa. Dari kejauhan, kabut bergeser pelan di barisan gunung yang berjejer. Satu persatu ladang warga terlihat jelas. Gerimis belum benar-benar enyah dari peredaran. Tapi tak cukup alasan menghentikan kaki kami untuk terus melangkah.

Dokpri. Suradin/Raden't
Dokpri. Suradin/Raden't
Dokpri. Suradin/Raden't
Dokpri. Suradin/Raden't
Di bagian belakang mobil, potongan bambu kami simpan. Kami bergegas pulang setelah melukis kisah bersama di hijaunya persawahan. Sungai di tumbuhi bambu dan semak belukar adalah kekhasan suasana pedesaan. Ketika sungai di perkotaan dikotori sampah manusia dengan segala macam bahan kimianya, maka sungai di kampung di penuhi dedaunan dan batangan kayu yang natural.

Hari semakin sore. Kami melaju bersama waktu. Pulang dan kembali menyamai keluarga di rumah. Kami menyulam kisah yang mudah-mudahan kelak sempat di kenang kembali. Untuk diri sendiri terlebih buat generasi dan semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun