MEMANG kita bisa melangitkan harapan. Namun tidak selamanya sejalan dengan kenyataan. Kita tetap berpijak di bumi. Kita menghadapi kenyataan ini dengan riil walau kadang menyesakkan dada. Yang pernah di tanam belumlah berbuah. Tak perlu menyesali karena demikianlah yang terjadi.
Jika belum terwujud maka bersabarlah. Memang tidak mudah menerima kenyataan pahit. Ketika kehidupan tak berpihak pada harapan, nampaknya kita harus sedikit bersabar menanti. Jika pun tak terwujud mungkin belumlah berpihak. Hidup memang begitu. Maka tidak sedikit orang menganggap tuhan tak adil. Tidak berpihak. Bukankah mereka sudah berusaha. Melakukan apa yang disyaratkan. Tapi janjinya tidak ditunaikan. Mereka protes. Namun yang pasti Tuhan tahu mana yang terbaik bagi hambanya.
Perjalanan hidup setiap orang memang tidak ada yang sama. Kadang hari ini, ia dianggap bukan siapa-siapa. Bodoh. Dungu. Tidak berprestasi. Tapi di lain waktu ia bisa melejit dan menjadi orang terpandang dalam lapisan sosial masyarakatnya. Sukses dan membanggakan. Sementara yang lain merasa lebih pintar. Prestasinya mentereng di dunia pendidikan. Sudah tak terhitung naik turun panggung karena mendapatkan penghargaan. Tapi akhirnya, ia tidak menjadi apa-apa. Gelar yang disandangnya hanya sebagai pemanis nama dan kebanggaan semu.
Maka demikian, tak perlu merasa bangga dengan apa yang kita miliki. Tak perlu menganggap diri lebih dari orang lain. Sebab yang pasti, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita tak perlu jumawa hanya karena orang lain membutuhkan kita. Tidak perlu meremehkan setiap kekurangan yang di miliki orang lain. Bisa jadi dengan kekurangan yang kita lihat, hidupnya lebih bahagia dan memiliki arti pada semesta.
Mestinya dengan hidup yang singkat ini, kita bisa lebih mawas diri. Introspeksi diri dalam setiap tarikan nafas. Karena kita hidup di alam misteri. Kehidupan ini misteri. Semua bisa terjadi. Kita hanya bisa menerka. Menduga. Tapi tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi. Tuhan memiliki hak prerogatif untuk mengatur kehidupan hambanya. Ia tahu mana hambanya yang mengambil porsi kewenangannya, dan mana hambanya yang benar-benar bermunajat untuk memohon belas kasihnya.
Maka demikian, bersabarlah. Jika kehidupan yang kita jalani belumlah sebaik yang kita inginkan, maka dengan itulah kita menjadi yang terbaik di mata tuhan. Bukankah tuhan pernah berfirman bagi yang meyakininya, bahwa baik bagimu belum tentu baik bagiku, dan baik bagiku adalah yang terbaik bagimu. Mungkin yang kita alami saat ini adalah pemberian tuhan yang terbaik dari hari sebelumnya. Mungkin kita tidak menyadarinya karena kapasitas pengetahuan kita yang terbatas tentang kehidupan ini.
Sekali lagi, bersabarlah. Ini hanya masalah waktu, karena pada akhirnya semua akan indah pada waktunya. Yakin saja bahwa semua akan berubah seiring berjalannya waktu. Tidak ada yang kekal di dunia ini. Saat ini mungkin kita sedang terpuruk. Kita merasa terhina karena dunia belum berpihak. Semua teman menjauh. Kita seakan tak berarti lagi. Dunia sudah kiamat.
Tapi yakinkanlah diri, bahwa setelah keterpurukan akan ada mentari pagi yang memberi harapan untuk kembali bangkit. Sapuannya menghapus duka lara. Kita kembali tegar dengan semangat baru untuk memulai  hari. Ada keceriaan yang mekar yang berpacu dengan bunga matahari di kebun harapan. Kita kembali menemukan sejumut harapan untuk menjadi modal menaklukan rintangan. Kita punya modal untuk menghempas duri di tanjakan saat menggapai tujuan.
Teruslah menyirami semangat yang kadang layu. Jangan biarkan ia gugur lalu hilang di telang bumi. Sebab ada potensi besar yang tuhan titipkan dalam diri kita. Maka jangan remehkan. Ia sangat berharga. Cintailah setiap proses yang di jalani. Karena hari semakin berpacu, maka tariklah tali kekang sekuatnya untuk menjemput kesuksesan. Ketika di puncak kesuksesan, angkatlah tangan dan kabarkan ke semesta bahwa kita sudah menjadi pemenang. Dan yakinlah semua yang pernah menghinamu akan menjadi pecundang.
Sepakat?