"Ayo Pak, kita mau foto bareng sama pak guru" Ajak salah seorang
Belum sempat saya menjawab, mereka sudah mendekat dan merapat di kiri kanan tempat saya berdiri. Sebelum kamera di arahkan, kami sempat mencari tempat yang di kira bagus sebagai beaugroundnya.
Mata kamera membidik objek. Kami bergaya dengan cara masing-masing. Beberapa jebretan di rasa cukup untuk mengabadikan komen kami kali ini. Mereka jumlahnya tiga orang. Semuanya siswa kelas XII, yang tahun depan akan selesai studinya di SMAN 6 Mataram. Setelah sesi foto bersama, salah seorang bertanya untuk sekedar memastikan kebenaran informasi pengunduran diri saya dari sekolah.
Mendengar pertanyaan itu, saya hanya mengangguk sambil melepas senyum. Mereka terdiam. Sesaat terasa hening. Tiba-tiba salah seorang mengucapkan terimakasih dan menyalami tangan saya sambil berlalu. Terlihat sedih di raut wajahnya yang cantik. Sikapnya seolah tak rela melepaskan sesuatu yang berarti dalam hidupnya.
"Coba pak guru selesai kita dulu dari sekolah ini baru pak guru keluar" Ucap salah seorang sambil meraih tangan saya untuk di salami.
Beberapa hari belakang ini, ketika saya berada di sekolah ada beberapa guru dan siswa kadang mengajak saya berbincang. Pertanyaan mereka sama. Hanya seputaran alasan saya memutuskan berhenti dari sekolah yang telah memberi saya banyak kenangan dan pengalaman ini. Dari sekian yang bertanya. Jawaban saya pun sama. Ingin pulang kampung dan merawat orang tua yang semakin menua karena waktu.
Tidak sedikit menyayangkan keputusan saya. Karena menurut salah seorang guru, jika saya sedikit saja bersabar, nanti kemungkinan akan di angkat menjadi pegawai negeri sipil. Pasalnya, pintu menjadi abdi negeri ini sangat besar peluangnya untuk seorang pendidik seperti saya.
Bahkan tidak sedikit pula memberikan gambaran tentang nasib baik menjadi guru. Karena tidak hanya menyoal masalah penghasilan, tapi juga bisa berkontribusi mencerdaskan anak bangsa. Ada juga yang sempat bertanya peluang-peluang pekerjaan saya ketika nanti sampai di kampung.
Dari sekian pertanyaan itu, saya hanya menjawab sekenanya saja. Saya bersyukur ada banyak orang di sekolah kebanggaan warga Selagas, Kota Mataram ini yang menaruh perhatian ketika saya menyatakan untuk berhenti menjadi seorang pendidik. Begitu juga dengan siswanya.
Awalnya saya tidak ingin menceritakan. Tapi karena saran seorang sahabat, bahwa perlu saya sampaikan agar sekolah memiliki waktu luang untuk mencarikan penggantinya. Ada jeda sekitar satu bulan sebelum memulai semester baru. Karena saya rasa itu saran yang bagus, mulailah saya memberi tahu beberapa guru senior yang pada akhirnya hampir semua warga sekolah mengetahui.
Ada yang bertanya secara langsung. Ada pula yang mengirim foto saya tahun lalu pada saat ulang tahun sekolah sambil diiringi tulisan perpisahan lewat via WA. Saya menjawab sekenanya. Hanya ucapan terimakasih dan kata maaf yang bisa saya sampaikan kepada semua pihak. Saya menyadari selama menjadi guru, pernah melakukan hal-hal yang tidak mengenakan. Baik ke beberapa guru, terlebih siswa. Tapi, selama tiga tahun, saya mencoba memberikan yang terbaik untuk dunia pendidikan. Walaupun saya masih harus banyak belajar dan mengasah kemampuan menjadi seorang pendidik yang baik.
Saya memutuskan berhenti, murni karena orang tua. Saya cinta pekerjaan ini. Tapi saya lebih mencintai kedua orang tua saya. Saya ingin menghabiskan waktu hidup saya bersama malaikat tak bersayap yang selalu menjadi embun kala saya terpuruk karena kerasnya kehidupan. Walaupun sebenarnya saya juga menikmati masa-masa bersama siswa, baik di dalam kelas maupun ketika bersama mereka di kegiatan lapangan.
Keputusan ini saya ambil setelah mempertimbangkan secara matang dan lewat diskusi dengan orang-orang terdekat. Jika pun nanti di kampung, ada pekerjaan yang cocok dengan disiplin ilmu saya, itu saya anggap sebagai bonus saja. Pasalnya, saya ingin melalui hari dan menghabiskan waktu dengan memberikan yang terbaik bagi kedua orang tua.