Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memilih Menjadi Petani Demi Merawat Ketahanan Pangan Negara

31 Oktober 2020   13:05 Diperbarui: 14 November 2020   16:57 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. #Raden't $uccess Forever#, 

SUDAH sejak lama negeri ini di labeli sebagai negara agraris. Bahkan di era presiden Soeharto, Indonesia pernah melakukan ekspor beras di negara-negara miskin benua Afrika yang kelaparan ketika itu. 

Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga bisa  membantu warga di belahan dunia lain dengan hasil pertaniannya yang melimpah. Walaupun ancamannya saat ini, generasi milenialnya tidak banyak yang tertarik untuk berlumur kubangan di lahan pertanian.

Dokpri. Bersama Ibu dan Bapak
Dokpri. Bersama Ibu dan Bapak
Memang siapa sih yang meragukan kekayaan negeri ini. Secara historis, sejak Abad XVI bangsa-bangsa Eropa sudah berbondong-bondong datang dan membawa lari kekayaan ibu pertiwi. Bahkan Belanda, sih maling yang rakus itu menjadi negeri yang sejahtera karena kekayaan ladang dan laut negeri ini. 

Bahkan hingga kini, negeri ini tetaplah elok, menawan, bahkan tetap menjadi primadona bagi bangsa lain karena faktor alamnya yang melimpah. Hanya saja, mirisnya adalah dengan kekayaan yang melimpah itu belum sepenuhnya benar-benar dinikmati oleh warga negaranya.

Tapi negeri ini tetap tidak kehilangan pesona. Pertanian dan lautnya tetap menjadi intan dan brilian setiap mata yang memandangnya. Indonesia ibarat serpihan surga yang Tuhan titipkan di bumi. Alam negeri ini sungguh luar biasa menggoda. Bahkan siapa pun yang pernah berpijak, maka akan terasa sulit baginya untuk melupakannya.

Dokpri. 
Dokpri. 
Dokpri
Dokpri
Pagi ini, Sabtu, 31 Oktober 2020, saya kembali menjadi petani setelah sekian tahun berada di tanah perantauan. Sebelum berada di pulau seberang, sejak kecil saya sudah bergelut dengan pertanian: menanam padi, membajak sawah, mengangkat benih, mengairi persawahan dan bahkan memikul padi.

Dunia pertanian adalah bagian dari hidup saya. Karena kedua orang tua saya adalah petani. Awalnya orang tua memilih menjadi petani garapan tanah orang dengan sistem bagi hasil. 

Namun setelah punya cukup uang, orang tua memilih menggarap sawah sendiri. Dan sampai sekarang orang tua masih bergelut dengan sawah. Terlebih sekarang sudah mulai turun hujan, sehingga pagar persawahan perlu mendapat perbaikan.

Dokpri. Jalan dekat sawah
Dokpri. Jalan dekat sawah
Umumnya sawah di kampung saya, desa Rasabou, kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat di pagar keliling. Ini dengan maksud agar hewan seperti kerbau, sapi tidak mengganggu dan memakan tanaman. 

Karena pertanian tadah hujan, biasanya padi hanya di panen satu tahun sekali. Kemudian pola kedua istilah orang di kampung, dilanjutkan dengan menanam jagung, kedelai dan kacang tanah.

Hasil pertanian ini sebagian di jual ke pengepul dan sebagainya lagi untuk di makan. Dan pada saat ini dalam menyambut awal musim hujan Oktober, warga mulai disibukkan dengan memperbaiki pagar persawahannya. 

Bahkan di kantor desa sudah dilaksanakan rapat pola tanam beberapa minggu yang lalu. Dalam rapat pola tanam, masyarakat bisa mengetahui berapa sewa traktor untuk membajak sawah, besaran ongkos tanam sampai penentuan persawahan yang lebih dahulu menuai benih.

Dokpri. Ibuku tersayang
Dokpri. Ibuku tersayang
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Hujan gerimis di pagi ini menemani saya dan orang tua kala memikul potongan kayu untuk merapatkan barisan pagar yang bersebelahan dengan sawah tetangga. Duri pohon bidara yang berserakan di pematang sawah sesekali menusuk kaki saya yang tak beralas. 

Belum terdengar kodok bernyanyi di semak-semak, pohon rindang bersemai, dan belum terdengar gemericik air yang mendamaikan hati kala para petani saling bersahutan satu sama lain.

Maklum. Hujan Oktober baru datang untuk membasahi semesta... Adakah negeri ini bisa kembali berswasembada beras? Entahlah, hanya semesta yang mampu menjawabnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun