Mohon tunggu...
Supri Yatno
Supri Yatno Mohon Tunggu... profesional -

Supriyatno adalah seorang Counselor, Trauma Therapist, Freelace Writer, dan Founder Peduli Trauma. Aktif memberikan konseling baik secara online maupun dalam bentuk pertemuan langsung support group mengenai permasalahan trauma masa kecil, trauma perceraian, trauma KDRT, kesehatan mental, trauma kehilangan, dan mind-body connection. Link:http://www.wix.com/supriyatno/personalsite, http://www.facebook.com/groups/pedulitrauma/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pribadi Pilihan

18 November 2011   06:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:31 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

PRIBADI PILIHAN

Pekerjaan seorang Empu adalah membuat keris. Tidak sembarang orang mampu menjadi Empu yang bisa menciptakan keris yang suatu waktu akan menjadi sejarah kebesaran suatu masa tertentu. Keris mendapatkan penempaan dan perlakuan yang sedemikian rupa sehingga mampu dibentuk menjadi sebuah keris yang cantik dan dikagumi. Seolah-olah keris menerima apa pun perlakukan Sang Empu terhadap dirinya karena ia tahu apa pun yang Sang Empu lakukan padanya adalah untuk mempercantik, memperkuat, dan menghebatkannya.

Bagaimana kalau Sang Empu kita ibaratkan sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, keris kita ibaratkan sebagai diri kita, dan penempaan kita ibaratkan sebagai kesulitan, masalah, atau musibah?

Kita semua adalah bagaikan keris-keris yang mendapatkan penempaan dan pembentukan melalui kesulitan, masalah, atau musibah yang diberikan Tuhan dengan tujuan mempercantik dan mengangkat kemuliaan kita. Penempaan dan pembentukan yang Tuhan lakukan kepada diri kita tidak selalu sama hasilnya. Ada yang cepat dibentuk, ada yang membutuhkan waktu lebih lama, ada yang hasil akhirnya berkilau atau suram, ada yang hasil akhirnya lebih pendek atau panjang, ada yang mempunyai ukiran ada pula yang polos saja, ada yang kuat dan ada yang mudah patah, ada yang tahan karat dan ada yang rapuh, bahkan yang lebih menyedihkan adalah ada yang sampai batas masa keberadaan keris itu, tidak juga dapat dibentuk menjadi "apa-apa." Ia menjadi bukan siapa-siapa.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa hasil penempaan dan pembentukan tidak membuahkan hasil yang sama?

Jika kita ingin menjadi seperti keris, tentu kita akan mudah dibentuk menjadi sebuah keris pilihan. Keris tidak membantah, keris tidak ngeyel, keris tidak takut, keris yakin, keris mengambil hikmah dari penempaannya. Keris percaya bahwa melalui penempaan dan pembentukan - yang tentunya bukan sesuatu yang membahagiakan, adalah cara Sang Empu untuk membentuk dirinya menjadi yang terbaik.

Lalu, bagaimana sekarang jika kita mengambil keikhlasan yang diperlihatkan keris untuk dapat diambil pelajarannya bagi kebaikan diri kita?

Bagaimana jika kita sekarang mengurangi atau bahkan menghilangkan keluhan-keluhan? menghilangkan pertanyaan mengapa harus saya? mengapa saya begini/begitu? mengapa ini terjadi pada diri saya? mengapa orang lain menyakiti saya? mengapa orang lain tidak memperlakukan adil diri saya? mengapa saya diabaikan? mengapa mereka tidak mengerti saya? mengapa orang tua saya kejam,dll?

Apakah Anda mau menerima dengan ikhlas bahwa menunda, kemalasan, keluhan, kemarahan, kesombongan, kepercayaan diri yang rendah, tidak mengakui kelemahan, acuh, menutup diri, menyalahkan, mengasihi diri, hanya akan mempersulit Tuhan membentuk kita menjadi diri kita yang terbaik sebagaimana tujuan kelahiran kita?

Bagaimana jika kita sekarang ikhlas menerima bahwa kesulitan, masalah, atau musibah apa pun adalah cara Tuhan untuk mengangkat dan memuliakan diri kita?

Bagaimana kalau kita sekarang berusaha menjadi keris yang berkilau di antara keris-keris yang lain, sehingga kilaunya membuat Tuhan melirik, mendekati, dan mengambil kita dengan senangNya dan mempercayakan kita untuk menjadi khalifah dalam tugas-tugas menyebarkan berita gembira bagi sesama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun