Mohon tunggu...
Refra Elthanimbary
Refra Elthanimbary Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang Penulis lepas yang melepas diri dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akal Pikiran

15 Oktober 2022   10:22 Diperbarui: 15 Oktober 2022   10:27 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua manusia hidup dengan realitas yang berbeda, hal tersebut disebabkan dengan cara pandang, dan pikiran yang tidak sama sedari awal manusia itu diciptakan oleh Allah Swt. Selain itu, pandangan sebagai seorang yang beragama, hal ini sudah menjadi sunnatullah, dan tidak bisa digugat oleh siapapun, yang statusnya masih sebagai mahluk di muka bumi ini.

Sebagaimana bumi yang terus berputar pada porosnya. Hidup sebagai seorang manusia, dengan takdir yang sudah tergaris oleh Allah Swt, harus tetap dan akan terus berjalan hingga nadi sudah tidak berdetak. Semua orang boleh mengembara dengan akal pikirannya yang tak terbatas, dalam pandangan dan perasaannya yang sempit.

Tetapi , begitu-lah "pengembaraan akal pikiran", tidak akan pernah puas untuk disudahi, dengan apapun. Selain kembali kepada hati yang tak pernah bisa berbohong, atau berdusta kepada Pemiliknya. Sekalipun se-isi bumi dan manusia, alam-semesta, telah dijelajahi dengan akal-pikiran. Akan sampai juga kepada pengakuan, kejenuhan, serta ketundukan pada Allah Swt.

Akal-pikiran kita begitu sempit, walau dalam pandangan mata kita begitu luas. Dalam pandangan akal, kita begitu percaya diri bahwa ini-lah jalan akhir dari pencarian dan pengembaraan itu. Namun apakah akal-pikiran kita bisa meberikan jaminan atas hal tersebut?

Berpikirlah! Dengan pikiran kita yang sempit itu, agar menjadi luas hati kita, dengan jawaban-jawaban di kepala yang tak seberapa besar, ketimbang isinya.

Akal-pikiran yang  kita "sembah" itu, mungkin hanya sebuah "resonani", yang tidak bisa kita buktikan darimana datangnya. Tidak bisa kita buktikan, jika tidak dengan ukuran serta aturan Pencipta Jagad Raya ini, Allah Swt. 

Maka, akan sampai pada samudra mana, pikiran kita terombang-ambing? Dan damana akan kita labuhkan perahu itu? Ataukah akan kita biarkan untuk bocor, dan kita ikut tenggelam, menjadi korban dari liarnya akal-pikiran kita, yang tidak pernah kita sudahi, untuk terpaut dengan pemiliknya.

Mari berakal-pikiran, dengan terus disandarkan dengan-Nya, dengan begitu samudra yang kita lalu menggunakan perahu kecil itu tetap tenang, tanpa ada badai angin, atau gelombang besar yang datang untuk "menguji" kita.

Segalanya memang terlihat luas, jika ukuranya pandangan mata, yang hanya didasari akal-pikiran kita. Mari benahi! Jangan sampai pandangan mata yang kita anggap luas itu hanya sebagai fatamorgana, yang menyesatkan dan mebutahkan langkah kita, pada akhir yang sesungguhnya. Yang memang ingin kita dituju sebagai manusia! sebagai mahluk! Dan sebagai seorang pengembara yang asing. Allahu a'lam*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun