Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Sekolah Liar" Perlu Diwaspadai

4 Februari 2023   09:49 Diperbarui: 4 Februari 2023   09:52 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SMPN 22 PPU Sekolah Penggerak Angkatan 2 (dokpri)

"Sekolah Liar" Perlu Diwaspadai

Kita mengenal sekolah formal yang berjenjang seperti PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan universitas. Selain itu ada sekolah nonformal seperti kursus-kursus keterampilan. Kemudian, ada sekolah (pendidikan) informal yang dilakukan di dalam keluarga.

Apakah jenis pendidikan atau sekolah hanya ada tiga jenis itu (formal, nonformal, dan informal)? Ternyata masih ada satu jenis pendidikan atau boleh dikatakan sebagai sekolah yang tidak ada guru atau pendidik yang memantau atau mengawasi. Sekolah apakah itu?

Saya menyebutnya sebagai "Sekolah Liar". Mengapa disebut sekolah liar? Seperti sudah disebutkan di atas bahwa jenis sekolah ini tidak ada yang mengawasi atau memantau. Tidak ada gurunya! Apakah ada sekolah model seperti itu?

Ada! Bahkan sangat banyak. Mungkin kita tidak menyadari bahwa di sekitar kita ada sekolah liar yang senantiasa menarik perhatian anak-anak kita. Meskipun mereka sudah terdaftar di sekolah formal, bahkan ada yang mengikuti pendidikan di sekolah nonfomal pula, tetap saja mereka tergoda untuk masuk ke sekolah liar itu.

Pertama, Media Sosial

Medsos atau sosmed sudah menjadi "panutan" para generasi muda saat ini. Bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku SD sudah kecanduan medsos. Padahal, medsos seharusnya dimanfaatkan untuk membantu dan meningkatkan kompetensi pelajaran di sekolah (pendidikan formal) dan/atau pendidikan nonformal.

Komunikasi melalui medsos justru lebih dominan untuk hal-hal yang bersifat negatif, seperti berolok-olok. Ada pula sebagai ajang untuk "pamer" dan membuat kegaduhan.

Hal-hal negatif seperti perundungan, pornografi, dan caci-maki dalam mendukung tokoh tertentu atau menolak tokoh lain, menjadi hal yang lumrah di medsos. Mereka mengirimkan postingan dan mengomentari postingan orang lain dengan tidak mengindahkan nilai-nilai kesopanan.

Tidak sedikit anak-anak zaman now yang lebih asyik dan menghabiskan waktu untuk bermedsos ria. Mereka merasa kurang keren jika belum memasang status di medsosnya. Setiap melakukan aktivitas yang kekinian, tidak sungkan mereka membuat postingan di medsos. 

Kedua, Pergaulan

Dengan alasan bekerja kelompok, mengerjakan PR atau tugas sekolah, anak-anak sering bergerombol. Mereka membentuk geng. Jumlah kelompok disesuaikan dengan kesamaan minat. Mereka yang hobi renang, membuat satu geng. Mereka yang hobi gowes, membentuk satu geng. Mereka yang hobi memancing, membentuk klub mancing mania, dan sebagainya.  

Biasanya ada aturan khusus jika ada anggota baru yang ingin masuk geng mereka. Ada semacam perpeloncoan. Jika tidak mau di-pelonco, ya tidak diperbolehkan masuk geng mereka. Biasanya perpeloncoan yang dipersyaratkan mengandung risiko besar.

Seorang pelajar tentu tidak ingin menyendiri. Ia pasti ingin mendapatkan teman. Jika salah pilih teman, ia bisa terjerumus dalam geng yang sering membuat kegiatan negatif seperti kebut-kebutan naik sepeda motor, melakukan pemalakan, dan tidakan negatif lainnya.

Orang tua Wajib Waspada

Sebagai orang tua, memberikan kepercayaan kepada anak-anaknya itu bagus. Namun, kontrol atau pengawasasan harus tetap dilakukan. Jangan gara-gara sibuk bekerja, orang tua abai terhadap pengawasan anak-anaknya. Anak minta izin untuk belajar kelompok memang harus diperbolehkan. Namun, pemantauan harus dilakukan. Jangan sampai, anak-anak minta izin belajar kelompok tetapi justru melakukan kebut-kebutan, pergi ke tempat perjudian, atau kegiatan negatif lain.

"Sekolah liar" terkadang mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi seorang anak. Di sekolah formal mungkin ia sering dimarahi guru atau dijauhi teman-temannya. Dengan begitu, banyak tekanan dihadapi. Kemudian ia melihat-lihat medsos. Ada rasa nyaman dengan ber-medsos. Akhirnya, keterusan. Ajakan dari teman medsos untuk kopi darat diikuti. Padahal, teman medsos itu adalah seorang penipu. Nah, terjerumuslah si anak!

Dengan adanya berbagai kasus diberitakan di surat kabar daring atau luring, orang tua wajib lebih waspada dalam memantau putra-putrinya dalam bermedsos. Siapa saja teman Facebook-nya. Siapa saja teman twitter-nya. Siapa saja teman Instagramnya. Siapa saja teman TikToknya. Semua perlu dipantau agar orang tua tidak "kecolongan".

Selain itu, teman-teman bergaul anak-anaknya juga harus diketahui. Di mana tempat tinggal teman bergaul anaknya itu. Siapa orang tuanya. Aktivitas apa saja yang dilakukan. Semua perlu diketahui orang tua jika tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

Medsos dan pergaulan adalah dua "sekolah liar" yang perlu diawasi para orang tua. Komunikasi, dialog, dan nasihat adalah tiga hal yang harus selalu diutamakan para orang tua. Meskipun anak sudah cukup besar (sudah kelas XII SMA, misalnya) pengawasan harus tetap dilakukan melalui komunikasi dan dialog. Tanya jawab sebelum si anak berangkat sekolah, atau saat sarapan bersama, dapat menjadi sarana pengawasan yang efektif.

Bagaimana dengan Anda?

Penajam Paser Utara, 4 Feruari 2023   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun