Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Merayakan Bulan Bahasa 2022

1 Oktober 2022   09:58 Diperbarui: 1 Oktober 2022   10:13 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merayakan Bulan Bahasa 2022

Sebagai bangsa Indonesia kita wajib bersyukur karena mempunyai bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Warga negara RI dari ujung Sumatera hingga ujung Papua dapat berkomunikasi dengan satu bahasa yang komunikatif. 

Kita wajib berterima kasih kepada para pendahulu, pendiri, dan pelopor pengikraran bahasa Indonesia yang dijunjung tinggi sebagai bahasa persatuan. Kita tidak dapat membayangkan, bagaimana seandainya masing-masing daerah "ngotot" mempertahankan bahasa setempat dan tidak mau mengakui keberadaan bahasa Indonesia yang sebelumnya hanya digunakan oleh sekelompok penduduk pada sebagian wilayah Indonesia.

Rasa syukur juga perlu kita sampaikan kepada lembaga atau badan yang mengurusi pembakuan kata-kata baru (kata serapan) untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Dengan kehadiran pedoman  EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) V, kita perlu mensyukuri juga karena aturan atau hukum-hukum dalam penerapan bahasa ada acuannya.

Sebagai pengguna bahasa Indonesia kita perlu selalu memakai EYD V dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai rujukan. Pemakaian istilah yang kurang tepat, penulisan kata yang tidak sesuai EYD harus kita hindari.

Buku pedoman sudah ada, mengapa masih sering keliru dalam penulisan suatu kata? Tentu hal itu disebabkan oleh faktor kebiasaan. Ada kebiasaan ikut-ikutan atau meniru orang lain yang lebih dahulu menggunakan istilah atau kata-kata tertentu.

Buku-buku referensi cetakan lama masih ada yang menjadi acuan para pengguna bahasa Indonesia saat ini. Jika buku acuan salah, otomatis yang menggunakan buku tersebut cenderung salah juga. Untuk itu, diharapkan, sebagai warga negara Indonesia, kita harus berusaha menggunakan buku acuan terbaru dan terkini.

Mengapa Penulisan "di" belum Dipahami?

Satu hal terkait penulisan bentuk "di" yang masih belum dipahami sepenuhnya oleh sebagian pengguna bahasa Indonesia. Saya menemukan para penulis di media online, masih belum dapat membedakan imbuhan awalan "di-" dan preposisi atau kata depan "di".

Untuk memahami bentuk "di" itu awalan (imbuhan di depan sebuah kata dasar) atau bukan, kita dapat menganalisis jenis kata yang diikuti setelah bentuk "di" tersebut.

1. di  makan atau dimakan (makan = memasukkan sesuatu ke dalam mulut)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun