Mohon tunggu...
Suprianto Haseng
Suprianto Haseng Mohon Tunggu... Lainnya - Pemuda Perbatasan, PAKSI Sertifikasi LSP KPK RI

Perjalanan hari ini bermula dari seberkas pengalaman yang tertumpah di sepanjang jalanan hidup. Seorang pribadi yang biasa-biasa saja dan selalu ingin tampil sederhana apa adanya bukan ada apanya. Berusaha menjaga nilai integritas diri..

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Hari Pajak: Pengelolaan Pajak Berintegritas Kunci Sukses Pemulihan Ekonomi Nasional

14 Juli 2022   18:35 Diperbarui: 14 Juli 2022   18:37 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Twibbon Hari Pajak 2022. Sumber foto dokumen pribadi Supriano Haseng

Dengan mewabahnya Covid-19 yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi dengan memakan banyak korban jiwa, kerugian fisik yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi dan sosial. Presiden Joko widodo akhirnya mengeluarkan regulasi terkait kebijakan fiskal dan stabilitas sistem keuangan nasional dalam menghadapi wabah virus Covid-19.

Menurut saya, hal yang dilakukan Presiden Joko Widodo adalah suatu langkah yang tepat. Sudah seharusnya regulasi tersebut dibuat untuk lebih mengoptimalkan penggunaan pajak untuk mencapai kesejahteraan bersama. Pada dasarnya pajak dipungut dari rakyat untuk mensejahterakan dalam berbagai bidang sebagaimana ungkapan pajak dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Sebagaimana telah diketahui, pajak ini merupakan pungutan wajib yang dibayarkan oleh masyarakat untuk negara-negara dimana pajak wajib tersebut digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Pemungutan pajak ini wajib dan bersifat memaksa karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang apabila tidak dilakukan dapat berujung pada kasus pidana.

Dasar hukum pemungutan pajak terdapat dalam UUD 1945 Pasal 23 A yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang". Pajak merupakan pembayaran wajib bagi semua warga negara yang bersifat wajib. Namun, warga negara yang mampu membayar pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dan memiliki Penghasilan Tidak Kena Pajak /PTKP.

PTKP adalah jumlah penghasilan dari Wajib Pajak yang dibebaskan dari pajak penghasilan lebih dari Rp4.500.000 per bulan. Oleh karena itu, warga negara yang masih berpenghasilan di bawah norma tidak terikat secara hukum. Merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP, jumlah PTKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status tidak kawin dan tanpa tanggungan, PTKP paling sedikit adalah sebesar Rp54.000.000 setahun atau sebesar Rp4.500.000 per bulan.

Pajak tidak hanya menjadi sumber pendapatan negara, tetapi juga berperan penting dalam upaya memelihara dan memulihkan perekonomian nansional. Pajak tidak hanya digunakan untuk meningkatkan anggaran nasional. Namun terutama di masa pandemi, pajak harus mampu membantu memberikan dorongan yang komprehensif bagi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Untuk itu, pengelolaan pajak perlu diutamakan dan dilakukan dengan itikad baik, berintegritas dengan mempertimbangkan faktor optimal dan proporsional yang ideal.

Pengelolaan pajak yang berintegritas tentu kembali lagi kepada pemerintah selaku administrator pengelola pajak. Menggunakan anggaran untuk mendanai proyek-proyek nasional untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Pengelola pajak dikatakan memiliki nilai integritas tinggi apabila pengelola tersebut dapat menyesuaikan antara ucapan dan tindakannya, dan pengelola yang berintegritas tentunya adalah seseorang yang memiliki pribadi yang jujur dan karakter yang kuat dan bebas suap apalagi menerima serta melakukan tindak pidana kejahatan korupsi.

Jadi, apakah  pajak sudah ideal dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat?

Tak bisa dipungkiri, besarnya anggaran pembangunan infrastruktur yang dialokasikan oleh pemerintah, menunjukkan bahwa pajak digunakan untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat. Tentunya jika mengacu pada tujuan pemungutan pajak, pajak tersebut sudah digunakan untuk kesejahteraan rakyat melalui berbagai bentuk program pemerintah, seperti pembangunan fasilitas umum, rumah sakit, sekolah, bandara, pelabuhan dan lain-lain.

Tapi menurut saya, pertanyaan di atas bukanlah  pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang lebih tepat adalah apakah pajak tersebut telah digunakan secara ideal, optimal dan proporsional sesuai dengan kepentingan yang lebih mendesak? Jika pertanyaanya demikian, maka saya akan menjawab tentu tidak. Menurut saya, penggunaan pajak yang tepat haruslah dapat melindungi semua anggota masyarakat yang paling rentan, dan lemah. Apalagi kita berada pada situasi dan kondisi pandemi yang serba sulit seperti saat ini.

Dana pajak belum sepenuhnya dimanfaatkan secara ideal, optimal dan proporsional untuk kepentingan pemulihan ekonomi. Faktanya, masih banyak terjadi ketimpangan sosial di berbagai daerah. Banyak ditemukan tuna wisma yang miskin berpendidikan rendah, terutama di daerah terpencil daerah perbatasan, pedalaman dan kota-kota besar lainnya dan banyak juga masyarakat yang masih berjuang untuk mengakses berbagai fasilitas kesehatan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pajak tidak digunakan dan dikelola secara optimal sesuai dengan tujuan proporsional yang dimaksudkan.

Hal yang sangat memprihatinkan adalah ketika masyarakat berusaha keras pulih dari pandemi, dana rakyat yang dikucurkan untuk bantuan sosial dalam membantu masyarakat kecil dan menengah kebawah itu malah disalahgunakan. Dana bantuan sosial dikorupsi oleh Pejabat sekelas Menteri. Hal ini sangat menyakiti hati rakyat. Bagaimana tidak? Uang yang seharusnya kembali ke mereka malah dikorupsi oleh pejabat pemerintah yang tak berintegritas.

Dana bantuan sosial yang dikorupsi dari dana pajak rakyat juga mengindikasikan bahwa pengelolaan dana pajak belumlah berintegritas dan memiliki unsur ideal, optimal apalagi proporsional sebagaimana seharusnya. Karena pengelolaannya masih memberikan celah untuk perbuatan tindak pidana kejahatan luar biasa yakni korupsi.

Masih hangat di ingatan beberapa waktu lalu, Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus suap pencucian uang. Dia sebelumnya dihukum karena menerima suap untuk pemeriksaan pajak. Hakim memvonisnya 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Angin juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp 3,375 miliar dan 1,95 juta dollar Singapura yang dihitung dengan kurs tahun 2019 yaitu sebesar Rp 10.277 per dolar Singapura

Sungguh sangat disayangkan, perbuatan korupsi dana rakyat dari sektor pajak hingga hari ini juga belum bisa dicegah dan ditangani dengan baik. Hal inilah yang membuat terjadinya berbagai ketimpangan sosial yang menyesakkan dada di berbagai bidang. Ketimpangan sosial ini tidak hanya terjadi dibidang ekonomi semata melainkan juga pada bidang sosial dan politik, hukum dan keamanan, seni dan budaya, pendidikan dan kesehatan bahkan lingkungan hidup juga ikut tergerus

Tanpa kita sadari, dengan banyaknya kasus-kasus korupsi yang berhasil di ungkap baik itu oleh kepolisian, kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi, membuat masyarakat semakin muak dan tidak percaya dengan pengelolaan keuangan negara yang bersumber dari pajak rakyat. Nasib rakyat sedang dipertaruhkan.

Masyarakat semakin percaya bahwa  uang yang mereka bayarkan dari  pajak bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan pejabat yang  korup. Ungkapan pajak dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat seakan tidak berlaku lagi. Inilah sesungguhnya penyesalan terbesar bagi masyarakat

Korupsi dana kesejahteraan sosial yang bersumber dari penerimaan pajak rakyat membuat masyarakat merasa malas bahkan enggan untuk membayar pajak.

Tentu saja hal ini akan mempengaruhi tingkat penerimaan pemerintah dari sektor pajak. Semakin banyak wajib pajak yang enggan membayar pajak, semakin sedikit pendapatan pemerintah dari sektor pajak. Jika hal ini terjadi, bisa dipasikan penerimaan pajak tidak ideal dan penggunaan dana pajak tidak optimal sehingga menyebabkan distribusi pembangunan yang tidak proporsional diberbagai bidang tak terhindarkan. Dan pada akhirnya kesenjangan sosial diberbagai bidang semakin meluas.

Pemulihan ekonomi nasional yang didambakan juga hanya menjadi wacana yang tidak berakhir dengan solusi. Sebesar apapun uang yang dikeluarkan untuk mendukung pemulihan perekonomian nasional, akan sia-sia jika tidak dikelola dengan baik dengan mempertimbangkan faktor ideal yang optimal dan proporsional.

Sebagai masyarakat yang baik, kita harus menanamkan jiwa integritas dalam diri kita agar kelak kita bisa menjadi orang yang jujur dan dapat melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Bayar pajak untuk kesejahteraan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun