Mohon tunggu...
Supatmono Sumarwoto
Supatmono Sumarwoto Mohon Tunggu... -

Lahir di Kabupaten Magelang. SD dan SMP di Granag, Magelang. SMA di Yk. Bekerja di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Produksi Ide dan Atraksi Kreasi

14 Maret 2019   12:57 Diperbarui: 14 Maret 2019   18:59 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konservasi kreatifitas muncul sebagai opsi-opsi positif yang menuntut produktivitas ide, betapa pun sederhana bentuknya. Kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi tersederhanakan oleh waktu .Rantai produksi sedemikian cepat dan canggih menciptakan komoditas dan menutupi lobang-lobang kebutuhan manusia modern.

Dengan kondisi semacam itu, maka peluang bagi bangsa Indonesia untuk menjual gagasan dalam moda dekonstruksi dari gagasan besar bangsa yang telah mapan secara ideologis menjadi mungkin. Dan mungkin juga menjual ide sebagai pecahan-pecahan duratif yang bakal terekonstrusi oleh reaksi massa atas ikon-ikon publik yang terpasarkan  Masalah yang mungkin timbul adalah sulitnya kita membangun sebuah kebanggaan  nasional sebagai representasi kekuatan ideologis kita saat ini. 

Unit-unit produksi nilai dan barang publik bangsa kita praktis lumpuh dan kita “terjajah” oleh moda utilitas global.  Nilai-nilai bangsa sering dan biasa kita lumpuhkan sendiri, kita kebiri sendiri, kita sembelih sendiri dalam rantai birokrasi dan peraturan yang mengisolasi sehingga menjadi nilai yang tak mendapatkan kesempatan memperoleh sandaran-sandaran prosesnya menuju kemanfaatannya bagi diri dan kemungkinan mengiluminasikannya sebagai tanda keberadaban diri.

Modal awal bangsa

Keberagaman eksistensi merupakan “makanan” sehari-hari bagi bangsa Indonesia. Kita telah terbiasa beraksi, berinteraksi dan berkreasi apa pun sederhananya dalam kondisi plural. Ini tentu saja bisa menjadi modal bagi proses peletakan jembatan konstruksi menuju kreatifitas kolektif bangsa. Bila pun sering muncul persoalan di dalamnya, maka yang selama ini terjadi  dapat diatasi dengan moda-moda konservasi yang telah ada. 

Dialog durasi optis dan  auditif telah mampu  kita lakukan dengan cara beragam. Filosofi Ki Hajar Dewantoro telah mempolakan dialog tersebut dalam urutan opsional kepemahamannya. Diam, aksi, dan keadilan antara keduanya telah terumuskan dalam ukuran kesederhanaan manusia Indonesia yang belajar. 

Secara moral bangsa Indonesia telah memiliki pranata dalam menghadapi dan menyikapi fenomena imagi dan realisasi wujudiah makna-makna abstraknya. Artinya, kekhawatiran akan munculnya kejatuhan moral bangsa ke dalam jurang kerendahdirian maknawinya mungkin bisa dihindari dan diatasi oleh bangsa Indonesia.

Kerja adalah pema’afan dan sekaligus kesyukuran dari sebuah peradaban. Jika sebuah peradaban telah sarat dengan manipulasi, ketakjujuran menyeluruh dan permainan yang tak menggambarkan kecerahan yang cerdas, kecuali tuangan kemunafikan, alienasi dan pengingkaran- pengingkaran, maka kerjalah sarana penyembuhan yang utama. Sebuah rimba, iklim yang dingin memang menjadi tantangan besar bagi para pekerja film. Tak ada sambutan yang hangat bagi para frontier di mana pun adanya. 

Tanpa bermaksud mengecilkan hati para pekerja dan produsen ide Indonesia saat ini, kita layak berharap secara khusus agar tangan-tangan kekuasaan modal dan birokrasi mengembangkan keterbukaannya atas kerja positif anak-anak bangsanya. Tak harus Bapakisme yang mesti mengajarkan langit penemuan diri. Namun barangkali kelembutan ibu pengetahuan yang mesti memberi perlindungan yang kukuh dan sederhana. Langit terbuka, bumi merekah dengan tunasnya dan rimba-rimba adalah kehangatan luah-luah kreatif yang tak habis-habisnya untuk kita gali, menjadi kekayaan peradaban.

Supatmono

Alumni Teknik Fisika ’88-ITB 

Jalan Pratama 19 September 2009

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun