Mudahnya meraup uang segar ala PSSI, ternyata terus bergulir.
Melalui mesin pengeruk uang bernama Komisi Disiplin (Komdis) PSSI, semua uang segar yang dikeruk mereka dari Klub peserta Liga 1 dan 2, ternyata tak mengenal slogan mencegah lebih baik dari pada mengobati/menghukum.
Selama ini, sejatinya pembinaan dan upaya masif apa yang telah dilakukan oleh federasi tertinggi sepak bola nasional tersebut terhadap suporter, pemain, pelatih, pengurus klub, sehingga mereka terus melakukan kesalahan berulang yang lebih sering ditimbulkan oleh perangkat pertandingan hingga selalu memicu kisruh?
Siapa yang membuat pemain bermain kasar, pelatih protes, ofisial klub berkata-kata tak terpuji, hingga suporter mengamuk?
Adakah sebab-sebab dari persoalan tersebut selama ini ditangani dan diantisipasi secara serius oleh PSSI?
Bisa jadi, salah satu sebab mengapa para pengurus PSSI tersisa masih ngotot bertahan di jajaran pengurus, karena mengeruk uang segar itu mudah.
Bila dikalkulasi, khusus kepengurusan PSSI yang telah ditinggalkan oleh sang Ketua Umum Edy Rahmayadi, sudah berapa kali Komdis melakukan sidang atas jalannya kisruh Liga? Sudah berapa rupiah kas PSSI bengkak dari hasil mengeruk uang dari klub secara instan?
Silakan publik sepak bola nasional mengkalkulasi, bila dalam setiap kali sidang saja, setengah miliar uang segar dapat dengan mudah di dapat.
Coba tengok, berapa rupiah yang diraup PSSI melalui mesin uangnya yang bernama Komdis, hanya dari hasil sidang terbaru (30/7/2019)?
Berdasarkan hasil sidang Komdis PSSI, Rabu (31/7/2019) yang dirilis pada Kamis (1/8/2019) di laman resmi PSSI, ada 17 poin hukuman yang dibebankan untuk perseorangan maupun untuk klub.
Berikut hasil sidang Komdis PSSI, Rabu (31/7/2019):