Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Membaca Kisah Kepemimpinan PSSI dari 9 Juli 2011 hingga 9 Juli 2019

9 Juli 2019   15:13 Diperbarui: 9 Juli 2019   20:25 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Tribunnews.com

Bila mengikuti sejarah, seharusnya, hari ini, Selasa, 9 Juli 2019, sudah terpilih Ketua Umum PSSI baru sepeninggal Edy Rahmayadi. Sebab, 8 tahun yang lalu tepatnya 9 Juli 2011 Djohar Arifin Husein juga terpilih menjadi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) periode 2011-2015. 

Djohar Arifin berhasil keluar sebagai pemenang dalam persaingan menuju PSSI satu di Kongres Luar Biasa PSSI, di Surakarta. Saat itu, dalam pemilihan, Djohar Arifin meraih 61 dukungan dari para pemilik suara yang hadir. Djohar mengungguli saingan utamanya, Agusman Effendi, yang hanya meraih 38 suara, di putaran kedua pemilihan.

Djohar Arifin menakhodai PSSI setelah sebelumnya dipimpin oleh Nurdin Halid. Pertanyaannya, mengapa 9 Juli atau paling tidak di bulan Juli 2019, tidak akan terjadi pemilihan Ketua Umum PSSI yang baru, bila merujuk pada masa jabatan Djohar Arifin Husein.

Apa yang terjadi dengan kondisi kepemimpinan Djohar dan organisasi PSSI? Bahkan selanjutnya, Edy Rahmayadi terpilih sebagai Ketua Umum PSSI periode 2016-2020 dalam Kongres PSSI yang digelar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (10/11/2016). 

Edy mengalahkan kandidat lainnya, yakni Bernhard Limbong, Kurniawan Dwi Yulianto, Eddy Rumpoko, Moeldoko, dan Sarman. Dalam penghitungan suara, hanya ada 2 nama dominan yang muncul, yakni Edy Rahmayadi dan Moeldoko. Edy Rahmayadi, yang saat itu masih menjabat Pangkostrad TNI, meraih 76 suara, sedangkan Moeldoko mendapat 23 suara. Pesaing lain, Eddy Rumpoko mendapatkan satu suara dan jumlah suara tidak sah ada tujuh dari total 107 suara. 

Uniknya, ada 2 calon ketum yang menyatakan mundur, yakni Erwin Aksa dan Tony Aprilani, sementara Djohar Arifin Husin, yang kembali mencalonkan diri, didiskualifikasi karena namanya belum diputihkan pasca-tersandung kasus seusai memimpin PSSI periode 2011-2015.

Bahkan, mengutip laman resmi PSSI, dalam empat tahun kepemimpinan Djohar Arifin, banyak lika-liku yang dihadapi, termasuk munculnya KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia) yang akhirnya menyebabkan dualisme kompetisi dan klub. Munculan KPSI tidak lepas dari pergolakan klub-klub PSSI yang menentang kompetisi model baru, Indonesia Premier League (IPL).

Akibatmya terjadi dualisme kompetisi, yakni ISL dan IPL.

Bahkan klub-klub sepak bola di sejumlah daerah juga terpecah. Ada yang ikut di kompetisi ISL dan IPL. KPSI akhirnya benar-benar menjadi momok dalam kepengurusan Djohar Arifin. Siapa penggagas KPSI? Mereka adalah La Nyalla Mattalitti, Toni Aprilani, Roberto Rouw, dan Erwin Budiawan, adalah sederet Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI yang menggagas pembentukan KPSI.

Konflik Djohar dan La Nyalla berlanjut sampai Kongres PSSI berikutnya.

La Nyalla sukses terpilih dalam Kongres PSSI pada 18 April 2015 di Surabaya. Sayangnya, sehari sebelumnya, pemerintah melalui Kemenpora telah membekukan PSSI. Diikuti pula sanksi banned dari FIFA. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun