Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Aksi Brutal dan Mengurai Masalah dalam Liga 1

31 Mei 2019   20:26 Diperbarui: 31 Mei 2019   20:54 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kendati Liga 1 baru memasuki pekan ketiga, namun berbagai drama telah terjadi. Meskipun perhelatan laga terus menghadirkan sensasi tersendiri, sebab sepakbola yang sedang menuju industri, di dalamnya selalu hadir penonton yang tidak lagi terbatas umur dan gender.

Mulai dari bayi, anak kecil, orang dewasa, laki-perempuan, miskin atau kaya, semua kini terlibat menjadi suporter setia tim kesayangannya tidak peduli statusnya partai kandang atau tandang.

Sorotan kamera televisi yang menyiarkan laga secara langsung juga semakin menambah fakta, bahwa sepakbola nasional memang terus berkembang.

Sayang, baru pekan ketiga saja, persoalan klasik sepakbola nasional terus bergulir. Apalagi kalau bukan drama rusuh suporter, kinerja wasit yang memble, hingga aksi pemain di lapangan yang tak mendidik dan brutal yang menyebabkan  Komisi Disiplin PSSI memiliki pekerjaan tetap menimbun pundi-pundi uang dari hasil sanksi kepada para pelanggar yang dihukum.

VAR batal

Andai saja Liga 1 sejak awal sudah menggunakan Video Assistant Referee (VAR), yakin segala drama laga di lapangan yang menimbulkan polemik dapat diminimalisir. Segala kontroversi dapat diperkuat oleh fakta dan data dari keberadaan VAR.

Sayang, PSSI akhirnya membatalkan penggunaan VAR untuk sementara, karena biaya pengadaan peralatan VAR mencapai 7 miliar. Bila VAR mau diadakan, apakah akan ditanggung oleh PSSI atau PT LIB, atau Klub?

Tribun tidak single seat

Persoalan klasik lain yang sangat rentan menimbulkan perkara adalah tribun penonton. Sangat ironis, Liga 1 yang begitu kuat atmosfirnya dalam menyedot perhatian suporter ke stadion, regulasi tribun dan bangku penonton terkesan diabaikan oleh PSSI, PT LIB, dan oleh Klub sendiri.

Padahal, seandainya seluruh tribun penonton di seluruh Stadion tim Liga 1 menggunakan bangku seragam single seat, maka betapa indahnya sepakbola Indinesia.

Namun, meski kini Liga 1 telah bergulir, bahkan tim-tim yang jor-joran merekut pemainpun tetap berhome base di Stadion yang menggunakan tribun penonton beton. Dapat dihitung, Klub Liga 1 yang menggunakan Stadion sebagai home basenya bertribun bangku single seat seluruhnya, seperti Stadion GBK, Pakan Sari, Patriot, dan Wibawa Mukti, Gelora Bung Tomo, dan Gelora Bandung Lautan Api/Si Jalak Harupat.

Sementara Stadion lain masih banyak yang dengan bangku single seat hanya di trubun utama.

Mengapa PSSI dan PT LIB membiarkan Klub tetap berhome base di Stadion yang tribunenya penontonnya lebih banyak beton?

Andai laga Pembuka Liga 1 dilakukan di Stadion yang bertribun seluruhnya menggunakan single seat, bisa jadi PSSI Sleman dan Arema FC tidak akan terkena denda karena rusuh suporter karena sangat leluasa bergerak di tribun beton.

Memang biaya bangku single seat mahal, namun bila diadakan akan setimpal dengan kelas Liga 1 yang mengilap.

Dengan banyaknya Stadion bertribun terbuka, di satu sisi sangat rentan terjadinya gesekan antar suporter, lalu suporter yang mendukung tim kesayanganya juga dapat melalukan manuver sebebasnya, dengan terus bergerak di atas tribun, yang akibatnya bisa sangat membahayakan. Tribun bisa roboh.

Di sisi lain, adanya tribun penonton terbuka seperti kelas festival dalam acara musik, maka panitia dapat meraup untung sebanyak-banyaknya, karena kapasitas tribun tidak lagi terbatas. Panitia untung, tapi tak terbatasnya penonton yang over kapasitas, juga langsung mengintai bahaya tribun runtuh dan gesekan suporter.

Aksi brutal dan tak mendidik

Selain persoalan klasik tersebut, kini yang sangat memprihatinkan adalah aksi-aksi pemain yang tidak mendidik.

Terbaru, gelandang Persebaya Surabaya, Elisa Basna dalam pertandingan menghadapi PSIS Semarang, Kamis (30/05/19) kemarin malam melakukan aksi brutal yang ternyata dapat mengakibatkan pemain lain meninggal.

Insiden mengerikan ini terjadi antara gelandang Persebaya Surabaya, Elisa Basna, dan pemain PSIS Semarang, Fredyan Wahyu. Keduanya terlibat adu fisik yang cukup mengerikan di menit-menit akhir pertandingan.

Kejadian berawal saat Elisa Basna mencoba mengejar bola di sisi kiri lapangan penyerangan Persebaya Surabaya. Elisa Basna yang sudah berlari kencang, tiba-tiba terhadang oleh tekelan bersih Fredyan Wahyu.
Namun, sesaat setelah Fredyan Wahyu berhasil membuang bola, Elisa Basna tiba-tiba melakukan aksi tak terduga. Elisa Basna nampak dengan brutal menginjak bagian perut dari Fredyan Wahyu.

Aksi Elisa Basna itu lantas mengundang ketegangan di antara para pemain kedua tim sepak bola. Rekan setim Fredyan Wahyu, bahkan sampai ada yang memberi protes keras kepada Elisa Basna.

Akibat insiden tersebut, Elisa sangat layak tidak sekadar mendapat kartu dari wasit, namun juga wajib mendapat hukuman dari Komdis PSSI.

Aksi brutal, semacam yang dilakukan oleh Elisa sudah ada yang menjadi korban.

Pemain sepak bola Indonesia yang meninggal karena aksi brutal yang dilakukan oleh lawan, tentu kita masih mengingat nama Jumadi Abdi. Penggawa PKT Bontang itu juga mengalami hantaman keras di perutnya dari pemain Persela Lamongan, Denny Tarkas pada laga yang dimainkan di Stadion Mulawarman, 7 Maret 2009 silam. 

Jumadi langsung tak sadarkan diri di lapangan dan dibawa ke rumah sakit terdekat untuk menjalani operasi, sayang nyawanya tak tertolong. Gelandang yang sempat membela Timnas Indonesia di SEA Games 2005 itu harus tutup usia setelah vonis dokter menyatakan bagian usus halusnya robek.

Aksi brutal  juga menyebabkan meninggal dunia, yaitu saat kiper PSAP Sigli, Agus Rohman melayangkan kakinya ke perut striker Persiraja, Akli Fairuz. Saat kemelut di depan gawangnya, Agus Rohman terlihat sengaja melayangkan kaki kanannya ke perut Akli Fairuz dengan cukup kencang. 

Akli Fairuz pun sebenarnya masih sadar saat itu dan juga sempat pulang ke rumah usai pertandingan. Namun, sang pemain merasakan sakit beberapa jam kemudian dan menjalani perawatan selama enam hari di rumah sakit sebelum meninggal dunia. Akli meninggal dunia dikarenakan luka di bagian usus dan kantung kemih.

Sayang, kepada kedua pemain yang melakukan aksi brutal, Komdis hanya menghukum pemain dalam hitungan bulan. Bandingkan hukuman di sepakbola Eropa bila pemain melakukan aksi brutal.

Aksi lainnya, adalah aksi tidak mendidik. Banyak sekali pemain yang tersorot kamera televisi memicu terjadinya pelanggaran, namun ketika diingatkan atau dihukum wasit, malah pemain bersangkutan "ngelunjak". Bahkan ada pemain "ngelunjak di Liga 1 yang menjadi bulan-bulanan netizen karena tetap seperti jagoan saat diberikan peringatan dan hukuman atau ditegur oleh sesama pemain.

Sadarkah Si pemain bila aksinya ditonton oleh ratusan juta pasang mata di seluruh Indonesia bahkan dunia yang di dalamnya banyak anak-anak kecil baik di dalam stadion maupun di layar kaca?

Ayo PSSI, mana dulu yang akan Anda tangani? Sebab semuanya sudah kronis. Rusuh suporter sangat signifikan karena tribune penonton tak single seat. Wasit hanya manusia biasa, namun setiap laga terus memicu kontroversi dan protes dari kubu tim yang tidak terima atas keputusannya.

Lalu, pemain tak terdidik, tak cerdas, dan brutal yang masih digunakan jasanya oleh Klub harus segera ditindak. Bila Klub diam saja. PSSI lah yang ambil tindakan.

Semoga, pekan keempat dan seterusnya akan ada penanganan. Namun, tetap sayang, Liga 1 berputar, tapi berbagai kondisi masih belum digarap serius oleh PSSI dan PT LIB.

Kira-kira, bagaimana nasib Liga 2 dan Liga 3 berikutnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun