Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Pilpres, Dimensi Pendidikan, dan Hakikat Pemilu

16 April 2019   19:28 Diperbarui: 17 April 2019   04:44 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu 13 April menjadi hari terakhir puncak debat pilpres 2019.  Acara doa bersama yang dipimpin oleh tokoh ulama muslim, dan diikuti para tokoh agama lainnya dalam rangkaian debat Pilpres juga telah digelar. 

Doa dijadikan sebagai penutup gelaran kampanye sekaligus menandai masa tenang sebelum hari pencoblosan pada 17 April. Momen doa bersama juga diharapkan menjadi pesan moral, kontemplasi atau perenungan bagi seluruh masyarakat bahwa masa kampanye telah berakhir.

Sebagaimana kita ketahui, sebelum masa kampanye secara terbuka yang dimulai 24 Maret hingga 13 April, perseteruan kedua kubu paslon 01 dan 02, terus menggelora dan terus subur hingga masa kampanye terbuka.

Namun, harapannya setelah memasuki masa tenang hingga hari pencoblosan besok pagi, yang terjadi adalah suasana damai yang tercipta di seantero NKRI.

Apakah harapan adanya kedamaian benar akan terwujud? Atau sekadar harapan? Sebab, melihat situasi yang selama ini, gawean Pilpres ternyata menjadi ajang unjuk kekuatan, unjuk merendahkan, unjuk mengecilkan yang sangat rentan menimbulkan konflik disintegrasi bangsa.

"Dimensi pendidikan"

Adanya berbagai perseteruan dan konflik dalam proses Pilpres 2019 dengan fakta bahwa para elite justru sangat bersemangat dalam menjatuhkan lawan politik melalui narasi-narasi yang tersebar di berbagai media maupun perdebatan frontal di layar kaca, semakin mendeskripsikan bahwa pemilu yang seharusnya menjadi bentuk kontestasi damai, justru diskenariokan seolah-olah sebagai medan perang. 

Banyak rakyat  yang akhirnya berpendapat bahwa pemilu yang seharusnya menjadi kontestasi damai, menjadi mengkhawatirkan karena perseteruan dan perseteruan yang terus diciptakan dengan maksud menaikan elektabilitas mauapun simpati rakyat, malah justru memuakkan.

Bahkan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indira Samego dalam diskusi Indonesian Public Institute (IPI) di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (9/4/2019), menilai bahwa pernyataan yang dilontarkan sejumlah elite politik belakangan ini justru berpotensi membuat pemilu damai sulit diwujudkan. 

Menurutnya, pernyataan seperti "people power" dan "perang total" memengaruhi rasa aman di tengah masyarakat jelang Pemilu 2019. Amien Rais dari kubu paslon 02 ingin People Power. Sebelumnya, istilah "perang total"  diungkapkan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional paslon 01 Moeldoko di Markas TKN Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (13/2/2019).

Pilpres 2019 adalah penyelenggaraan pemilu kelima sejak era reformasi. Namun harapan terjadinya pilpres yang mendidik dan membuat rakyat tetap memiliki rasa damai, aman, dan tertib, nampaknya masih sulit terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun