Menjadi Pejabat atau Pengurus Organisasi Olahraga, Seni Budaya, apalagi Pengurus Partai Politik di Indonesia, sejatinya bukanlah untuk sekadar gaya-gayaan, apalagi hanya untuk numpang mencari nama.
Sebab, menjadi pejabat atau pengurus kegiatan tersebut hingga kini, bukan lahan dan tempat untuk mencari uang.
Kendati banyak kegiatan tersebut yang sudah berlindung di balik kata-kata PT (Perseroan Terbatas) atau Yayasan yang sudah berakta notaris serta berharap pada sponsor dan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan, tetap saja nafas kegiatan Organisasi atau Partai tetap tersendat.
Coba tengok berapa pengurus partai tercokok KPK akibat korupsi. Berapa grup kesenian dan budaya mati, akibat tidak ada dana. Lalu, tak terhitung klub olahraga dan organisasi olahraga mati suri akibat tidak ada yang membiayai roda klub dan organisasi.
Sekarang coba tengok, organisasi olahraga sebesar PSSI, yang notabenenya memiliki kantong-kantong sumber pemasukan anggaran, ternyata kabar terbaru harus terlilit utang kepada berbagai pihak. Ada utang kepada finalis Liga 3 2018. Ada utang kepada hamba Allah untuk membiaya Timnas U-22 yang sukses menjadi jawara Piala AFF U-22, yang  besarnya juga di angka miliaran. Belum lagi utang-utang yang belum terpublikasi sebab PSSI tidak pernah terbuka kepada publik dan tidak pernah ada Lembaga yang mengawasi.
Dengan kondisi PSSI pusat yang seperti ini, bagaimana PSSI di daerah yang bernama Asprov, Askab/Askot? Apakah individu-individu yang menjabat di kepengurusan sepakbola tingkat provinsi, kabupaten/kota adalah benar-benar murni ingin memajukan sepakbola daerah dengan saku kanan-kiri yang tebal uang karena memang bukan numpang mencari makan di organisasi sepakbola?
Sayangnya, sudah bukan rahasia lagi, kini semua individu yang masuk dalam lingkaran kepengurusan organisasi olahraga maupun seni dan budaya, ujung-ujungnya hanya menjadikan wadah tersebut sebagai kendaraan untuk kepentingan dan tujuan politiknya.
Jadi, sebagai pengingat, janganlah gaya-gayaan menjadi pejabat atau pengurus organisasi apalagi partai bila tidak memiliki modal kaya harta dan kaya hati agar roda organisasi dan program-programnya dapat berjalan.
PSSI selalu terbelit hutang, akibat pengurusnya banyak yang tak kaya harta dan tak kaya hati, tetapi berebut mau jadi pejabat PSSI pusat, Asprov, Askab, Askot, juga pengurus partai.