Mohon tunggu...
Sunu Purnama
Sunu Purnama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pria sederhana yang mencintai dunia sastra kehidupan.

mengapresiasi dunia...lewat rangkaian kata...^^

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Bumi Manusia-nya Pram dalam Film Karya Hanung

19 Agustus 2019   22:37 Diperbarui: 20 Agustus 2019   09:13 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

" Cinta itu indah, Minke. Juga kebinasaan yang mungkin membuntutinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya."

- Pramoedya Ananta Toer

Sebuah karya film dari Hanung Bramantyo yang telah tayang sejak tanggal 15 Agustus, akhirnya bisa saya tonton. Film yang merupakan adaptasi dari Roman Tetralogi Buru dalam Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Saya bukan pengamat dan juga kritikus film, namun melihat film ini saya angkat jempol buat Falcon Production yang telah berhasil menerjemahkan karya besar yang sempat dilarang di zaman Orde Baru ini.

Hanung mampu membuat Bumi Manusia menjadi membumi dan mampu menggabungkan sebuah pesan cinta tentang keindahan dan juga kebinasaan yang menyertainya.

Jika Anda pernah membaca buku "Bumi Manusia" maka film ini bisa menjadi sebuah pengingat kembali cerita tentang seorang anak Bupati, seorang priyayi Pribumi yang menuntut ilmu di sekolah HBS bikinan Belanda. Dalam era pergolakan kebangsaan ini, Minke digambarkan oleh Pram sebagai awal mula persemaian dan kegelisahan menghadapi ketidakadilan hukum yang terjadi pada dirinya.

Inilah yang dilukiskan oleh Pram sebagai cikal-bakal era membibitnya pergerakan nasional yang mula-mula. Seperti dulu ketika Soekarno, Hatta, Syahrir, Tirto Adisoerya dan lain-lain mengenyam pendidikan Belanda dan melahirkan pemikiran tentang hidupnya sebuah bangsa yang merdeka, lepas dari perbudakan dan penjajahan atas nama apapun.

 

Minke menjadi sosok priyayi modern yang berdarah biru namun ingin menjadi manusia merdeka, bebas dari ikatan foedal yang membelenggu dalam adat tata Krama yang kaku. Perjumpaan dengan Nyai Ontosoroh, seorang gundik, perempuan simpanan dari Herman Melemma, menjadi sebuah cerita haru biru tentang pertautan rasa dengan anaknya yang cantik melebihi Ratu Emma yang seringkali menjadi gambaran tolok ukur kecantikan zaman itu. Namun kisah kasih tak sampai ini mengalami banyak kejadian yang mengguncangkan jiwa.

Sebuah pergulatan seorang pemuda melawan hukum Eropa yang melukai rasa keadilan walaupun mereka menganggap dirinya memiliki peradaban yang besar.

" Kau yang selama ini sudah bergaul dengan mereka, bagaimana kau bisa bicara seperti itu? Kau, Nak, Nyo, sebagai Pribumi, mestinya dan harusnya malu punya pikiran seperti itu. Jangan sekali-kali bicara soal malu tentang Eropa. Mereka hanya tahu mencapai maksudnya. Jangan kau lupa, Nak, Nyo."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun