Mohon tunggu...
suniyyah puspita sari
suniyyah puspita sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - addict to?

Berbagi rasa dalam sajak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diplomasi Islam di Masa Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib

23 September 2022   20:35 Diperbarui: 23 September 2022   20:36 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sayyidina Ali merupakan putra dari paman Nabi SAW, Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf. Sedangkan Ibundanya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab. Beliau merupakan khalifah ke empat setelah Khalifah Usman bin Affan, didalam masa kepemimpinannya terdapat banyak pergolakan politik, banyak hal yang menuntut Ali untuk segera menyelesaikan berbagai kasus. lantas apa saja permasalahan tersebut, diantaranya:

Penyelesaiaan kasus pembunuhan khalifah Usman bin Affan

Kasus pertama yang menuntut penyelesaian segera dari khalifah Ali adalah hukuman yang akan dijatuhkan terhadap pembunuh Utsman. Utman berada dalam posisi dilematis, karena pelaku pembunuhan Utsman tidak dapat diidentifikasi. Ketika pembunuh Utsman tidak bisa diidentifikasi, maka proses legal formal pun tidak bisa dijalankan, dan tak adaseorang pun bisa dikecam akibat kematian itu. Ali tak sanggup untuk menjadikan seseorang yang tak berdosa sebagai kambing hitam demi mendiamkan keributan di masyarakat, dan dia memilih untuk bersabar.

Menyusun struktur administrasi baru

pada bulan Juni, tahun 656 H, Ali memutuskan untuk melakukan pembersihan dalam pemerintahan lama. Mughirah bin Syu'bah, seorang sahabat senior Rasulullah, dilaporkan menasehati Ali untuk mempertahankan Muawiyah sebagai gubernur Syiria dan segera mengangkat Thalhah sebagai Gubernur Kufah dan Zubair sebagai gubernur Bashrah. Sementara itu, Abdullah bin Abbas tidak setuju dengan pandangan ini. Dalam pandangannya sangat tidak cocok bagi Ali untuk mempertahankan status quo, karena ada alasan kuat bahwa Muawiyahlah yang telah menyebarkan ketidakpuasan terhadap rejim lama yang telah mengakibatkan terbunuhnya Utsman.

Namun untuk menuntaskan permasalahan tersebut Ali melakukan perubahan-perubahan penting dalam struktur pemerintahannya:

 1. Utsman bin Hanif, pemuka kaum Anshar, diangkat sebagai gubernur Bashrah.

 2. Sahul bin Hanif, saudara Utsman bin Hanif, diangkat sebagai gubernur Syiria setelah Abdullah bin Abbas menyatakan penolakannya.

 3. Qais bin Sa'ad bin Ubadah, seorang pimpinan Anshar, diangkat sebagai gubernur Mesir.

 4. Ubaidillah bin Abbas, saudara sepupu Ali, diangkat sebagai gubernur Yaman

Ali memilih tiga orang pimpinan terkemuka Anshar, dengan tujuan untuk mendamaikan antarkelompok yang semakin besar pengaruhnya di Madinah.

Negosiasi dengan Muawiyah

Ketika kufah dinyatakan sebagai ibu kota baru pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Semua gubernur dari berbagai propinsi datang berbondong-bondong ke Kufah, sebagai ibu kota baru, untuk menyatakan rasa setianya terhadap khalifah, namun gubernur Syiria tampak tidak hadir. Maka dari itu Ali mengutus Jarir bin Abdullah, salah seorang sahabat Rasulullah untuk melakukan negosiasi dengan Muawiyyah, namun disaat yang sama setelah Jarir bin Abdullah menjelaskan maksud dan tujuannya muawiyyah tetap berada dengan pendiriannya untuk dapat membalaskan dendamnya terhadap pembunuh Usman. Setelah kembalinya Jarir bin Abdullah dengan tidak membawa jawaban apapun, muawiyyah malah mengutus utusannya sendiri untuk mengirimkan surat kepada Ali bin Abi Thalib. Surat itu berisi tentang desakan terhadap Ali agar segera menemukan pembunuh Usman kalau tidak muawiyah dan seluruh warga syria tidak akan melakukan sumpah setia terhadap Ali.

Perang Shiffin

Ali telah putus asa dalam menawarkan perdamaian dan mengajak orang-orang Syria untuk berbai'at. Dan dengan sangat terpaksa, akhirnya dia memutuskan untuk melancar serangan atas musuh-musuhnya pada tanggal 26 Juli 657. Namun demikian, dia masih saja memerintahkan para pengikutnya untuk menanti para musuhnya meyerang lebih awal. Pasukannya diperintahkan untuk tidak menjarah dan merampas barang-barang musuh, tidak diperbolehkan untuk memotong-motong tubuh mereka, jangan sampai menyakiti wanita. Mereka diminta untuk selalu ingat, bahwa musuhmusuh yang mereka hadapi saat ini bukanlah orang lain, mereka adalah saudara-saudara seiman.

Daftar Pustaka

Hasaruddin. (2018). Pergolakan Politik Umat Islam. Makassar: Pusaka Almaida Makassar.

Iqbal, A. (2000). Diplomasi Iqbal. Lahore: Qaumi Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun