Mohon tunggu...
suniyyah puspita sari
suniyyah puspita sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - addict to?

Berbagi rasa dalam sajak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Proses Tahkim sebagai Diplomasi di Era Khalifah Ali Bin Abi Thalib

22 September 2022   08:31 Diperbarui: 22 September 2022   08:33 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perang Siffin sebelumnya telah terlihat bahwa peperangan itu hampir dimenangkan oleh pihak Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini muncul politikus ulung yang terkenal di jazirah Arab yang bernama Amr-bin al-Ash waktu itu. Ia ikenal dengan orang yang cerdik karena Ia dapat menemukan jalan keluar dalam keadaan apapun. Ia menyarankan agar pasukan yang berada di garis depan mengikat Mushaf Al-Qur'an di ujung tombak agar menjadi tanda bahwa peperangan harus dihentikan dan mengadakan diplomasi antar kedua belah pihak serta Al-Qur'an menjadi hukum dasarnya yang dikenal dengan peristiwa Tahkim.[1]

 Maka dari itu benar adanya dilakukan taktik itu oleh pihak Muawiyah. Karena dilihat bahwa peristiwa pengikatan Al-Qur'an di ujung tombak tersebut pernah dilakukan dalam peperangan Unta dan Khalifah Ali pun melihat peristiwa tersebut dengan itikad baik demi selesainya peperangan tersebut dan tidak ada lagi pertumpahan darah, tetapi Khalifah Ali juga juga berfikiran bahwa peristiwa itu ada taktik yang dilakukan Muawiyah untuk menjebak lawan.[2]

 Perundingan yang ditawarkan Muawiyah hanyalah sebuah permainan politik. Tetapi dalam pihak Khalifah Ali. [3]mereka telah jenuh, selama tiga hari mereka berperang terhadap sesama muslim. Disisi lain juga terdapat perbedaan dalam kelompok Khalifah Ali yang bersemangat dalam peperangan. Karena terdapat perbedaan pendapat maka timbullah perpecahan dalam kelompok Khalifah Ali yang disebut kelompok Khawarij atau dikenal dengan kelompok yang keluar dari barisan Ali.

 Didalam hal ini Khalifah Ali ra menanggapi dengan cepat dan tidak begitu merespon perpecahan itu. Khalifah Ali meminta penjelasan kepada Muawiyah bagaimana melakukan Tahkim itu. Muawiyah menawarkan ada dua wasit yang netral untuk mawakili dua pihak untuk melakukan diplomasi. Maka diterimlah cara itu dan kemudian Khalifah Ali mencalonkan Abdullah bin Abbas yang terkenal cerdik dalam permainan politik. Tetapi ada beberapa kelompok dalam Khalifah Ali menyarankan jangan mengeluarkan Abdullah bin Abbas karena dia juga terkenal bersifat keras sehingga ditakutkan tidak menemukan jalan keluar dan menimbulkan peperangan kembali. Maka dari itu menurut pendapat kelompok Khalifah Ali, Abdullah bin Abbas digagalkan dan mencari pengganti yang lain yeng lebih baik, sabar, rendah hati yang jatuh kepada Abdullah bin Qais atau dikenal dengan nama Abu Musa Al-AsyAri yang mendapat julukan orang tua laki-laki yang baik hati

 Calon yang lain yang disebutkan dan ditolak ialah Malik bin al-Haris karena ambisinya yang besar dalam peperangan dan ditakutkan tidak menimbulkan titik terang dalam usaha perdamaian, begitu juga pencalonan Ahnaf bin Qais, yang menentang keras pencalonan Abu Musa. Ahnanaf bin Qais adalah orang yang mendukung Khalifah Ali yang terkuat dan penting, seperti yang telah terlihat dalam peristiwa peperangan unta dan sebelumnya.133 Perundingan pertama Abu Musa dengan Amr bin Al-Ash dalam bertahkim kepada Al-Qur'an pada 13 Shafar telah tercapai untuk itu mereka membuat persetujuan tertulis.

Dalam perang Siffin sebelumnya telah terlihat bahwa peperangan itu hampir dimenangkan oleh pihak Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini muncul politikus ulung yang terkenal di jazirah Arab yang bernama Amr-bin al-Ash waktu itu. Ia ikenal dengan orang yang cerdik karena Ia dapat menemukan jalan keluar dalam keadaan apapun. Ia menyarankan agar pasukan yang berada di garis depan mengikat Mushaf Al-Qur'an di ujung tombak agar menjadi tanda bahwa peperangan harus dihentikan dan mengadakan diplomasi antar kedua belah pihak serta Al-Qur'an menjadi hukum dasarnya yang dikenal dengan peristiwa Tahkim.[1]

 Maka dari itu benar adanya dilakukan taktik itu oleh pihak Muawiyah. Karena dilihat bahwa peristiwa pengikatan Al-Qur'an di ujung tombak tersebut pernah dilakukan dalam peperangan Unta dan Khalifah Ali pun melihat peristiwa tersebut dengan itikad baik demi selesainya peperangan tersebut dan tidak ada lagi pertumpahan darah, tetapi Khalifah Ali juga juga berfikiran bahwa peristiwa itu ada taktik yang dilakukan Muawiyah untuk menjebak lawan.

 Perundingan yang ditawarkan Muawiyah hanyalah sebuah permainan politik. Tetapi dalam pihak Khalifah Ali. [3]mereka telah jenuh, selama tiga hari mereka berperang terhadap sesama muslim. Disisi lain juga terdapat perbedaan dalam kelompok Khalifah Ali yang bersemangat dalam peperangan. Karena terdapat perbedaan pendapat maka timbullah perpecahan dalam kelompok Khalifah Ali yang disebut kelompok Khawarij atau dikenal dengan kelompok yang keluar dari barisan Ali.

Didalam hal ini Khalifah Ali ra menanggapi dengan cepat dan tidak begitu merespon perpecahan itu. Khalifah Ali meminta penjelasan kepada Muawiyah bagaimana melakukan Tahkim itu. Muawiyah menawarkan ada dua wasit yang netral untuk mawakili dua pihak untuk melakukan diplomasi. Maka diterimlah cara itu dan kemudian Khalifah Ali mencalonkan Abdullah bin Abbas yang terkenal cerdik dalam permainan politik. Tetapi ada beberapa kelompok dalam Khalifah Ali menyarankan jangan mengeluarkan Abdullah bin Abbas karena dia juga terkenal bersifat keras sehingga ditakutkan tidak menemukan jalan keluar dan menimbulkan peperangan kembali. Maka dari itu menurut pendapat kelompok Khalifah Ali, Abdullah bin Abbas digagalkan dan mencari pengganti yang lain yeng lebih baik, sabar, rendah hati yang jatuh kepada Abdullah bin Qais atau dikenal dengan nama Abu Musa Al-AsyAri yang mendapat julukan orang tua laki-laki yang baik hati

Calon yang lain yang disebutkan dan ditolak ialah Malik bin al-Haris karena ambisinya yang besar dalam peperangan dan ditakutkan tidak menimbulkan titik terang dalam usaha perdamaian, begitu juga pencalonan Ahnaf bin Qais, yang menentang keras pencalonan Abu Musa. Ahnanaf bin Qais adalah orang yang mendukung Khalifah Ali yang terkuat dan penting, seperti yang telah terlihat dalam peristiwa peperangan unta dan sebelumnya.133 Perundingan pertama Abu Musa dengan Amr bin Al-Ash dalam bertahkim kepada Al-Qur'an pada 13 Shafar telah tercapai untuk itu mereka membuat persetujuan tertulis.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun