Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Gambar Kampanye Asap Greenpeace Indonesia yang Patut Dicurigai

29 Oktober 2015   04:32 Diperbarui: 30 Oktober 2015   16:27 7963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ada yang baru dari postingan beberapa kawan beberapa hari ini berkaitan dengan bencana asap. Tiba-tiba greenpeace Indonesia menjual kampanye dengan tagline #kepoitubaik yang memposting dan meminta menshare gambar-gambar poster kampanye mereka tentang sebab musabab bencana asap. Sekilas menarik dan harus diakui ada beberapa hal yang benar, namun ketika kita cermati maka itu akan menimbulkan kecurigaan dan juga pertanyaan. Mengapa tiba-tiba greenpeace Indonesia demikian gencar kampanye? Apakah itu berkaitan dengan keluarnya Emmy Hafild yang mantan Direktur Greenpeace Asia Tenggara sebagai supporter greenpeace Indonesia tersebut terkait dengan kecewanya dia dengan strategi constructive engagement Greenpeace dengan perusahaan besar yang terlibat dalam kebakaran lahan gambut.

Mari perhatikan iklan kampanye #kepoitubaik dari greenpeace yang banyak beredar di facebook. Aneh juga sebenarnya, setelah 3 bulan bencana asap melanda, baru sekarang LSM besar iyang banyak mendapat dana dari masyarakat dan korporasi tu terdengar suaranya. Dengan edukasi yang menurut saya pribadi sedikit ngawur dan agak menyesatkan karena menyembunyikan beberapa fakta. Kebetulan saya tinggal di atas lahan gambut, penelitian saya beberapa waktu yang lalu juga tentang lahan gambut. Meski dari sudut pandang kimia, kami berupaya bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan lahan gambut untuk usaha produktif dengan cara perbaikan kondisi tanah. Tentu saja dengan harapan pada suatu masa lahan gambut bisa ditanami sayuran atau tumbuhan produktif lainnya, selain padi rawa yang hanya bisa ditanam setahun sekali sehingga membuat lahah itu dikategorikan sebagai lahan marginal atau sub marginal.

Mari kembali ke keanehan kampanye greenpeace Indonesia tersebut. Jika diamati, hal yang mencolok yang disebarkan greenpeace adalah tentang proses KANALISASI. Pembuatan kanal itu dianggap penyebab utama kebakaran hutan dan lahan gambut sehingga menyebabkan bencana asap. Dengan mengabaikan faktor lain, greenpeace berusaha membuat edukasi bahwa bencana asap disebabkan oleh penebangan hutan dan kemudian pembuatan kanal yang menyebabkan keringnya lahan gambut dan akhirnya muncullah kebakaran dan asap. Benar sesederhana itu?

Jika kita baca buku tentang lahan rawa atau gambut khususnya, karakteristik dari lahan itu adalah sifatnya yang sangat fragile atau rapuh. Tanah gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi >65%. Timbunan ini terbentuk secara alami dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya dalam jangka waktu ratusan tahun.

Proses dekomposisi bahan ini terhambat karena kondisi anaerob dan basah. Itulah sebabnya tanah gambut dijumpai di rawa-rawa, baik rawa lebak maupun rawa pasang surut. Tanah gambut umumnya mengandung <5% fraksi anorganik dan sisanya adalah fraksi organik. Fraksi organik sebagian besar terdiri dari senyawa non humat, sedangkan senyawa humat hanya sekitar 10-20%. Senyawa-senyawa non humat meliputi antara   lain   senyawa   lignin, selulosa, hemiselulosa,   lilin,   tanin,   resin,   dan subresin. Sementara itu senyawa humat terdiri dari asam humat, himatomelamat, dan humin.

Dalam kondisi banyak air, lahan gambut akan mengalami banjir yang menyebabkan menggenangnya air dalam waktu yang cukup lama sehingga tidak bisa ditanami apapun kecuali tanaman rawa misalnya gelam. Pada musim kemarau yang sangat lama simpanan air lahan gambut akan segera hilang lepas karena struktur tanah gambut tidak mampu mengikat air dengan kuat.

Akhirnya kekeringan pun terjadi. Dan kebakaran lahan gambut adalah bukan kebakaran biasa, namun kebakaran tak terlihat karena terjadi di dalam tanah. Komponen gambut yang dominan karbon menjadikan lahan itu mudah terbakar yang kadang tidak terlihat apinya namun asapnya sampai kemana-mana. Belum lama kesengajaan membakar untuk memudahkan pengerjaan lahan. Itu namanya kurang ajar. Menaruh api pada sesuatu yang mdah terbakar!

Dan kemudian kampanye greenpeace yang lebih banyak menghubungkan penebangan hutan dan dengan pembuatan kanal juga agak aneh. Jika kita tinggal di lahan gambut, maka sebenarnya akan jarang sekali kita lihat keberadaan hutan. Karena kondisi tanah yang sangat asam membuat banyak tanaman yang tidak mau hidup di atasnya, kecuali beberapa tumbuhan bandel misalnya kelapa sawit. Betul. KELAPA SAWIT. Pohon itu memang bandel karena mudah hidup di mana saja asal ada air.

Dan bahayanya, pohon itu termasuk sangat rakus dengan air. Dan jika suatu saat Anda berkunjung ke beberapa tempat yang yang saat ini mengalami bencana asap, maka di sana seringkali berkaitan erat dengan alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan sawit. Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau. Jika sawit ditanam di lahan non gambut mungkin agak sedikit berbeda. Tanah tanah padat seperti di Jawa tidak serapuh lahan gambut. Jika terjadi masalah kemungkinan akan terbatas pada berkurangnya sediaan air tanah. Tak akan sampai terjadi kebakaran lahan yang sulit dipadamkan dan menyebabkan bencana asap.

Jadi mengapa kampanye Greenpeace Indonesia yang baru saja dimulai tidak sedikitpun menyinggung soal alih lahan tersebut? Mengapa malah lebih fokus menyoroti kanalisasi yang beberapa waktu yang lalu diusulkan pemerintah? Ada apa dengan berteriak lantangnya mantan aktifis greenpeace menentang kebijakan LSM yang pernah dibesarkannya? Untuk melindungi korporasi-korporasi yang membayarnya? Apakah benar yang dikatakan ole Emmy Hafild bahwa posisi Greenpeace ini dipakai oleh perusahaan-perusahaan tersebut untuk "greenwashing image" mereka dan melemahkan posisi CSO Indonesia dalam menghadapi kekuatan kapital yang sangat besar di balik tragedi asap ini.

Entahlah, saya cuma sedih melihat gambar kampanye greenpeace yang menggambarkan berdirinya tanaman sawit dengan sombong di poster tersebut dan kemudian semua kalimat sugesti dan (seolah edukasi) di poster itu sekedar menyalahkan deforestrasi, kanalisasi dan pengeringan lahan tanpa ada kalimat bahwa tumbuhan sawit adalah juga faktor yang menghabiskan air di lahan yang terbakar. Mengatasi bencana asap bukan sekedar memadamkan api di atas lahan gambut, tetapi lebih pada menghilangkan “main api” nya korporasi, pemerintah dan juga lembaga swadaya masyarakat yang banyak terlibat di sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun