Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama featured

Harga Rokok di Jepang, 64% adalah Pajak

18 Januari 2015   03:31 Diperbarui: 20 Agustus 2016   13:14 1934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rokok di Jepang. Japantimes.com

Kebiasaan kami ketika datang ke Jepang adalah membawakan oleh-oleh rokok bagi teman-teman asli Jepang, kata mereka rokok Indonesia rasanya berbeda, apalagi sekarang bungkusnya juga berbeda karena ada gambar seramnya.  Teman-teman dari Indonesia pun biasanya membawa banyak stok rokok jika pergi ke Jepang, alasannya rokok di Jepang sangat mahal.  

Iseng-iseng saya yang bukan perokok mengamati harga itu di vending mesin, dan ternyata jika dikonversi ke rupiah bisa mencapai 4 kali lipat harga rokok Indonesia.  Memang mahal…apalagi per 1 April 2014 yang lalu pajak penjualan/konsumsi di Jepang naik menjadi 8%, semakin tak terjangkau karena sebungkus rokok kualitas biasa bisa mencapai lebih dari ¥400 atau lebih dari Rp. 45.000.

Bahkan para perokok di Jepang jika tidak mau berhenti merokok maka harus menghirup nafas dan merogok kocek lebih dalam, pada akhir tahun yang lalu ada kajian untuk merevisi kebijakan pajak beberapa barang  termasuk untuk tembakau.  Alhasil, rokok paling murah di Jepang pun dengan terpaksa harus menaikkan harga jualnya.  

Rokok yang disebut sebagai rokok kelas tiga di Jepang yaitu Wakaba, Echo dan Golden Bat, yang sebelumnya mendapat keringanan pajak karena hanya dikenai pajak setengah dari rokok merek lain karena menggunakan tembakau lokal Jepang menjadi harus menanggung pajak yang sama dengan pajak rokok merk lain.  Ketiga rokok tersebut memang dianggap rokok murahan karena rasanya juga dianggap inferior dan hanya bisa ditemukan di daerah Okinawa.

Alasan utama perubahan kebijakan pajak tersebut adalah karena dari sisi kesehatan rokok dianggap sangat merugikan, sehingga segala cara harus ditempuh demi kesehatan yang baik, atau dengan kata lain agar orang berhenti/mengurangi rokok.  

Hal yang sama juga berlaku untuk minuman beralkohol yang dikenai pajak lebih tinggi dari barang lain karena dianggap merusak kesehatan meskipun secara resmi tidak ada larangan minum alkohol bagi yang telah dianggap cukup umur.  Jadi perubahan kebijakan pajak rokok bukan lagi karena pertimbangan pendapatan negara semata.

Sebuah kesadaran pemerintah Jepang yang berbeda karena kondisi yang berbeda dengan beberapa puluh tahun sebelumnya.  Beberapa puluh tahun yang lalu, pada saat Era Meiji, ketika Jepang memutuskan untuk ikut bersaing dan berperang  dengan negara-negara lain, rokok adalah komoditas utama untuk memperoleh uang sehingga penjualannya sebisa mungkin ditingkatkan untuk mensuplai keuangan pemerintah.  

Efek adiksi dari tembakau mampu menjadikan barang tersebut menjadi tak berkelas dan dikonsumsi semua kalangan, hasilnya pendapatan negara juga meningkat.

Pemerintah Jepang memang sangat mempersulit orang merokok, aturan menggunakan kartu TASPO dan harus berusia lebih dari 20 tahun untuk membeli dan mengkonsumsi rokok cukup efektif mengurangi dan memantau jumlah perokok di Jepang.  

Aturan tidak boleh sembarangan merokok juga ketat jika tidak ingin didenda.  Harga rokok juga sangat mahal, dan ternyata kemahalan harga tersebut karena pajak tembakau yang sangat tinggi, sekitar 64% dari harga jual rokok adalah pajak.

Sebagai gambaran umum, dari harga rokok sebesar ¥430 per bungkus, sebesar ¥106 adalah untuk pemasukan negara, ¥122 untuk pajak tembakau regional, ¥16 untuk pajak “spesial” tembakau dan  sebesar ¥31 untuk pajak konsumsi.  Berdasarkan data japantimes.co.jp, jumlah perokok di Jepang saat ini adalah sekitar 19,7% (30,3% laki-laki dan 9,8% wanita) atau sekitar 20 juta orang.  

Selama bulan November 2014, penjualan rokok di Jepang adalah sebesar 14,4 milyar batang rokok, turun sekitar 7,6 persen dari penjualan bulan November 2013 yang diakibatkan kenaikan pajak konsumsi sebesar 8% mulai bulan  April pada tahun tersebut.  Dampak yang luar biasa dahsyat, mungkin karena pola hidup orang Jepang yang memang terkenal hemat.

Kenaikan pajak tembakau juga pernah terjadi pada tahun 2010, namun karena ada kebijakan berbeda untuk ketiga merek rokok kelas tiga yaitu Wakaba, Echo dan Golden Batyang hanya dikenai setengah dari pajak rokok merk lain, maka efeknya bukan berkurangnya jumlah perokok namun malah secara tiba-tiba ketiga rokok tersebut menjadi sangat populer di Jepang.  

Bahkan saat ini rokok murah tersebut termasuk rokok terlaris di Jepang, Echoperingkat 8, Wakabaperingkat 5 dan Golden Batperingkat 7 dalam penjualan.  Dan akhir tahun yang lalu kebijakan pemerintah Jepang berubah, ketiga rokok murah tersebut mau tidak mau juga harus menaikkan harga penjualan karena beban pajak yang besar.  Hasilnya, kita lihat beberapa bulan ke depan, apakah jumlah perokok di Jepang akan semakin turun seperti harapan pemerintah Jepang.

Bagaimana dengan Indonesia, apakah gambar seram tersebut cukup efektif mengurangi jumlah perokok yang ada?  Atau mungkin pemerintah perlu menerapkan kebijakan serupa dengan meningkatkan pajak khusus rokok?  

Wah…pasti akan ramai jika itu terjadi, lha wong pajak rokok yang hanya 10% saja dianggap sebagian orang mematikan rejeki petani tembakau dan membuat bangkrut pabrik rokok…Entahlah…di negeri kita merokok bukan semata-mata merusak kesehatan, tetapi juga masalah rejeki pengusaha, petani dan kenikmatan penikmatnya…

Salam kompasiana,

Pinggiran Tokyo, 17 Januari 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun