Rumah subsidi ideal bisa dimaknakan sebagai rumah tinggal yang seharusnya sesuai dengan keinginan, cita-cita, yang diangan-angankan atau dikehendaki oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui skema bantuan pembiayaan pemerintah.Â
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rumah yang sesuai dengan keinginan, cita-cita, yang diangan-angankan atau dikehendaki dari rumah subsidi tentulah tidak terlalu muluk-muluk, selain bisa dihuni dengan aman dan nyaman.Â
Di titik ini masyarakat berpenghasilan rendah menyadari bahwa impian memiliki rumah sudah cukup bagi mereka asal impian itu dapat segera terwujud jika dibandingkan dengan keinginan memiliki rumah impian, yang pastinya sulit terwujud. Â
Jadi sederhananya, rumah subsidi ideal itu harus berdaya huni tinggi. Yaitu rumah yang ketika dibeli dan disetujui melalui skema pembelian pembiayaan subsidi pemerintah, rumah bisa langsung dihuni dengan aman dan nyaman tanpa keluhan atau kendala apa pun.
Namun rumah subsidi dengan tingkat daya huni tinggi terbukti masih belum terbangun maksimal. Hal ini pula yang membuat banyak kaum muda atau generasi Z ragu ambil KPR subsidi.Â
Sebab faktanya, masih terdapat rumah subsidi yang tidak selesai dibangun atau mangkrak, ditinggalkan kosong karena fungsi rumah belum terpenuhi, bagian-bagian rumah subsidi sangat mudah dan cepat rusak, gagal akad kemudian sulit mendapatkan peminat lain, tidak tepat sasaran, gagal bayar dan penyebab lainnya. Â Â Â Â
Dengan demikian, rumah subsidi ideal yang diinginkan oleh sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah masih jauh dari kata ideal karena rumah-rumah subsidi yang telah terbangun dan berhasil dibeli, nyatanya banyak yang tidak dihuni, ditinggalkan atau dibiarkan kosong.Â
Seperti dikutip dari kompas.com, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto menyampaikan, kuota FLPP tahun 2024 sebanyak 166.000 unit rumah subsidi telah habis terserap. Kendati demikian, ia masih menemukan banyaknya rumah subsidi di beberapa provinsi yang kosong tidak dihuni. Tingkat kekosongannya mencapai 60 persen-80 persen.
Data tersebut jelas menunjukkan bahwa rumah subsidi ideal itu seharusnya berdaya huni tinggi sehingga persentase tingkat kekosongan hunian tidak sebesar itu. Lantas rumah-rumah subsidi seperti apa yang masuk dalam kategori berdaya huni tinggi?Â
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah terutama masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal, rumah merupakan kebutuhan primer untuk tempat bernaung dan berkumpul dengan keluarga. Tempat berlindung dari panas dan hujan, serta tempat kembali pulang untuk melepas lelah usai beraktivitas di luar rumah.Â